Sabtu, 20 Maret 2021

BABAD TANAH PASUNDAN

A. Kerajaan Pajajaran. 

Babad Tanah Pasundan memang agung. Pajajaran adalah payung besar bagi tumbuh kembangnya budaya Pasundan. Harkat martabat warga Sunda berderajat terhormat. 

Babad Tanah Pasundan perlu dilacak. Termasuk asal usul nama kota Bandung. Nama Bandung berasal dari dua kata, Bantuan dan Mendung. Bantuan terkait dengan pertolongan dari Tuhan. Mendung merupakan suasana yang sedang gelap gulita. Tidak selamanya langit mendung, berarti suasana duka suatu saat pasti berganti.

Ada harapan untuk menanti keadaan yang lebih gemilang. Bandung berarti keyakinan masyarakat terhadap bantuan Tuhan untuk mendapati cuaca mendung. Inilah butir butir kearifan lokal. 

Sesungguhnya di balik kesempitan pasti beserta dengan kesempatan.
 Anugerah yang berlimpah ruah ini betul betul dihayati oleh Kanjeng Sinuwun Prabu Siliwangi pada tanggal 9 Muharam atau 20 April 1333. Nasihat luhur ini diungkapkan oleh Prabu Siliwangi ketika dinobatkan sebagai raja agung di kerajaan Pajajaran. 

Pidato pengukuhan sebagai pimpinan tertinggi kraton Siliwangi sungguh menggetarkan hati. Segenap hadirin tak kuasa menahan air mata. Raja Pajajaran ibarat Batara Wisnu yang menjelma di madyapada untuk menaburkan kesejahteraan pada alam.

Berkenan hadir dalam upacara penobatan Prabu Siliwangi, yaitu para raja di kawasan Nusantara, Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Barat. Sultan Al Malik Azh Zhahir mewakili kerajaan Samudra Pasai. Ratu Putri Tribhuana Tungga Dewi Jaya Wisnumurti mewakili kerajaan Majapahit. Panji Asmarabangun mewakili kerajaan Daha. Sekartaji Galuh Candrakirana mewakili kerajaan Jenggala. Prabu Indrajaya Balaputradewa mewakili kerajaan Sriwijaya. Prabu Maharaja Bonisora mewakili kerajaan Galuh. Komala Pulu mewakili kerajaan Ternate. 

Sultan kolano Syahjati mewakili kerajaan Tidore. Maharaja Indera Mulia mewakili kerajaan Kutai Martapura. Srimat Sri Suruaso Udaya Adityawarman mewakili kerajaan Pagaruyung.

Selain raja sahabat Nusantara, hadir pula Sultan Alaeddin Pasha. Kehadirannya mewakili Kasultanan Utsmaniyah Turki yang memerintah sejak tahun 1320. Raja diraja yang berpusat di Konstatinopel ini memang termashur di se-luruh dunia. Kehadiran Sultan Alaeddin Pasha membanggakan warga Pasundan. Tentu pengawalan super ketat. Sejak tiba di pelabuhan Tanjung Priok, raja Turki mendapat pengawalan khusus dari Bregada Prajurit Langen Astra, Prajurit Surageni, Prajurit Jayeng Astra dan Prajurit Jagasura.

Upacara penobatan Prabu Siliwangi berlangsung megah, mewah, meriah, indah. Lantas dilakukan kirab keliling kota Bandung. 

Sepanjang jalan berkibar bendera gula klapa, rontek, umbul-umbul. Rakyat berduyun duyun dari segala penjuru. Penjual peuyeum laris manis. Para raja turut kirab dengan naik kereta Paksi Kencana, kereta Paksi Kumala, kereta Paksi Retna, kereta Jati Nugraha, kereta Jati Wiwaha. Semua kereta ditarik delapan kuda pilihan dari Sumbawa.

Gagah benar penampilan Prabu Siliwangi. Beliau menggunakan busana kebesaran tedak loji dengan selempang tanda-tanda kebesaran. Yakni berupa bintang bintang kerajaan, nganggar pusaka warangka gayaman.

 Raja Pajajaran berbusana sikepan ageng, kuluk panunggul, atela hitam, dasi model kupu-kupu, sikepan tritis bersulam benang emas, nyamping parang curiga latar putih, jarik ngumbar kunca, kampuh blenggen rumbai dua. Para pegawai istana menggunakan busana makutha, matak, kastur, destar, celana, pasikon, kepuh, dan ukup.

Putra-putri Pajajaran menggunakan aneka ragam perhiasan. Ada kalung, subang, tusuk konde, gelang, bros, cincin, semyok, sengkang, susuk.

 Busana keputren meliputi: sabuk-wala, pinjung kencong, ukel sanggul, kampuhan gendalagiren, dodotan, klembrehan, sengkelat, janur slepe, jungkat, kukar, limaran, cinde, cunduk jungkat, kebaya, rasukan janggan, jarik wiron, gendala giri, peserta kirab berbusana serba gemerlap.

Dua tahun kemudian yaitu tanggal 20 April 1335 istana Pajajaran dibangun lebih cantik. Prabu Siliwangi mendatangkan kayu jati dari Cepu, semen dari Gresik, marmer dari Tulungagung. Juru ukir terpilih didatangkan dari Jepara. 

Tukang pahat batu dari Muntilan, ahli relief dari Prambanan. Pakar bangunan terpilih diundang ke Priangan Bandung. Hari ulang tahun kerajaan Pajajaran, ini dilakukan secara istimewa.

Bangunan karaton Pajajaran terdiri dari gladag, pamurakan, alun-alun, ringin kurung, pagelaran, sasana sumewa, sitinggil, kori mangu, kori brajanala, kori kamandungan, sri manganti, dalem ageng, kedaton, prabasuyasa, bala angun-angun. 

Tampak indah megah yaitu bangunan untarasana, paningrat, smarakata, bale marcukunda, gondorasan, bangsal pengrawit, singgasana, manguntur tangkil, talangpati, banoncinawi, keputren, tratak rambat, kepatihan, sasana handrawina, langen boga, sasana mulya, sasana krida dan bangsal manis.

B. Peninggalan Prabu Siliwangi. 

Bandung sebagai lautan peradaban di Pasundan nyata dipimpin oleh Prabu Siliwangi. Maka masyarakat Bandung sungguh berbahagia mendapat warisan mulia dari Prabu Siliwangi. Kerajaan Pajajaran berkembang menjadi negeri aman damai, makmur sejahtera, termashur wibawa, murah sandang pangan papan.

 Prabu Siliwangi memerintah dengan arif bijaksana. Keadilan dan hukum dijunjung tinggi. Birokrasi dibina demi mengutamakan pelayanan.

Pada ulang tahun yang kelima, yakni pada tanggal 20 April 1338 Kerajaan Pajajaran memberi hadiah seni Jajar Agung kepada para budayawan. Prestasi para seniman dan budayawan dihargai oleh Prabu Siliwangi. Mereka diundang ke istana. 

Penghargaan seni Jajar Agung tentu mendorong para seniman budayawan untuk terus berkarya. Penetapan seniman berprestasi melalui seleksi yang ketat. Prabu Siliwangi menghendaki unsur obyektivitas dalam seleksi. Tidak ada rekayasa. Itulah keteladanan Prabu Siliwangi yang mulia dan agung.

Bandung adalah bantuan untuk mengatasi suasana mendung. Prinsip ini diterapkan semasa kepemimpinan Prabu Siliwangi. Kerajaan Pajajaran mampu mewujudkan rasa bangga di kalangan warga Pasundan.

 Rakyat Pajajaran yang tinggal di pegunungan, pedesaan dan perkotaan amat memuja keluhuran budi Prabu Siliwangi. Terlebih-lebih bagi warga jelata yang serba kekurangan, senantiasa mendapat bantuan dan pertolongan dari raja Pajajaran. Prabu Siliwangi tidak pernah pilih kasih.

Raja Pajajaran memang sakti mandraguna. Beliau per-nah bertapa di puncak Gunung Tangkuban Perahu. Perlengkapan semedi dibawa oleh pegawai istana yang tergabung dalam lembaga sasana padupan. Mereka membawa dupa, kemenyan, ratus, minyak wangi srimpi, kembang telon, kembang piton.

 Prabu Siliwangi duduk bersila memuja kepada Tuhan. Meditasi Prabu Siliwangi juga dilakukan di puncak gunung Malabar setiap bulan Sura. Raja Siliwangi ini juga tapa kidang, tapa kalong, tapa api dan tapa air.

Ibukota Pajajaran pindah ke Bogor pada tanggal 3 Juni 1482. Raja Pajajaran dipegang oleh Sri Baduga Maharaja. Sedangkan kota Priangan Bandung dikelola oleh Dipati Ukur. Wilayahnya lantas disebut dengan Kadipaten Tatar Ukur. 

Kerajaan Pajajaran tetap membawahi kadipaten Tatar Ukur. Para penguasa baru juga gemar semedi dengan tapa ngeli di sungai Citarum.

Dalam perjalanannya kerajaan Pajajaran berganti nama menjadi kerajaan Sumedang Larang pada tahun 1580. Rajanya bernama Kanjeng Sinuwun Prabu Geusan Ulun.

 Pemimpin kerajaan Sumedang Larang ini bersahabat erat dengan Panembahan Senopati raja Mataram yang memiliki istri Kanjeng Ratu Kidul. Penguasa Laut Selatan ini membantu kerajaan Sumedang Larang.

Hubungan kerajaan Mataram dengan kerajaan Sumedang Larang berjalan sangat harmonis. Pada tahun 1620 Sul-tan Agung berkunjung ke Sumedang Larang. Kedatangan raja Mataram disambut hangat oleh Prabu Suriadiwangsa, pimpinan Sumedang Larang. 

Sultan Agung memberi gelar Raden Suriadiwangsa dengan sebutan Pangeran Rangga Kusuma-dinata. Pada tahun 1624 Pangeran Rangga Kusumadinata berkunjung ke Sampang Madura.

Pada tahun 1632 Priangan Bandung dipimpin oleh Pangeran Dipati Rangga Gede.
 Pelantikan Bupati Bandung pada tanggal 20 April 1632, melanjutkan tradisi luhur yang diwariskan oleh Prabu Siliwangi. 

Hari bersejarah ini juga bersamaan dengan ulang tahun kabupaten Bandung, kabupaten Parakan Muncang dan kabupaten Sukapura.

Kabupaten Bandung pada tahun 1641 dipimpin oleh Tumenggung Wira Angu Angun. Beliau menjabat Bupati Bandung tahun 1641 – 1681.

 Penggantinya bernama Tumenggung Ardi Kusumah tahun 1681 – 1704. Beliau bersahabat erat dengan Sinuwun Amangkurat Amral yang menjadi raja Mataram Kartasura. Raden Ardinata menjabat Bupati Ban-dung tahun 1704 – 1747. Lantas dilanjutkan oleh Adipati Ha-tapraja tahun 1707 – 1763. Pangeran Anggadireja menjabat Bupati tahun 1763 – 1794.

 Selanjutnya para penguasa Bandung menjalin kekerabatan dengan kerajaan Mataram. Bandung bertambah jaya, makmur dan tersohor. Warisan budaya Sunda perlu dilestarikan. 

C. Pelestari Warisan Budaya Sunda. 

Para Bupati Bandung mengabdi demi kemuliaan warga Pasundan. Mereka adalah pewaris budaya besar. 

1. Tumenggung Wiraangunangun 1632 – 1681

2. Tumenggung Ardikusumah 1681 – 1704

3. Tumenggung Anggadireja I 1704 – 1747

4. Tumenggung Anggadireja II 1747 – 17630

5. R. Wiranatakusumah I 1769 – 1794

6. RA. Wiranatakusumah II 1794 – 1829

7. R. Wiranatakusumah III 1829 – 1846

8. R. Wiranata kusumah IV 1846 – 1874

9. R.A Kusumahdilaga 1874 – 1893

10. R.A.A Martanegara 1893 – 1918

11. R.H.A.A Wiranatakusumah V 1920 – 1931

12. R.T Hasan Sumadipraja 1931 – 1935

13. R.H.A.A Wiranatakusumah V 1935 – 1945

14. R.T.E Suriaputra 1945 – 1947

15. R.T.M Wiranatakusumah VI 1947 – 1956

16. R. Apandi Wiradiputra 1956 – 1957

17. R. Godjali Gandawidura 1957 – 1960

18. R. Memed Ardiwilagaa B.A. 1960 – 1967

19. Masturi 1967 – 1969

20. R.H Lily Sumantri 1969 – 1975

21. Sani Lupias Abdurachman 1980 – 1985

22. Cherman Effendi 1985 – 1990

23. H.U. Hatta Djatipermanaa, S.Ip 1990 – 2000

24. H. Obar Sobarna S.Ip 2000 – 2010

25. H. Dadang M. Nasser 2010 – 2015

26. Perry Suparman (Penjabat) 2015 – 2016

27. H. Dadang M. Nasser 2016 – 2021

Perjuangan para Bupati Bandung penuh dengan nilai keutamaan, kebajikan dan keteladanan. Mereka adalah pemimpin tangguh, utuh, sepuh, berpengaruh. Gagasan Prabu Siliwangi menjadi inspirasi mereka untuk menjalankan pengabdian. Kerajaan Pajajaran memberi bukti nyata atas keberhasilan masa silam.

Keunggulan Bupati Ardi Kusumah terletak pada kemampuan membuat tata kota.
 Pada tahun 1683 diundang Sinuwun Amangkurat Amral untuk menata pertamanan di Kartasura. 

Bupati Bandung ini punya selera estetika yang sangat tinggi. Perpaduan pepohonan dan bentuk bangunan terlihat asri berkat sentuhan tangan Tumenggung Ardi Kusumah.

Kanjeng Ratu Mas Balitar pada tahun 1716 menye-lenggarakan pelatihan menyusun tareh Nabi. Bupati Bandung Tumenggung Angga Direja I mengirim siswa-siswi untuk belajar sastra budaya di Kartasura.

 Program ini berlanjut pada tahun 1805 ketika Raden Ajeng Sukaptinah mengadakan kursus serat Wulangreh. Sedang para ibu-ibu dari Bandung diundang ke Laweyan untuk belajar batik motif sidomukti, parang dan truntum.

Raden Wirana Kusumah IV pada tahun 1870 diundang ke Madiun. Beliau turut mendukung pembangunan rel kereta api di seluruh tanah Jawa. Para kepala daerah berkumpul untuk membahas sistem transportasi massal yang mudah dan murah. 

Adipati Martanagara pada tahun 1912 diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan manajemen perkebunan di daerah Kembang Semarang dan Ampel Boyolali. Rombongan Bandung mendapat pengetahuan tentang budidaya kopi.

Bupati Bandung, Raden Tumenggung Hasan Sumadipraja pada tahun 1932 mengikuti pelatihan manajemen industri logam di Bekonang. Kegiatan ini atas undangan Sinuwun Paku Buwana X, raja Karaton Surakarta Hadiningrat. Kegiatan ini dalam rangka memperluas lapangan kerja.

 Para pemuda Bandung yang punya bakat dalam bidang pembuatan musik gamelan mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Kelak mereka dapat hidup mandiri dengan membuka lapangan kerja.

Berbahagialah warga kabupaten Bandung yang memiliki sejarah gemilang. Dengan belajar kehidupan masa lampau, masyarakat Bandung siap menata masa depan yang lebih cemerlang. 

Cita cita mulia ini diperjuangkan terus, sehingga kemuliaan menjadi kenyataan. Masa depan bagi masyarakat Bandung selalu bersinar terang benderang.

D. Babad Sangkuriang

Carios para sepuh baheula, dina leureung Banjar aya sahiji bagong putih, gawena ngan tatapa bae sarta tatapana geus leuwih puluh -puluh tahun. Ari anu ditapaanku manehna, hayang boga anak awewe sarta bangsa manusia. Tapi da tunggal mahlukna sarta damelna, sanajan bagong ku kersa Maha Suci nya dipasihan bae.

Dina hiji waktu bagong putih nyaba ka hiji tegalan deukeut kana wahangan Citanduy sarta niat buka ku hayang cai. Barang datang ka dinya, manggih sahiji batok balokan, hartina dewegan kalapa urut nu meulah sarta loba pisan. Ari eta balok-balokan asalna urut nu moro uncal ka dinya. Ari eta hiji balokan urut tuang Kangjeng Prabu Ratu Galuh serta tuluy bae Kangjeng Ratu Galuh kahampangan, caina ngempelang dina eta balokan.

 Ari geus marulih kapanggih ku bagong putih. Tina hayang nginum bagong putih leguk bae diinum. Ari geus nginum langkung- langkung nyaliarana kana awak bagong putih, kawas nu ngandeg reuneuh bae. Eta tegalan ayeuna geus jadi lembur sarta disebutna kampung balokang ku anu ayeuna.

Ayeuna bagong putih mulang bae ti Balokang sarta geus datang harita ka imahna. Ari geus lila-lila reuneuhna beuki gede bae. Ana gubrag orokna jelema sarta awewe geulis. Langkung -langkung bagong putih atoheunana, anakna diciuman, digalentor bari disusuan.

Cek hiji carios tuluy aya anu ngajenenganan, disebutna Nyai Dayang Sumbi atawa Nyai Rarasati. Ari geus gede dikukutna Nyai Dayang Sumbi ku bagong putih geus aya sapuluh taunna, pok nanyakeun bapa, “Ibu ari bapa kuring saha? Atawa jalma cara kuring atawa bagong saperti ibu?”

 “Euh, nyai anu geulis anak ibu, si nyai hanteu boga bapa. Mun enya mah, si nyai boga bapa meureun aya di dieu.” Lajeng walon Nyai Dayang Sumbi, “Euh, mustahil ibu, sakabeh makhluk ge pada boga bapa, bangsal jalma mah a’awa sato hewan, anging bangsa kakaian anu henteu aya bapana.”

Pasundan mengalami masa kejayaan pada jaman Kerajaan Pajajaran. Rakyat hidup makmur sejahtera bahagia. Murah sandang pangan papan. Prabu Siliwangi tampil sebagai pemimpin besar yang membawa suasana ayem ayom.

Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA 
Hp: 0878 6440 4347

Tidak ada komentar:

Posting Komentar