Serat Babad Banyumas memberi informasi yang terang benderang. Kawibawan kawidadan kabagyan lan kamulyan berkilauan. Tepa palupi merupakan tuntunan yang bersumber dari paugeran para leluhur.
Pada masa kerajaan Demak Bintara nama Banyumas masih disebut Banyukerto. Wilayah ini langsung diperintah oleh Kadipaten Semarang. Pembina wilayah Banyukerto dipegang oleh Ki Ageng Pandan Aran. Pembesar kadipaten Semarang ini masih keturunan Adipati Yunus Syah Alam Akbar, Sultan Demak Bintara.
Dhandhanggula
Babad Banyumas ingkang winarni,
Murwani jaman Demak Bintara,
Ganda melathi rinonce,
Angambar wangi arum,
Wedharan ing Tanah Jawi,
Lumantar Wali Sanga,
Gancar mbabar kawruh,
Jaka Tingkir Kraton Pajang,
Mandhegani murih basuki lestari,
Nama Joko Kahiman.
Lama kelamaan daerah Banyukerto semakin maju. Pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan berjalan lancar. Rakyat pun hidup makmur sejahtera. Kekuasaan Demak berpindah ke Pajang. Kerajaan Pajang diperintah oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Raja Pajang ini memang sakti mandraguna. Beliau masih berdarah Majapahit, Demak dan Pengging. Pada dirinya mengalir darah biru, bangsawan besar Jawa. Benar benar trahing kusuma rembesing madu, wijining amara tapa, tedhaking andana warih.
Kedudukan Joko Tingkir di Kerajaan Pajang sangat kuat. Begitu menduduki tahta semua kekuatan politik dirangkul. Selama memegang kekuasaan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya selalu bisa momong momor momot. Putra Sunan Prawoto pewaris Kasultanan Demak Bintara bernama Raden Joko Kahiman. Sewaktu berguru kepada Sunan Kalijaga, Joko Kahiman bernama santri Abdul Mukmin.
Sultan Hadiwijaya raja Pajang menetapkan Raden Joko Kahiman sebagai penguasa Banyukerto. Saat itu Banyukerto berstatus Kawedanan.
Kinanthi
Joko Kahiman satuhu,
Titis wasis samukawis,
Atmaja Sunan Prawata,
Kinen jumeneng Bupati,
Pangarsa tlatah Banyumas,
Dhawuh raja Jaka Tingkir.
Begitu Joko Kahiman dilantik status Banyukerto dinaikkan dari Kawedanan menjadi Kabupaten. Joko Kahiman resmi menjabat sebagai Bupati Banyukerto. Atas usul Pangeran Benawa, nama Banyukerto diubah menjadi Kabupaten Banyumas. Joko Kahiman menjadi bupati Banyumas sejak tanggal 22 Pebruari 1582 hingga1583, dengan gelar Tumenggung Purwonagara.
Kabupaten Banyumas berhasil sebagai daerah pemekaran. Penggantinya bernama Raden Ngabehi Martasura I yang memerintah tahun 1583-1600. Kekuasaan Jawa bergeser dari Pajang ke Mataram. Rajanya bernama Panembahan Senopati. Raden Ngabehi Martasura I berasal dari Paremono Muntilan Magelang.
Beliau masih putra Patih Manca Negara, perdana menteri jaman kerajaan Pajang selama tinggal di Magelang, Raden Ngabehi Martasura I belajar tata pemerintahan, tata praja dan udanagara. Pemerintahan Mataram selanjutnya dipegang oleh Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati.
Mijil
Bupati sigra sengkut makarti,
Manunggal gemolong,
Cipta rasa karsa karya gedhe,
Linambaran pakarti pekerti,
Banyumas sejati,
Gotong royong guyub rukun.
Bupati Banyumas dipegang pejabat baru. Beliau adalah Raden Ngabehi Martapura II. Istrinya berasal dari Pati, anak Ki Ageng Penjawi. Istri sang bupati populer disebut Ratu Adipati Wicaksono Arum. Beliau seorang putri linuwih, cerdas, ramah, cekatan, pintar, lincah, pemurah dan welas asih. Tentu saja kehadiran Ratu Adipati Wicaksono Arum menjadi idola buat sekalian warga Kadipaten Banyumas.
Wanudya ayu tama ngambar,
aruming kusuma, wadana asawang sari, o,
ri sedhenging purnama sidi,
netya njahit esmu lindri,
grana rungih milangeni,
tuhu mustikane putri tetunggule widodari.
Demikianlah penduduk Kabupaten memberi pujian kepada Nyonya Bupati Raden Ngabehi Martapura II. Rakyat betul betul ayem tentrem, aman damai dan guyub rukun. Daftar para Bupati Banyumas.
1. Raden Djoko Kahiman, 1582-1583. Dilantik pada masa kerajaan Pajang. Rajanya bernama Sultan Hadiwijaya.
2. Raden Ngabehi Martasura I, 1583-1600. Dilantik pada masa ke-rajaan Mataram. Rajanya bernama Panembahan Senopati.
3. Raden Ngabehi Martasura II, 1601-1620.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Prabu Hadi Hanyokrowati.
4. Raden Adipati Martayuda I, 1620-1650.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sultan Agung Hanyokrokusuma.
5. Raden Tumenggung Martayuda II, 1650-1678.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Amangkurat Agung.
6. Raden Tumenggung Suradipura, 1678-1707.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Amangkurat Amral.
7. Raden Tumenggung Yudanegara II, 1707-1745.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana I.
8. Raden Tumenggung Reksapraja, 1745-1749.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana II.
9. Raden Tumenggung Yudanegara III, 1749-1755.
Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
10. Raden Tumenggung Yudanegara IV, 1755-1780.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
11. Raden Tumenggung Tejakusuma, 1780-1788.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
12. Raden Tumenggung Yudanegara V, 1788-1816.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IV.
13. Raden Adipati Cakranegara I, 1816-1830.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IV.
14. Raden Tumenggung Mardireja II, 1830-1832.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana VII.
15. Raden Adipati Cakranagara II, 1832-1864.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana VII.
16. Raden Adipati Cakranagara III, 1864-1879.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IX.
17. KPA Martadireja III, 1879-1913. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IX.
18. KPAA Ganda Subrata, 1913-1933. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana X.
19. RAA Sujiman Ganda Subrata, 1933-1950.
Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana X.
20. R Moh Kabul Purwodireja, 1950-1953.
Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
21. RE Budiman, 1953-1957.
Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
22. M. Mirun Prawiradireja, 1957. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
23. Raden Bayu Nuntoro, 1957-1960.
Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
24. Raden Subagyo, 1960-1966. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
25. Letkol Sukarno Agung, 1966-1971. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
26. Kol Poedjadi Bandayuda, 1971-1978. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
27. Kol RG Rudjito, 1978-1988.
Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
28. Kol Djoko Sudantoko, 1988-1998.
Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
29. Kel Aris Setiono, 1998- 2008.
Dilantik pada masa Presiden BJ Habibie.
30. Drs. H Marjoko, 2008-2013.
Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.
31. Ir KPH Purbowinoto Achmad Husein, 2013.
Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.
Kanjeng Ratu Wiratsari Mengantar Kejayaan Kabupaten Banyumas. Prestasi Kabupaten Banyumas semakin cemerlang. Di mana mana nama Banyumas selalu jadi buah bibir. Publik dibuat terkagum -kagum pada hasil pembangunan segala bidang. Popularitas Banyumas sungguh moncer. Kemajuan kabupaten Banyumas tak lepas dari peran Kanjeng Ratu Wiratsari. Sinuwun Sri Susuhunan Amangkurat Agung, raja kraton Mataram keempat yang memerintah tahun 1645-1677. Selama memimpin Mataram, Amangkurat mendapat sokongan Kanjeng Ratu Wiratsari.
B. Ratu Wiratsari Pelopor Banyumas
Siapa Kanjeng Ratu Wiratsari yang menjadi garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung? Beliau adalah cicit Joko Tingkir. Ayahnya seorang Bupati Pengging, Pangeran Radin. Orang lebih mengenal dengan nama Pangeran Kajor. Beliau tuan tanah. Tanah Kajoran berada di mana mana. Singkat kata Ratu Wiratsari keturunan orang kaya. Apalagi semasa hidupnya di Banyumanik Semarang, Kanjeng Ratu Wiratsari punya bisnis, gamping, kayu jati, mebel, minyak tanah, perahu, pelayaran dan pelabuhan. Pada jamannya beliau pengusaha besar.
Tumenggung Yudanegara IV adalah Bupati Banyumas. Dia keturunan Ki Ageng Wonosobo. Masih kemenakan Kanjeng Ratu Wiratsari. Lagi pula pada masa kecilnya Tumenggung Yudanegara diasuh oleh permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung. Beliau seperti anak sendiri. Atas perintah Ratu Wiratsari, Bupati Banyumas membangun pesanggrahan Puja Retna di Batu Raden, kaki gunung Slamet. Vila mewah ini kerap digunakan oleh pejabat Mataram. Bahkan Sri Susuhunan Amangkurat Agung pernah menginap di pesanggrahan Puja Retna.
Rintisan peristirahatan di vila Puja Retna ini menjadi cikal bakal terbentuknya kawasan wisata Batu Raden. Lambat laun wisata Batu Raden terkenal sebagai tempat wisata pegunungan yang indah permai. Kanan kiri pesanggrahan Puja Retna ditanami teh, kopi, cengkeh, manggis, pepaya dan pisang. Taman wisata Batu Raden menjadi tempat menerima tamu saat berkunjung ke kabupaten Banyumas.
Selaku garwa pameswari atau ibu negara Kraton Mataram, Kanjeng Ratu Wiratsari memajukan perdagangan. Dibangun pasar di Ajibarang, Wangon dan Cilongok. Pasar ini dibangun pada tanggal 22 Pebruari 1659. Giliran jadwal pasaran demi pemerataan.
Gambuh
Bangunan saka kayu,
Ing pangajab pikantuk rahayu,
Amangkurat Kanjeng Ratu Wiratsari,
Banyumas tambah ngrembuyung,
Suka gembira rinaos.
Ratu Wiratsari mendirikan kantor di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Kantor darma wanita cabang Mataram ini multiguna. Pendapa dibangun dengan ruangan yang luas. Pelataran dibuat asri indah. Orang pun kerap bermain sekedar melepas lelah. Pendapa ini dilengkapi gamelan pelog slendro. Muda mudi berlatih seni, karawitan, pedalangan dan tari. Tiap malem Kamis Pahing bertepatan dengan wiyosan Kanjeng Ratu Wiratsari, para siswa seni ini diberi kesempatan untuk pentas. Suguhan mbanyu mili. Tentu semua merasa senang.
Bidang pertanian tidak lepas dari perhatian kanjeng Ratu Wiratsari. Pengairan diurus sebaik -baiknya. Kali Serayu diatur alirannya. Kanjeng Raden Tumenggung Tirtanagara adalah menteri pengairan Kraton Mataram. Selama tiga tahun ditugaskan untuk menata daerah aliran sungai Serayu. Bendungan banyak dibangun sebagai sarana irigasi pertanian yang meliputi daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Pada tanggal 22 Pebruari 1657 Sinuwun Amangkurat Agung meresmikan tata pengairan di Banyumas.
Gagasan untuk kesejahteraan terus digalakkan. Setiap bendungan ada budi daya perikanan. Tawes, kakap, nila, mujahir, lele, udang dipelihara dengan metode perikanan yang maju. Kanjeng Ratu Wiratsari memberi bantuan nyata. Tenaga ahli didatangkan dari negeri Tamasek Singapura. Hasilnya meningkat, kemakmuran berlipat ganda. Bahkan hasil perikanan Serayu Banyumas diekspor ke Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur.
Serayu
Adhuh segere banyune ing sendhang,
ilang kesele wis mari le mriyang,
banyune bening nyegerake ati,
kudu sing eling mring tindak kang suci.
Tembang Serayu khas Banyumasan tersebut populer di tengah masyarakat. Sebagai tanda ungkapan bersyukur.
Bagi masyarakat kabupaten Banyumas Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari adalah pahlawan besar. Beliau berdua mewariskan jasa yang patut dikenang sepanjang masa. Pada tanggal 10 Juli 1677 Sri Susuhunan Amangkurat Agung wafat di Lesmana Ajibarang Banyumas. Jenazahnya dimakamkan di daerah Pakuncen Tegal Arum Adiwerna Tegal.
Keagungan Purwokerto Sebagai Ibukota Kabupaten Banyumas. Kompleks perkantoran kabupaten Banyumas berada di kota Purwokerto. Nama Purwakerto diabadikan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari pada tahun 1659. Kesadaran historis perlu dikembangkan Daerah Banyukerto tetap dilestarikan dalam bentuk pemekaran morfologis. Kata majemuka Banyukerto lebih diperluas makna semantis, yaitu Banyumas dan Purwokerto. Banyumas berarti air emas. Lambang kejayaan, keemasan, kemakmuran. Purwokerto berarti asal mula berkarya, bekerja, berproduksi. Lambang kerja keras, perjuangan dan usaha mandiri. Kewibawaan, kawidadan, kamulyan lan karaharjan menyertai masyarakat kabupaten Banyumas yang beribukota di Purwokerto.
Pembangunan pendapa kabupaten Banyumas disertai dengan ritual dengan sesaji yang khusus. Soko guru atau tiang utama pendapa Kabupaten Banyumas terbuat dari kayu jati pilihan. Sengaja diambilkan kayu jati dari alas Donoloyo Wonogiri. Alas Donoloyo terkenal sebagai tempat wingit gawat kaliwat liwat. Penebangan kayu jati Donoloyo melalui prosesi ritual dan sesaji yang lengkap. Ratu Wiratsari mengerti betul adat istiadat yang diajarkan oleh leluhur.
Rombongan penebang kayu ini disertai pula sesepuh yang memimpin tata cara wilujengan. Lantas diadakan pentas tayuban lengkap dengan seniman wiyaga dan waranggana. Wilujengan dan tayuban merupakan syarat wajib dalam prosesi penebangan kayu jati Donoloyo. Pendapa Kabupaten Banyumas tampak menyinarkan aura kewibawaan.
Pemandangan ibukota Banyumas memang indah. Tata kota Purwokerto dibuat sesuai dengan standard arsitektur Mataram. Empat hal pokok yang pasti diatur, yakni pendapa kabupaten, pasar, alun- alun dan Masjid Agung.
Pendapa Kabupaten Banyumas di Purwokerto berbentuk joglo limasan. Ruang tengah dilengkapi dengan bagian pringgi-tan. Bagian belakang terdapat gadri kembar. Rerumputan, tanaman hias dan pepohonan ditata rapi. Mirip dengan taman Maerakaca. Atas saran Kanjeng Ratu Wiratsari, pendapa Kabupaten Banyumas terbuka untuk umum. Para seniman berprestasi diberi kesempatan unjuk kebolehan di ruang pendapa. Tumenggung Martayuda II beruntung sekali saat menjadi bupati.
Pembangunan kompleks perkantoran Bupati Banyumas di Purwakerto melibatkan juru ukir dari Sukodono, Tahunan, Jepara. Mereka adalah juru ukir ternama yang pernah mengabdi kepada Kanjeng Ratu Kalinyamat.
Asmarandana
Kanjeng Ratu Wiratsari,
Prameswari Amangkurat,
Yasa Kedhaton Pamase,
Ambangun tlatah Banyumas,
Ing Lesmana Ajibarang,
Pra kawula mesem ngguyu,
Kadang tani among dagang.
Kecintaan rakyat kepada Amangkurat begitu lekat. Sedangkan pondasi bangunan dikerjakan oleh ahli semen gamping dari Tuban. Sementara untuk penerangan dikerjakan oleh personil dari Cepu. Semua ahli bangunan itu didatangkan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari atas biaya sendiri. Maklum beliau memiliki sumber finansial yang berlimpah ruah. Usaha bisnis Ratu Wiratsari sedang lancar lancarnya. Jarak antar pusat daerah dibuat 30 km dari wilayah Cilacap, Kebumen, Banjar-negara dan Bumiayu. Tata kota yang ideal.
Alun-alun digunakan sebagai ruang publik. Siang malam orang berkunjung. Pedagang mainan, minuman dan makanan selalu beruntung. Tapi semua berjalan tertib, karena warga terlatih untuk taat aturan. Alun -alun benar- benar tempat yang regeng dan nggayeng. Sebelahnya dibangun Masjid Agung lengkap dengan bedug Isworogomo yang legendaris. Bedug Isworo gomo ini hadiah dari Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak Bintara.
Pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat ditata dengan jadwal yang ketat. Pasar induk dijadwal pada Rabu Pon. Setiap lima hari sekali pasar itu beroperasi. Tujuannya untuk pemerataan penghasilan. Jarak antar pasar rata-rata 5 km. Ada pasar Wage, pasar Kliwon, pasar Legi, pasar Paing. Penjadwalan ini menjadi tradisi unik di Tanah Jawa.
Megatruh
Sarwa luhur Banyumas wilayah subur,
Kabawah kraton Mentawis,
Raja Amangkurat Agung,
Sarta Ratu Wiratsari,
Pura Pamase mencorong.
Banyumas makin tersohor. Untuk menghidupkan roda ekonomi, Kanjeng Ratu Wiratsari membina kelompok pengrajin batik dari Gumelem Susukan Banjarnegara. Letaknya di lereng gunung Giri Larangan. Kerajinan batik Gumelem memperlancar arus perdagangan di Kabupaten Banyumas. Hadirnya pasar, sawah, kerajinan, perkebunan dan perdagangan ini mengantarkan Banyumas sebagai kabupaten yang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Janturan tentang situasi yang ideal ini bisa menjadi kegiatan pada masa sekarang.
C. Seni Gagrak Banyumas
Seni Edi Peni Budaya Adi Luhung Gagrag Banyumasan. Seni edi peni selalu berhubungan dengan aspek keindahan atau estetika. Budaya adi luhung berhubungan dengan nilai filosofis atau keluhuran Kanjeng Ratu Wiratsari, permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung betul betul memberi keseimbangan dalam unsur cerita rasa karsa karya. Kreativitas Kanjeng Ratu Wiratsari mendapat dukungan penuh dari kerajaan Mataram.
Pucung
Desa gunung seni tumangkar ngrembuyung,
Wilayah Banyumas,
Kanjeng Ratu Wiratsari,
Amangkurat nata agung hayuningrat.
Tembang ngumandhang ing awang awang. Seperangkat gamelan pelog slendro dibawa dari Beko-nang Sukoharjo. Sinuwun Amangkurat Agung menamakan Gamelan Kyai Harjomanis. Artinya gamelan yang memberi suasana sejahtera bahagia buat seluruh warga Banyumas. Pertama kali gamelan ditabuh dengan gendhing Ganda Mastuti laras pelog pathet nem. Tujuannya agar sekalian pembesar dan penduduk mendapatkan keselamatan lahir batin.
Gendhing Ganda Mastuti yang ditabuh dengan mat -matan mengalun pelan. Iringannya meliputi gender, rebab, gambang, suling, kendhang bem, kendhang ketipung, kethuk, kenong, kempul. Suara gamelan pelan, tetapi nyaring melantunkan puja -puji. Tumenggung Martayuda II selaku Bupati Banyumas seolah -olah mendapat energi positif. Memang gendhing Ganda Mastuti memuat renungan. Cakupan atau syair diambil dari tembang kinanthi pethikan serat Nitisruti karya Pangeran Karanggayam.
Pagelaran ini pernah dilakukan dengan megah. Pada malam pahargyan yang digelar pada tanggal 5 September 1663, juga dipentaskan budaya Tirta Kencana. Tirta berarti banyu kencana berarti emas. Bedaya Tirta Kencana karya Sinuwun Amang-kurat Agung ini dipersembahkan buat kawula dasih kabupaten Banyumas. Sebegitu dalam rasa cinta Sinuwun Amangkurat Agung pada masyarakat Banyumas. Sudah selayaknya gamelan Kyai Harjomanis dan Bedaya Tirta Kencana dilestarikan sebagai pusaka kabupaten.
Pangkur
Dhatulaya Ajibarang,
Papan sumber emas kencana rukmi,
Nata Amangkurat Agung,
Wiratsari kang garwa,
Paring dhawuh mrih Banyumas wutuh tangguh,
Kuwat drajat pangkat semat,
Sugih bandha bandhu budi.
Pahargyan budaya adi luhung berlangsung rutin teratur. Malam berikutnya digelar wayang purwa dengan lakon Begawan Ciptowening. Lakon ini bercerita tentang perjuangan hidup yang mengutamakan konsep pemikiran dan kebersihan hati. Teladannya adalah Raden Arjuna, sang satria agung, lelananging jagad. Arjuna berhasil memberantas satru murka berkat kepandaian dan kerelaan. Dalam pentas ini Sinuwun Amangkurat Agung secara simbolik memberi pelajaran tentang budi pekerti luhur. Sura dira Jayaningrat lebur dening pangastuti.
Pada awal pagelaran wayang purwa, Sinuwun Amangkurat Agung paring dhawuh kepada wiyaga dan waranggana. Masyarakat Banyumas punya keahlian nderes kelapa untuk dijadikan gula. Oleh karena itu adanya istilah gula klapa berasal dari Banyumas. Gula berwarna merah, kelapa berwarna putih. Bendera gula klapa merujuk pada warna merah putih.
Adegan kedhatonan diisi dengan lagu -lagu sigrak gumyak. Sudah barang tentu lagunya berkaitan dengan sistem produksi kabupaten Banyumas dan sekitarnya. Berkumandanglah gendhing ricik- ricik Banyumas, Puji, Srepeg Banyumas, Gunung Slamet dan Gula Klapa. Masing- masing gendhing ini mempunyai nilai etis filosofis yang tinggi. Syairnya memuat tuntunan tontonan dan tatanan.
Jasa besar Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan garwa prameswari Kanjeng Ratu Wiratsari harus dilestarikan. Keduanya merupakan priyayi luhur yang mewariskan keutamaan, kemuliaan dan keteladanan. Sri Susuhunan Amangkurat Agung adalah raja Mataram yang menjunjung tinggi prinsip ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.
Sedang Kanjeng Ratu Wiratsari merupakan mustikane putri tetunggule widadari. Sedang Raden Tumenggung Martayuda II adalah Bupati sembada wirotama. Masyarakat Banyumas labuh labet Sinuwun Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari dengan tinta emas.
Kabupaten Banyumas yang selalu berulang tahun tiap tanggal 22 Pebruari punya sejarah yang panjang. Kekayaan alam yang siap diolah bisa membuat kemakmuran. Budaya adi luhung menyebabkan masyarakat hidup guyub rukun. Seni edi peni memperlancar jiwa segar. Sejarah budaya, seni dan lingkungan di kabupaten Banyumas siap menyongsong masa depan yang lebih cemerlang.
Sinom
Garwa dalem Amangkurat,
Kanjeng Ratu Wiratsari,
Katelah Ratu Kencana,
Tedhak turun Jaka Tingkir,
Nyata putri linuwih,
Tingkah laku agung luhur,
Mbangun nagri Mataram,
Gemah ripah loh jinawi,
Wiwit brang wetan nganti tlatah Banyumas.
Babad Banyumas berisi wulangan wejangan wedharan. Amangkurat Agung raja Mataram selalu dikenang oleh masyarakat Banyumas.
Maskumambang
Bungah susah yekti gawane ngaurip,
Kawula tlatah Banyumas,
Mersudi luhuring budi,
Suwita Kraton Mataram.
Orang Banyumas bangga sebagai kawula Mataram.
Istana kedhaton Pamase di Lesmana Ajibarang Banyumas dibangun oleh Kanjeng Ratu Wiratsari garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung dengan amat megah mewah indah. Gagrak Banyumas makin tersebar mencar kawentar. Pengaruh sampai Banjarmasin Kalimantan Selatan. Sekarang berdiri Universitas Lambung Mangkurat.
D. Amangkurat Banyumas
Pilihan Banyumas sebagai kantor cabang Mataram memang tepat. Keuntungan finansial dan kultural begitu besar. Terutama dari segi diplomasi kenegaraan. Misalnya lewat usaha pertambangan emas di desa Pancurendhang Ajibarang Banyumas.
Durma
Tuking rukmi aneng desa Pancurendhang,
Rajabrana mas micis,
Sumber penghasilan,
Tumrap praja Mataram,
Mbudidaya Wiratsari,
Sri Amangkurat,
Mersudi urup urip.
Raja Mataram Pelopor Tambang Emas.
Pada tanggal 24 Apri 1646 Amangkurat, raja Mataram mendirikan istana Kedhaton Pamase di Lesmana Ajibarang Banyumas. Istana ini sekaligus kantor usaha pertambangan yang terkenal di kawasan Asia Tenggara.
Usaha pertambangan emas itu dilakukan di desa Pancurendang kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Keahlian Amangkurat dalam bidang pertambangan diperoleh semasa belajar di Negeri Jerman.
Bagaimana biografi raja Mataram ini? Nama kecil Amangkurat Banyumas atau Amangkurat I atau Amangkurat Agung yakni Gusti Raden Mas Sayidin. Ayahnya adalah Sultan Agung Hanyakra Kusuma raja Mataram tahun 1613-1645. Ibunya adalah Ratu Batang.
Kelak Gusti Raden Mas Sayidin pada tahun 1645 menjadi raja Mataram keempat. Bergelar Sinuwun Amangkurat Agung atau Amangkurat Banyumas Senapati Ing Ngalaga Khalifahtullah Ngabdurrahman Sayidin Panetep Panatagama.
Menikah dengan Ratu Mas, putri Pangeran Pekik Bupati Surabaya. Lahir Raden Rahmat Kuning. Kelak bergelar Sinuwun Amangkurat Surabaya atau Amangkurat Amral raja Mataram tahun 1677-1703. Ratu Mas sumare di Astana Pajimatan Girilaya.
Garwa prameswari kedua bernama Kanjeng Ratu Wiratsari atau Kanjeng Ratu Kencana. Lahir Gusti Raden Mas Drajad. Kelak bergelar Sinuwun Paku Buwana I raja Mataram tahun 1708-1719. Dengan garwa prameswari Kanjeng Ratu Mas Balitar.
Masa kejayaan pantas dikenang.
Kejayaan nenek moyang kita diungkapkan dengan istilah negeri kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Masa kejayaan Kraton Majapahit diteruskan oleh Kraton Demak, Pajang dan Mataram.
Kerajaan Mataram membawahi Kabupaten Tegal. Secara kronologis raja yang pernah memerintah kraton Mataram yaitu:
Panembahan Senopati (1575-1601).
Prabu Hanyakrawati (1601-1613).
Sultan Agung (1613-1645).
Susuhunan Amangkurat Agung (1645-1677).
Susuhunan Amangkurat Amral (1677-1703).
Susuhunan Amangkurat Mas (1703-1708).
Susuhunan Paku Buwana I (1708-1719).
Susuhunan Amangkurat Jawa (1719-1726)
Susuhunan Paku Buwana II (1726-1749).
Susuhunan Paku Buwana III (1749-1788)
Raja keempat Kraton Mataram (1645-1677) adalah Sri Susuhunan Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Agung atau Susuhunan Tegal Arum. Nama kecil Sri Susuhunan Amangkurat Agung adalah Gusti Raden Mas Sayidin. Sejak remaja gemar mencari ilmu, rajin beribadah dan taat kepada orang tua. Ayahnya bernama Sultan Agung, yang mewariskan nilai keluhuran, kebajikan, kepahlawanan dan keteladanan. Sri Amangkurat Agung dididik oleh Sultan Agung dalam bidang kenegaraan, pemerintahan, keagamaan, kesenian, kesusilaan.
Dalam kehidupan sehari hari Amangkurat atau GRM Sayidin suka bersedekah, berjiwa sosial dan selalu memikirkan nasib orang lain. Beliau menjalankan perintah agama sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama. Agama ageming aji, dengan memeluk agama maka hidup menjadi terarah dan benar. Orang akan selamat di dunia dan akhirat.
Perjalanan sejarah Sri Susuhunan Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Agung perlu dipelajari, dipahami, dikaji, agar kita mendapat hikmah, suri tauladan. Beliau adalah raja Mataram yang besar dan terhormat.
Bagaimana kisah Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau Amangkurat Banyumas ? Beginilah kisah nyata yang sesuai dengan fakta sejarah. Dinasti Mataram selanjutnya dipimpin oleh Sunan Amangkurat I. Bratadiningrat (1990) meriwayatkan silsilah Sunan Amangkurat I. Kutipan dalam bahasa Jawa secara lengkap adalah sebagai berikut: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung utawi Amangkurat Banyumas Ing Nagari Mataram, putra Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Miyos saking Prameswari Dalem G.K.R. Kulon.
Asalsilahipun Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung utawi Ama Banyumas Nagari Mataram:
Ingkang Sinuwun Prabu Brawijaya V ing Majapahit, peputra.
R. Bondhan Kejawen Ki Ageng Tarup III, peputra:
Ki Ageng Dhukuh ing Wonosobo, peputra
Pangeran Madhe Pandhan peputra:
R. Adipati Mondoroko, Ki Jurumartani, peputra:
Pangeran Adipati Hupasanta ing Batang, peputra:
G.K.R.Kulon, karan G.K.R. Batang, peputra
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Agung, ing Mataram. G.R.K. Sayidin.
Prameswari dalem nomer 1 putrinipun Pangeran Pekik saking Surabaya. K.R. Kulon. Prameswari dalem nomer 2 putrinipun Panembahan Radin, ing Pajang. G.K.R.Wetan. Putra Putri Dalem sadaya:
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Mas Amral, miyos saking Prameswari GKR Mas.
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I (Puger), miyos saking Prameswari Dalem nomer 2, G.K.R. Wiratsari
G.R.Ay. Pamot.
G.P.H. Martosono
G.P.H. Singasari.
G.P.H. Silarong.
G.P.H. Notoprojo.
G.P.H. Ronggosatoto.
G.P.H. Panular.
G.R.Ay.Adip. Sindurejo.
G.R.Ay. Kletingkuning.
G.R.Ay. Mangkuyudo.
G.R.Ay.Adip. Mangkuprojo.
G.P.H. Mataram.
G.R.Ay. Danurejo.
G.R.Ay. Wiromenggolo.
Banyumas wilayah penting. Kabupaten Tegal merupakan pendukung utama kepemimpinan Sunan Amangkurat Agung. Di Kabupaten Tegal terdapat handai taulan, kerabat jaringan yang sangat setia pada Amangkurat Agung yang bertahta di Mataram. Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Agung berhubungan erat dengan para pejabat, seniman, cendekiawan, budayawan, pengusaha di wilayah pesisir utara dan barat Mataram.
Mulai dari Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Purworejo, Temanggung, Magelang selalu berhubungan manis. Diplomasi juga dengan daerah Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Batang, Semarang, Jepara, Pati, Rembang, Tuban, dan Lamongan yang merupakan kawasan pesisir utara bersahabat erat dengan Sunan Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Agung. Sunan Amangkurat Agung terlampau populer. Amangkurat Banyumas begitu luhur misuwur.
Istana Kedhaton Pamase Ajibarang Banyumas.
Mataram punya pusat pemerintahan yang berada di Lesmana Ajibarang Banyumas. Istana Mataram ini bernama Kedhaton Pamase. Amangkurat Banyumas adalah sebutan untuk Amangkurat I. Karena lama tinggal di Banyumas.
Kraton Mataram semakin terkenal, arum kuncara nganti jaban rangkah. Rakyat hidup makmur. Sandang pangan berlimpah ruah. Kesenian mengagumkan sampai manca negara. Pendidikan maju. Semua anak Jawa dapat membaca aksara Jawa.
Istana dibangun megah nan indah. Kerajinan perak Kotagedhe, batik Pekalongan, tekstil Laweyan dan ukir ukiran Jepara dibina. Sri Amangkurat Agung atau Amangkurat Banyumas menjadi sosok hebat, kuat, berbakat, bersahabat, bermartabat, berderajat, berpangkat dan memikat.
Popularitas Amangkurat Agung membuat cemburu, panas hati dan iri di kalangan pengusaha dan penguasa di wilayah bang wetan. Persaingan politik dan bisnis antara pesisir utara dan bang wetan memang cukup sengit. Sri Amangkurat difitnah, namanya dijelek jelekkan, reputasinya dirusak.
Tetapi Allah Swt tidak sare. Tuhan Maha Tahu. Allah Maha Adil. Sing becik bakal ketitik, sing ala bakal ketara. Hukum alam pasti berbicara. Sing nandur bakal ngundhuh. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Sinar keagungan Sri Amangkurat selamanya tetap memancar ke seluruh penjuru jagat raya, marbabak bang sumirat, keneng soroting surya, mega lan gunung gunung.
Agenda Kerajaan Mataram mempunyai tradisi untuk tedhak, yaitu berkunjung ke daerah seluruh kabupaten di tanah Jawa. Sri Amangkurat rajin menyapa kawula alit, rakyat jelata di pesisir dan manca negara. Terjalin hubungan batin yang mendalam. Semua kayungyun marang pepoyaning kautaman. Sing cedhak mangklung, sing adoh mentiyung. Sami pasok blondhong pengareng-areng, peni peni raja peni, guru bakal guru dadi.
Raja Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Agung mempunyai jadwal kunjungan kerja ke wilayah barat dan pesisir utara. Rute perjalanan yang ditempuh mulai tanggal 28 Juni 1677 berangkat dari Plered. Kunjungan kerja pada tanggal 1 Juli 1677 berada di daerah Bocor Kedu. Tanggal 2 Juli 1677 rombongan Amangkurat Agung melakukan bawa rasa dengan Bupati Kebumen. Kunjungan selanjutnya terjadi pada tanggal 5 Juli 1677 di Kabupaten Cilacap. Sunan Amangkurat Agung karena fisiknya sudah tua dan merasa mendapat firasat bahwa usianya tidak panjang lagi, maka beliau beristirahat di desa Lesmana Ajibarang Banyumas, antara tanggal 6 – 10 Juli 1677. Selama empat hari tersebut Sunan Amangkurat Agung memberi wejangan luhur kepada rombongan dan pengikutnya. Sampai saat ini satu satunya kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mendapat kehormatan untuk pemakaman raja adalah kabupaten Tegal. Masyarakat Tegal beserta aparatnya pantas berbangga dan berbesar hati. Semua Bupati Tegal menghormati Sunan Amangkurat Agung sebagai tokoh yang pantas diteladani.
Wasiat terakhir dari Sri Susuhunan Amangkurat Agung adalah bila beliau wafat atau surud ing kasidan jati supaya dikebumikan di Desa Pakuncen, Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Upacara pemakaman Sri Amangkurat Agung dipimpin langsung oleh KRT Martoloyo, Bupati Tegal dengan penuh kebesaran. Prosesi pemakaman pada tanggal 13 Juli 1677. Karena sumare di Tegal, maka disebut Sri Susuhunan Amangkurat Tegalarum.
Jasa besar Sri Susuhunan Amangkurat terutama dalam bidang ekonomi. Dari Banyukerto berubah menjadi Banyumas. Karena menjadi sentra pertambangan emas.
Usaha Tambang Emas.
Usaha tambang emas yang dilakukan oleh Amangkurat sukses gemilang. Kantor usaha pertambangan itu di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Tempat usaha pertambangan emas di desa Pancurendang. Dekat dengan istana kedhaton pamase. Hasil tambang itu digunakan untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Mataram tampil sebagai negara yang berwibawa. Sri Susuhunan Amangkurat memerintah Kraton Mataram tahun 1645-1677. Saat menjadi raja, Sri Amangkurat berhasil menjadikan Kerajaan Mataram sebagai negara yang makmur, aman damai.
Sandang pangan tercukupi, sehingga kehidupan rakyat guyub rukun. Sawah, irigasi, bendungan dibangun dan dipelihara dengan baik. Tanaman padi, ketela dan jagung tumbuh ijo royo royo.
Tata kelola air sungguh menjadi perhatian yang utama bagi Sri Amangkurat.
Kali Opak, Kali Oya, Kali Winanga, Kali Serayu, Kali Progo, Kali Gung, Kali Brantas, Umbul Pengging dan Umbul Cakra dijaga dan diatur. Gunung, hutan rimbun dengan aneka hewani dan nabati. Gunung Kendheng, Gunung Lawu, Gunung Sundara, Sumbing dan Slamet dijadikan sebagai kawasan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian alam.
Kunjungan Sri Amangkurat ke berbagai daerah ditujukan untuk mempererat hubungan pemimpin rakyat atau manunggaling kawula Gusti.
Daerah kunjungan Sri Amangkurat yaitu: Malang, Tulungagung, Ponorogo, Tuban, Rembang, Jepara, Semarang, Batang, Pekalongan, Cilacap dan Tegal. Setiap kali berkunjung ke pelosok, segenap rakyat selalu menyambut dengan gegap gempita. Sri Amangkurat memang raja agung binathara, mbahu dhendha nyakrawati.
Bidang rohani dan pendidikan budi pekerti mendapat prioritas utama. Masjid, mushala dan surau dibangun dengan kayu jati terpilih.
Sanggar sanggar seni diberi bantuan. Kerawitan, pedalang-an, tari dan teater berkembang pesat. Kerajaan Mataram betul betul ideal. Sri Amangkurat berprinsip pada ajaran, amemangun karyenak tyasing sesama.
Alangkah indahnya sejarah Banyumas Sebagai Ibukota Kraton Mataram. Setiap hari Kamis Sri Amangkurat memberi jatah makan kepada fakir miskin, kaum dhuafa, janda dan anak yatim. Nasib mereka menjadi tanggungan raja Mataram. Tidak boleh rakyatnya kelaparan. Sebagai seorang raja, nyata nyata Sri Amangkurat punya tanggung jawab penuh.
Sri Amangkurat Banyumas paring banyu marang wong kasatan, paring payung marang wong kudanan, paring teken marang wong kalunyon, paring obor marang wong kepetengen.
Selama menjadi raja Mataram, memang Sri Amangkurat Banyumas menjalin hubungan diplomasi dan bisnis dengan negara sahabat. India, Cina, Arab, Afrika dan Eropa pernah diajak kerjasama yang saling menguntungkan. Kraton Mataram terkenal sebagai penghasil beras, palawija, kayu jati, batu permata, kerajinan perak, kain batik, gamelan dan wayang.
Karya warga Mataram itu sungguh telah mendatangkan kemakmuran. Interaksi sosial Sri Amangkurat berdasarkan ajaran Rahmatan lil alamin, memayu hayuning bawana, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berkeadilan.
Kraton Mataram mengalami masa kejayaan, keemasan, cemerlang, gemilang. Kerajaan Mataram di bawah kepemimpinan Sri Susuhunan Amangkurat Banyumas atau Agung menjadi negara besar dan kuat, gedhe obore, padhang jagade, jero tancepe, adoh kuncarane, ampuh kawibawane.
Sudah selayaknya jika Bupati Tegal, Ki Enthus Susmono memberi nama pusat pemerintahan Kabupaten Tegal dengan nama kebesaran Pendopo Amangkurat Tegalarum atau Amangkurat Banyumas.
Nama Amangkurat Agung atau Amangkurat Banyumas atau Amangkurat Tegalarum atau Amangkurat I betul betul agung. Wangi semerbak ke kanan dan ke kiri. Raja Amangkurat Mataram sejak tahun 1645 memerintah Kraton Mataram dengan bijak bestari.
Narendra gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil para marta, Ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.
Amangkurat Banyumas memang mengalirkan peradaban emas.
Tambang emas di desa Pancurendang Ajibarang Banyumas dilakukan Amangkurat Agung sejak tahun 1645. Kas kerajaan Mataram berlimpah ruah. Seluruh rakyat menjadi subur makmur kaya raya.
Oleh: Purwadi
Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara. Hp 087864404347
Tidak ada komentar:
Posting Komentar