Rabu, 27 Januari 2021

SEJARAH ALAS PURWO TEMPAT SEMEDI RAJA AIRLANGGA

A.Alas Purwo sebagai Papan Nenuwun. 

Bagi kalangan masyarakat Jawa, Alas Purwo dianggap sebagai tempat nenuwun. Tiap punya hajad mesti melakukan tata cara sesuai dengan paugeran yang sudah diwariskan turun tumurun. 

Alas Purwo berada di Kabupaten Banyuwangi. Dari segi makna memang mengandung ajaran filosofis luhur. Banyuwangi Berarti Air yang Selalu Menaburkan Bau Harum Semerbak ke Segala Penjuru

Masyarakat sekitar alas Purwo ahli dalam olah sastra bahasa. Banyu artinya air. Wangi artinya harum. Ada istilah lain banyu, yaitu tirta, toya, her, udaka, ranu, tuban, har, sindu, sunda, sangkara, tita, sangaka, hap, warih.

Kata wangi disebut juga arum, amrik, mingeng, ngambar, wida. Banyuwangi mengandung arti air kehidupan atau tirta perwitasari yang membawa suasana harum semerbak. Masyarakat Banyuwangi selalu mantab dalam hal kepribadian, kokoh dalam hal jatidiri, riang gembira dalam segala suasana.

Wanginya percikan air berkaitan dengan ritual di alas Purwo. Danyang yang menguasai Alas Purwo bernama Kyai Balabatu. Segala mahluk halus di wilayah Blambangan Banyuwangi tunduk pada perintah Kyai Balabatu. 

Nama harum Banyuwangi sudah terkenal sejak jaman kerajaan Bali dari Wangsa Marwadewa. Prabu Udayana pada tahun 1004 melakukan ritual kenegaraan di Alas Purwo. Pada tahun 1053 Raja Airlangga juga mahas ing ngasepi tapa brata di Alas Purwa. Beliau dianggap sebagai titisan Wisnu yang bertugas memelihara perdamaian dunia atau memayu hayuning bawana.

Alas Purwo Blambangan ini menjadi tempat Prabu Airlangga mendapat wahyu keprabon. Orang Banyuwangi menyebut sebagai wahyu Cakraningrat. Barang siapa mendapat wahyu Cakraningrat nak tumanak run tumurun anak cucunya berbakat anugerah drajat pangkat semat. Cahaya biru cumlorot masuk ke dalam tubuh Prabu Airlangga. Berarti dirinya kepanjingan wahyu.

Pada kenyataannya Prabu Airlangga mampu memimpin negeri Kahuripan dengan gemilang. Aparat negara berwibawa, hukum berjalan tegak adil, rakyat makmur, murah sandang pangan papan. Keturunan Prabu Airlangga lestari menjawa kuasa wibawa. Kerajaan Jenggala, Daha, Panjalu, Kediri adalah keturunan langsung Prabu Airlangga yang selalu melakukan tata semedi di Alas Purwa Banyuwangi. Prabu Kertanegara juga bertapa brata di Alas Purwa pada tahun 1264. Raja Singosari ini memang cinta seni budaya.

Atas restu Prabu Kertanegara ini para seniman Blambangan menciptakan tari Gandrung. Perpaduan umum budaya Bali, Madura dan Jawa. Gerakan lincah, tabuhan kendang kempul yang meriah, disajikan dengan busana indah. Penampilan tari Gandrung sungguh megah. Pada tahun 1265 tari Gandrung ditampilkan di pendopo kerajaan Singosari.

Perhatian Prabu Jayanegara raja Majapahit pun begitu besar pada wilayah Blambangan. Secara rutin pada bulan Suro Prabu Jayanegara mengadakan upacara ritual di Alas Purwo. Dengan dibantu abdi dalem Purwo Kinanthi Prabu Jayanegara pada tahun 1317 melakukan sesaji Raja Wedha. Upacara sesaji ini diikuti tokoh spiritual dari Gunung Agung Bali, Gunung Ijen, Gunung Raung, Gunung Argopuro, Gunung Bromo, Gunung Semeru dan Gunung Penanggungan.

Berturut-turut raja Majapahit berikutnya juga mengikuti jejak leluhur. Alas Purwo tetap dihormati sebagai kawasan sakral. Raden Wijaya pun tahun 1293 kepanjingan wahyu keprabon di Alas Purwa. Sudah sepantasnya para penerusnya tetap melestarikan budaya luhur itu. Prabu Tri Bhuana Tungga  Dewi dan Prabu Hayamwuruk malah menata iringan tari Gandrung. Raja Majapahit pun pintar membawakan tari Gandrung. Setiap hari Respati Manis, diselenggarakan gladhen tari gagrag Blambangan.

Prabu Hayamwuruk memberi hadiah kain sutra buat penari Gandrung pada tahun 1358. Juga Prabu Brawijaya yang sakti mandraguna itu menjadikan tari Gandrung sebagai pusaka kerajaan Majapahit. Setiap selesai tingalan jumenengan kraton Majapahit, tari Gandrung dipentaskan di Sasana Handrawina.

Penguasa Blambangan Prabu Tawang Alun yang berkuasa tahun 1536 – 1580 juga menjadikan tari Gandrung sebagai pusaka istana. Para penguasa menganggap tari Gandrung dapat mendatangkan kemakmuran. Para petani suka nanggap tari Gandrung. Hama, penyakit, wabah akan sirna oleh alunan gerak tari Gandrung.

Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, raja kraton Pajang pada tahun 1562 berkunjung ke wilayah Blambangan. Beliau disertai Patih Mancanegara membawa seperangkat alat musik. Gong suwuk, kempul nem, kethuk dan kendhang diberikan kepada Prabu Tawang Alun. Persahabatan Joko Tingkir dengan Prabu Tawang Alun sangat akrab. Beliau berdua terkenal sebagai pemimpin yang sakti mandraguna.

Sesaji di Alas Purwo dilakukan tiap tahun. Bertujuan untuk mendapatkan rasa ayem tentrem, sejahtera aman makmur. 

B.Pelestarian Adat Istiadat Nenek Moyang. 

Para Bupati Banyuwangi  selalu menaburkan ganda semerbak wangi. Gandaning kang sekar gadhung. Lan kembang kembang menur. Kang esmu arum. Winor lan oyod oyodan. Kadi kusuma memba bathara. 

Pimpinan Banyuwangi menghormati adat Istiadat yang telah turun tumurun. Inilah bentuk kearifan lokal di era global. 

1.Adipati Wiroguno I  1773 – 1782

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

2.Adipati Wiroguno II  1782 – 1818

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

3.Adipati Surenggono 1818 – 1832

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

4.Adipati Wiryo Hadi Danuningrat  1832 – 1867

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

5.Adipati Pringgokusumo 1867 – 1881

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

6.Adipati Aryo Sugondo  1881 – 1888

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

7.Adipati Astro Kusumo 1888 – 1889

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

8.Adipati Joyo Surenggono 1889 – 1908

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

9.Adipati Kusumonagoro  1905 – 1910

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

10.Adipati Notodiningrat 1910 – 1920

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

11.Adipati Noto Hadisuryo 1920 – 1930

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

12.Adipati Murtajab 1930 – 1935

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

13.Adipati Ahmad Prastika 1935 – 1942

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

14.Adipati Usman Sumodinoto  1942 – 1947

Dilantik pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja Kraton Surakarta Hadiningrat.

15.R Ahmad Kusumonagoro 1947 – 1949

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

16.Moh Abiwinoto 1949 – 1949

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

17.Sukarbi 1949 – 1950

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

18.Usman Sumodinoto  1950 – 1955

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

19.Noto Sugito 1955 – 1965

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

20.Suwarno Kanapi 1965 – 1966

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

21.Joko Supaat Slamet 1966 – 1978

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

22.Susilo Suharto 1978 – 1983

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

23.Joko Wasito 1983 – 1988

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

24.Harwin Wasisto 1988 – 1991

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

25.Purnowo Sidik 1991 – 2000

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

26.Ir. Samsul Hadi 2000 – 2005

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

27.Ratna Ani Lestari 2005 – 2010

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

28.Abdullah Azwar Anas 2010 -2020.

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Daya upaya para pemimpin terasah, berkat ketajaman mata batin. Mereka biasa menjalankan ilmu laku. 

C.Pembesar Banyuwangi Lelaku di Alas Purwo. 

Resmi sudah status Kabupaten Banyuwangi. Pemimpin dan rakyat wilujengan di alas Purwo. 

Tanda wujud syukur dengan lek lekan. Padha gulangen ing kalbu. Ing sasmita amrih lantip. Segenap sesepuh melakukan tirakatan. 

Kabupaten Banyuwangi secara resmi berdiri pada tanggal 18 Desember 1771. Peresmian dilakukan oleh Kanjeng Sinuwun Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat. Pemekaran kabupaten Banyuwangi terjadi atas wasiat Gusti Kanjeng Ratu Mas, putri Bupati Lamongan, Pangeran Purboyo. Sebetulnya  Bupati Lamongan masih keturunan penguasa Blambangan, Prabu Tawang Alun.

Pejabat Bupati Banyuwangi diserahkan kepada seorang tokoh yang bijak bestari, dermawan, kaya raya, luhur budi, cakap, trampil dan menguasai bidang tata pemerintahan. Beliau bernama Raden Mas Alit, keturunan Prabu Tawang Alun yang pernah berguru kepada Pangeran Kadilangu di Demak Bintara. Setelah menjabat Bupati Banyuwangi sejak tahun 1773, Raden Mas Alit bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Adipati Wiroguno I.

Alas Purwo digunakan untuk upacara adat. Terlebih dulu para sesepuh tirakatan. Mereka cegah dhahar lawan guling. 

Pada tahun 1818 Adipati Surenggono selaku Bupati Banyuwangi membangun pelabuhan Ketapang. Dulunya pelabuhan Ketapang masih sederhana, lantas dilengkapi dengan penginapan dan fasilitas perbelanjaan. Hubungan Banyuwangi dengan pulau Bali semakin mudah dan murah. Kedua daerah ini bekerja sama dalam bidang seni budaya, terutama musik dan tari.

Peresmian pelabuhan Ketapang dilangsungkan pentas seni. Pentas pertama disajikan oleh seniman dari daerah Pesanggaran, Bangorejo, Purwokarjo, Muncar. Pentas malam kedua giliran seniman dari daerah Tegaldlimo, Cluring, Gambiran, Srono, Genteng, Glenmore, Kalibaru. Pentas malam ketiga giliran seniman dari daerah Singojuruh, Rogojampi, Kabat, Glagah, Giri. Pentas malam keempat giliran seniman dari daerah Wongsorejo, Songgon, Sempu, Kalipuro. Malam kelima diserahkan pada seniman dari daerah Silir Agung, Tegalsari, Licin, Blimbingsari. 

Tiap tahun diselenggarakan upacara adat di alas Purwo. Dengan menampilkan seni budaya Banyuwangen. 

Danyang yang menempati Alas Purwo tiap tahun ingin diberi persembahan. Seni gagrag Banyuwangen bentuk persembahan yang disukai oleh para mahluk halus. 

Lelagon Banyuwangen diyakini sebagai sarana keselarasan alam. Lantunan suara yang magis estetis membuat mahluk halus tidak mau mengganggu kehidupan masyarakat. 

Pementasan seni budaya Banyuwangi selalu tampil meriah, megah, mwah, indah, gagah dan lincah. Syair-syair lelagon Banyuwangi bersifat natural, artinya dekat dengan alam. Laut, gunung, sawah dan tanaman menjadi inspirasi untuk kreasi kesenian. Pembinaan para pemimpin Banyuwangi menambah bobot kualitas seni.

Kabupaten Banyuwangi cukup sukses menampilkan atraksi seni budaya. Wisatawan lokal, domestik dan internasional berbondong bondong ke Banyuwangi. Dari sana berbagi rasa bahagia. 

Alam Alas Purwo sungguh indah, seindah namanya. Banyuwangi yang menghadirkan suasana wangi. Untuk menuju Banyuwangi sejak dulu amat mudah. Stasiun kereta api sudah beroperasi dengan teratur. Juga ada perjalanan lewat udara. Banyuwangi sungguh bikin senang. Bahkan sekalian mahluk halus di alas Purwo pun bisa menikmati. 

D. Persembahan Buat Danyang Alas Purwo. 

Lelagon Banyuwangen dipercaya sangat magis. Para mahluk halus di Alas Purwo merasa bahagia saat gendhing gagrag Banyuwangen berkumandang merdu. 


Padhang Bulan Banyuwangi


Padhang bulan ing pesisir Banyuwangi

Padhang bulan ing pesisir Banyuwangi


Kinclong kingclong segarane kaya kaca

Kinclong kingclong segarane kaya kaca


Lanang wadon bebarengan suka-suka

Eling-eling ya padha elinga


Perjuangan kanggo nusa bangsa

Pancasila dasar negara kita


Pesisir Banyuwangi sungguh indah dilukiskan dalam bentuk nyanyian. Lagu padhang bulan ini memberi penjelasan tentang obyek wisata di pesisir pantai kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Tempatnya indah dan cocok untuk melepas lelah. Tua muda pria wanita datang untuk bersenang-senang. Meskipun demikian mereka tetap menjaga etika. Siang malam selalu eling lan waspada. Tidak lupa berjuang untuk nusa dan bangsa, dengan falsafah negara Pancasila. Itulah perwujudan hidup yang ayem tentrem damai sejahtera. 


Sambel Kemangi 


Enake jangan asem kecut, sambel kemangi

Mangane bubar nyambut gawe

Sanadyan lawuhe tempe, ning sehat awake


Segere ngombe banyu kendhi, rokok nglinting dhewe

Nadyan mung manggon ana desa

Nyatane ayem tentrem, seneng sakluwarga


Aku trima watone pokok seger waras

Kayaku klumpukna kanggo ngragati sawah

Uga tuku bibit lan rabuke, mangan saben dinane, sega sambel kemangi

Enak apa wong urip ing alam donya

Yen wegah rekasa uripe ora bisa mulya

Kudangane rama lan ibune, sregepa nyambut gawe, aja lali Gustine.


Masyarakat Banyuwangi gemar dengan lagu Sambel Kemangi yang melukiskan suasana pedesaan. Sambel kemangi mudah membuatnya dan murah harganya. Cocok untuk lauk pauk sega liwet yang masih hangat. Banyak pesinden yang kerap melantunkan lagu sambel kemangi. Hama dari segala penjuru akan menyingkir begitu lagu Banyuwangen berkumandang. 


Langit Biru


Langit katon biru, nana mega nana mendhung

Lintang kelap kelip, Candra dewi mesem ayu


Angin silir-silir, Wong turu nana kang nglilir

Padhange kumencar, Sesawangan nyenengna ati


Langit katon biru, Nana mega nana mendhung

Lintang kelap kelip, Candra dewi mesem ayu


Angin silir-silir, Wong turu nana kang nglilir

Padhange kumencar, Sesawangan nyenengna ati

Langit biru wulane ayu, Adheme banyu, Nggeget nong untu


Yakin sekali bahwa lelagon Banyuwangen bisa untuk tolak balak. Penyanyi Banyuwangi gemar melantunkan lagu Langit Biru. Angkasa raya berhamparan warna biru. Bintang-bintang yang bertebaran pun menjadi perhiasan yang menarik. Air gemericik mengalir terasa sejuk dan dingin. Mata yang memandang dan telinga yang mendengar akan merasa nyaman. Banyak penyanyi Banyuwangi sungguh trampil membawakan lagu.


Wulan Andhung-andhung


Wulan andhung-andhung

Ya rama tuwa 

Saben wulan saben tahun

Sinare candra dewi

Alamak kapilu madhang

Mendem gadhung bakalan wurung

Wulan andhung-andhung

Ana padhang ana mendhung

Alamak tangise wong lanang

Kang keduhung

Yung yung klapa dhoyong

Awakku ya keloyong-loyong.


Bulan andung-andung

Datang datanglah

Saat kangen saat rindu

Indahnya bulan purnama, aduh kangmas

Sinarmu yang terang

Tiba-tiba ketutup awan

Hatiku pun sedih

Bunga layu alam sendu, aduh kangmas

Menunggu sinarmu yang terang

Tak terasa berlinang

Air mataku berlinang-linang


Bulan tertutup mendung

Di mana cahyamu

Yang bersinar indah dulu

Bulan berganti tahun, aduh kangmas

Menanti kekasih

Janji pergi akan kembali

Hatiku pun sedih

Bunga layu alam sendu, aduh kangmas

Mengharap kekasih kembali

Tak terasa berlinang

Air mataku berlinang-linang.


Bulan andung-andung

Datang datanglah

Saat kangen saat rindu

Indahnya bulan purnama, aduh kangmas

Sinarmu yang terang

Tiba-tiba ketutup awan

Hatiku pun sedih

Bunga layu alam sendu, aduh kangmas

Menunggu sinarmu yang terang

Tak terasa berlinang

Air mataku berlinang-linang


Bulan tertutup mendung

Di mana cahyamu

Yang bersinar indah dulu

Bulan berganti tahun, aduh kangmas

Menanti kekasih

Janji pergi akan kembali

Hatiku pun sedih

Bunga layu alam sendu, aduh kangmas

Mengharap kekasih kembali

Tak terasa berlinang

Air mataku berlinang-linang.


Nyanyian yang berjudul Andhung andhung ini begitu populer di kalangan masyarakat Banyuwangi. Lagu gagrag Banyuwangen ini populer di kalangan rakyat. Lagi pula mahluk halus di alas Purwo suka pada lelagon Banyuwangen. 

Cocok untuk membuat suasana yang meriah dan bersuasana alami. Mbak Sumiati dan Nini Karlina adalah penyanyi yang mengangkat tema daerah Banyuwangi. Semoga tetap berharga. Cendekiawan meneliti dengan tekun seluk beluk kesenian yang berkembang di daerah Banyuwangi. Kita berharap Banyuwangi tetap menjadi pusat seni budaya.


Angon Bebek


Mak bapak ingsun arep mlaku, Angon bebek turut pinggire banyu

Bebeke sing lagi gebyur-gebyuran, Angon bebek tengah sawahan

Ra perduli panas lan udan, Bebek ilang ora karuwan

Ngrasakna awak sar-saran


Sedina-dina neng tengah sawah, Angon bebek seneng gebyur-gebyuran

Sing angon atine bungah lan susah, Mikirna semak sing ana omah

Mikirna sing arep diolah, Urip urip sing ora betah

Ngupayaa urip kang genah


Mak bapak ingsun arep mlaku, Angon bebek turut pinggire banyu. 

Bebeke sing lagi gebyur gebyuran, Mikirna simak sing ana omah. 

Mikirna sing arep diolah, Urip urip sing ora betah. 

Ngupayaa urip kang genah. 


Mahluk halus di alas Purwo juga punya darah seni. Kesadaran masyarakat kabupaten Banyuwangi untuk beternak sangat tinggi. untuk memenuhi gizi keluarga mereka melakukan aktivitas peternakan unggas. Angon Bebek dilakukan di tengah sawah dengan penuh kerelaan dan kedamaian. 

Berkumandangnya lelagon Banyuwangen sebetulnya digemari oleh mahluk halus yang menunggu Alas Purwo. Lagu ini memberi gambaran tentang seseorang yang sedang angon bebek. Dia rajin bekerja dalam keadaan panas dan hujan. Tanggung jawab dalam mencukupi keluarga. Masyarakat Banyuwangi suka bekerja secara mandiri dan berdikari. 

Alas Purwo dianggap hutan tertua di Pulau Jawa. Wajar jika alas Purwo punya suasana gawat kaliwat liwat, angker kepati pati.

Untuk itu perlu syarat sarana, agar tawa tawar. Artinya Alas Purwo harus diperlakukan dengan penuh kehormatan. Yakni bertingkah laku sesuai dengan paugeran.

Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar