Sabtu, 02 Januari 2021

SEJARAH BENGAWAN SOLO

 

A. Umbul Cokro Pengging Kali Larangan Mata Air Bengawan Solo 

Lagu Bengawan Solo 

Bengawan Solo, riwayatmu kini. Sedari dulu jadi perhatian insani. Musim kemarau tak seberapa airmu. Di musim hujan air meluap sampai jauh. Mata airmu dari Solo. Terkurung gunung seribu. Air meluap sampai jauh. Dan akhirnya ke laut. Itu perahu riwayatnya dulu. Kaum pedagang selalu. Naik itu perahu.

Komponis Gesang dengan tepat menggambarkan keadaan bengawan Solo. Lagu langgam keroncong ini telah mendunia. Di negeri Jepang, Korea, taiwan lagu ciptaan Gesang amat populer sejak pertengahan abad 20. Liriknya sederhana, tapi maknanya mengena. Karya asli anak bangsa yang menghadirkan rasa hormat dan bangga. Bisa digunakan sebagai kaca benggala buat generasi muda. Agar mau berusaha, bekerja dan berkarya.

Gumrojog banyu bening. Tuking gunung Umbul Cokro Pengging. Mili ngetan tumuju Kali Larangan. Kartasura Surakarta. Sakbanjure mili neng Bengawan Gedhe.

Pada tahun 1547 Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya raja Pajang membangun Umbul Cokro dan Umbul Pengging. Kawasan ini merupakan mata air yang sangat baik. Airnya jernih mengalir sepanjang masa. Berguna untuk pengairan sawah yang subur. Daerah Klaten, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo ini mendapat limpahan air dari Cokro Pengging. Maka sejak dulu daerah ini menjadi lumbung padi.

Air umbul Cokro Pengging mengalir ke arah timur. Bertemu di Kartasura. Aliran disambung di Kali Larangan menuju kota Solo. Dulu aliran sepanjang 20 KM ini dijaga ketat oleh petugas. Kordinatornya KRT Tirtonagoro, pejabat Karaton Surakarta Hadiningrat yang mengurus irigasi. 

Kebersihan kali Larangan terjaga betul. Orang bisa langsung minum di kali. Malah minum di kali larangan dipercaya sebagai obat. Mencari jodoh dan ingin punya anak pun, orang mau minum langsung di Kali Larangan.

Kali Larangan yang legendaris ini airnya bertumpah di bengawan Solo. Dikatakan kali Larangan berarti kemewahan. Larang dalam bahasa Jawa berarti mahal, mewah, elit, lux, bagus, hebat, istimewa. Betapa tidak. Mewahnya kali larangan, terbukti dipelihara, dirawat, dan digunakan untuk keperluan Karaton Surakarta Hadiningrat dan pura Mangkunegaran. Maka tiap 500 M dijaga dan diawasi. Mirip dengan merawat tirta perwita sari dalam lakon Dewaruci.

Panembahan Senapati raja Mataram tapa kungkum di Umbul Pasiraman Pengging tahun 1586. Hulu bengawan Solo sungguh mengagumkan. Di sekitar umbul cokro Pengging ini hidup tokoh besar dalam sejarah Jawa. Sebut saja Sri Makurung Handayaningrat, Ki Ageng Pengging, Joko Tingkir, Syekh Siti Jenar, Ratu Pembayun, Kyai Yasadipura, Tumenggung Padmanagara dan Ranggawarsita. Semua raja Mataram menjalankan laku ritual siram jamas di Umbul Cokro Pengging. Tempat ini pusat sarjana dan bangsawan utama.

Sumber mata air yang tak kalah pentingnya adalah Kaliworo Kemalang Klaten di kaki Gunung Merapi. Airnya menampung dari daerah Kemalang, Manisrenggo, Karangnongko, Prambanan, Gantiwarno. Berubah aliran menjadi sungai Dengkeng. Mengalir sepanjang kaki bukit gunung ijo, ke arah timur. Meliputi daerah Wedhi, Bayat, cawas, Juwiring, Karangdowo dan bergabung di Sukoharjo dengan bengawan Solo. Kanan kiri aliran ini banyak insan yang suwita kepada Karaton Surakarta Hadiningrat sebagai abdi dalem.

Pendidikan cipta rasa karsa dikembangkan oleh Sinuwun Amangkurat Tegal Arum tahun 1652. Sejak dulu sampai sekarang peradaban tumbuh subur di daerah ini. Kuliner, batik, gerabah, gamelan, industri, kerajinan bisa tampil di tingkat dunia. Bangsa manca banyak yang belajar beragam ketrampilan. 

Kesenian pedalangan, kerawitan, kesusasteraan, gendhing, tari berkembang pesat. Gambaran tentang kebajikan dan keindahan mudah ditemukan. Jagad gumelar dan jagad gumulung berjalan dengan baik. Mereka bisa menunjukkan keagungan dan keanggunan. Inilah konsep seni edi peni budaya adi luhung. 

Pada jaman dahulu sebelum ada kereta api, para pedagang dan orang-orang yang akan bepergian melewati Bengawan Solo, naik perahu. Saat itu perahu-perahu yang beraktivitas di Bengawan Solo jumlahnya sampai ratusan. Beroperasi hanya pada saat musim penghujan, sebab airnya besar. Jika musim kemarau tidak dapat dilewati perahu. Jika air bengawan sedang pasang, banyak perahu yang hilir mudik membawa dagangan dari Ngawi menuju ke Cepu, Bojonegoro, Babat, Sedayu dan Gresik. 

Bengawan Solo menjadi ramai. Tempat yang digunakan untuk berlabuh perahu dagang menjadi tempat yang ramai. Para pemborong Cina yang membeli kayu jati, cara membawanya cukup dengan menceburkan kayu ke bengawan kemudian kayu-kayu tersebut digandeng-gandeng dijadikan gethek. Dengan cara seperti itu kayu-kayu akan cepat terkirim. 

Tanah di pinggir Bengawan Solo bersifat gembur, hal itu disebabkan karena tanahnya bercampur dengan pasir lembut dan biasa disebut wedheg. Para warga yang tinggal di dekat Bengawan banyak yang mengambil wedheg tersebut, digunakan untuk mengurug halaman supaya terlihat bersih. Ada lagi tanah yang terbawa banjir, berhenti di pinggir yang dinamakan waled. Waled dapat dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanaman.

Di setren pinggir Bengawan tanaman dapat tumbuh dengan subur. Misalnya tembakau, jagung, terung, krai, semangka, cabe, kacang dan lain-lain. Mata pencaharian penduduk di sekitar bengawan adalah mencari pasir dan kerikil. Keduanya biasa dijual sampai ke luar daerah. Selain mencari pasir dan kerikil ada pula yang mencari ikan sebab di Bengawan Solo, ikannya beraneka macam, misalnya ikan badher, wagal, lempuk rengkik, kakap, wader pacal, trumpah, udang, senggaringan dan sebagainya. Alat yang dipakai untuk mencari ikan adalah jala, samber, jaring, pancing, bandhang, cundhit, sisir, ayap, benco, waring, cempuling dan lain-lain.

B. Kahyangan Dlepih Kali Keduwang

Tirta perwira sari merupakan banyu panguripan kang ngemu surasa kawruh sejati. Kitab Dewauci yang diciptakan Pujangga Kyai Yasadipura tahun 1743 ini memuat ngelmu kasampurnan. Sebagaimana jernihnya Umbul Cakra Pengging. Sumber mata air lainnya juga memuat nilai sakral Kejawen. Perjalanan sejarah menyertai aliran Bengawan Solo dari hulu hingga hilir. 

Kini sumber air sakral berasal Gunung Sewu. Mata air yang mengalir ke bengawan Solo berasal dari sumber kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Tempat ini menjadi pesanggrahan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul. Maka kerap dijadikan untuk lelaku. Orang percaya bahwa doa di sini akan terkabul. Calon Lurah, Bupati, Gubernur dan Presiden melakukan ritual di kahyangan Dlepih. Orang Jawa merasa lebih mantab menggunakan cara nenuwun.

Air di pegunungan sewu punya khasiat prima. Semua wanita yang terkena percikan banyu gunung sewu, pasti mukanya berseri dan bersinar. Mata air bengawan Solo ini terlebih dulu melewati kali Keduwang. Sinuwun Paku Buwono lX raja Surakarta tahun 1861 sampai 1893 sering tapa ngeli di kali keduwang. Kali keduwang menjadi sarana angkutan kayu jati dari Alas Donoloyo. Kayu jati Donoloyo ini bahan utama bangunan Karaton Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran. Pangeran Sambernyawa atau Sri Mangkunegara I tahun 1758 melekukan tapa kungkum di Kali Keduwang Wonogiri. 

Kayu hayu hayat lambang urip urup. Cara menebang kayu jati Alas Donoloyo menggunakan sesaji dan ritual khusus. Sesaji dari Kraton Surakarta Hadiningrat dipersiapkan oleh abdi dalem Purwo kinanthi. Lantas diselenggarakan wilujengan yang dipimpin ulama Kraton. Semua peserta harus berbusana kejawen jangkep.

Nyamping, beskap, blangkon, samir, keris, sabuk wala, sabuk timang untuk pria. Sanggulan, kebaya hitam dan nyampingan untuk putri. Khusus abdi dalem Purwo kinanthi berbusana kemben. Wilujengan selesai lalu kayu jati boleh ditebang. Dilakukan dengan hati hati. Jangan sampai sembrono. Bisa kuwalat. Ini pekerjaan yang diawasi oleh para leluhur.

Penebangan kayu jati selesai. Ada ritual baku. Sebelum diangkut lewat kali keduwang, harus tayuban. Tayub, ditata supaya guyub. Ledhek terpilih diundang untuk unjuk kebolehan. Mereka ledhek terpilih yang terampil nembang dan njoged. Hadirin mendapat kesempatan ngibing. Lagunya diawali dengan gendhing talu. Ayak srepeg sampak laras slendro pathet manyura berkumandang. Dilanjutkan dengan lagu ganda mastuti. Ketua panitia membawa sapu dan obor. Pengiring membawa sesaji makanan sambil berjoged. Diiringi gendhing kalaganjur. Satu per satu hadirin mendapat sampur kehormatan. Suasana regeng seneng nggayeng.

Kayu kentir atau hanyut di kali keduwang. Terus bersambung ke bengawan Solo. Tiba di Langenharjo Sukoharjo. Abdi dalem siap menjemput. Kayu diambil dan ditumpuk di Pelataran pesanggrahan Langenharjo yang megah indah dan mewah. Diselenggarakan rual kesenian dengan nanggap wayang. Lakonnya Babad Wonomarto. Dalang, wiyaga dan waranggana diberi atribut mastis, yakni sumping gajah oling. Atribut ini berfungsi untuk menolak balak dan gangguan makhluk halus yang tidak kasat mripat. Pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini berlangsung meriah. Baru kayu diangkut dengan gerobak. Kusir gerobak didampingi tukang gerong yang pintar ura ura dan rengeng rengeng.

Bengawan Solo memiliki ritual yang menarik. Pada tahun 1839 Adipati Yudodiningrat, bupati Ngawi melakukan ritual tapa Ngeli di aliran Bengawan Solo. Beliau ndherek Sinuwun Surakarta. Karena berkaitan dengan eksistensi pusat kekuasaan Jawa. Raja Paku Buwono, berarti penguat dan pengikat jagad raya. Keberadaan air bengawan Solo juga dipasok dari Grojogan sewu bawah gunung Lawu. Air ini selalu digunakan untuk sesuci oleh Sinuwun Prabu Brawijaya, raja Majapahit kang sekti mandraguna,wicaksana alus ing budi. 

Adipati Puwodiprojo Bupati Ngawi tahun 1887 sampai 1902 selalu menjalankan tapa kungkum. Tepi Bengawan Solo dijaga kebersihan. Jumlah air yang ditampung bengawan Solo berasal dari berbagai Kabupaten. Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten atau SUBOSUKO WONOSRATEN. Di luar Solo raya menampung air dari Kabupaten Grobogan dan Blora. Lantas sebagian karesidenan Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan. Masuk wilayah Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya. Terakhir bengawan Solo bermuara ke selat Madura.

Sebelah kiri aliran bengawan Solo terdapat jajaran pegunungan Kendheng. Gunung ini kaya dengan tambang semen, kayu jati, minyak tanah, padi gogo dan burung perkutut. Serat Centhini karya Sinuwun Paku Buwono V raja Surakarta tahun 1820 sampai 1823. Kitab Jawa klasik membahas dengan rinci kekayaan gunung Kendheng. Sebelah kanan aliran bengawan Solo adalah jajaran pegunungan Renteng.

Lelagon gendhing menjadi sarana pembelajaran. Ada lagu anak anak yang bersuasana gembira terkenal pada tahun 1950. Cepu Bojonegoro, lor Rembang kidul Blora. Mengetan Tuban. Babad lan Lamongan, Gresik Surabaya. 

Lagu ini menggambarkan geografi lokal. Cocok sebagai bahan ajar untuk siswa SD. Cocok untuk pengenalan lingkungan dan geografi. Penyajian bahan ajar cocok dengan jiwa anak yang memerlukan nuansa estetis. Learning by playing, belajar sambil bermain. Konsep makarya sinambi ura ura.

Ternyata bengawan Solo menjadi penyangga kehidupan, kekayaan, kebudayaan dan kebajikan. Inilah ganjaran dari Tuhan. Semoga membuahkan kebagian bagi sekalian umat manusia. Tanah Jawa mulya ngejayeng jagad raya. Matur nuwun. 

Mata air Bengawan Solo berasal dari wilayah Karesidenan Surakarta, letaknya di sisi tenggara Pegunungan Seribu. Dari mata air alirannya menuju ke barat daya, menjadi tapal batas bagi Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri. Selanjutnya belok ke barat, masuk ke wilayah Wonogiri. Sampai di Kakap belok ke utara. Di sebelah selatan kota Wonogiri Bengawan Solo dialiri sungai Keduwang, yang mata airnya berasal dari Gunung Lawu. 

Setelah melewati kota Wonogiri alirannya berbelok ke barat laut, di wilayah ini mendapat aliran dari sungai Dengkeng, mata airnya berasal dari Gunung Merapi. Dari sini aliran sungai mengarah ke timur laut, setelah sampai di kota Sala mendapat aliran dari sungai Pepe, dengan mata air berasal dari Gunung Merbabu. Aliran Bengawan Solo masih terus ke arah timur laut. 

Di sini aliran sungai bertemu dengan aliran sungai Kedhungbang, dengan sumber mata air berasal dari Gunung Lawu. Begitu aliran sungai sampai di desa Sokawati sebelah utara kota Sragen, Bengawan Solo mengarah ke timur sampai di perbatasan Kabupaten Ngawi dengan Sragen, di situ mendapat aliran air dari sungai Kedungbanteng, dengan mata air dari Gunung Lawu. 

Dari tempat inilah aliran Bengawan Solo masuk ke wilayah Kabupaten Ngawi. Aliran airnya lurus ke arah timur. Sampai di kota Ngawi bertemu dengan Bengawan Madiun yang juga dinamakan sungai Gentong. Dari pertemuan kedua aliran sungai ini, Bengawan Solo menjadi sungai yang besar sehingga bisa dilewati perahu sampai di muaranya yaitu laut selatan. 

Sungai Gentong disebut juga Bengawan Madiun sebab melewati kota Madiun. Bengawan Madiun (sungai Gentong) airnya besar, karena mendapatkan aliran beberapa sungai dari wilayah Ponorogo, Magetan, Madiun dan Ngawi. Dari kota Ngawi Bengawan Solo belok ke utara masuk ke wilayah Karesidenan Rembang. Sungai ini menjadi tapal batas bagi Kabupaten Blora dengan Kabupaten Bojonegoro. 

Aliran Bengawan Solo masih terus ke utara sampai di Cepu menjadi muara dari sungai Bathokan yang mata airnya berasal dari Gunung Gamping. Dari sini aliran sungai masuk ke Kabupaten Bojonegoro, sampai di sebelah timur kedistrikan Padangan menjadi muara bagi sungai Gandhongan yang mendapatkan mata air dari Gunung Pandan. Aliran Bengawan Solo masih terus ke timur dan menjadi muara dari sungai Tidu, mata airnya juga dari Gunung Pandan. Mulai dari kecamatan Malo, aliran air Bengawan Solo terus saja ke timur melewati Kabupaten Tuban, Gresik dan masih terus ke arah timur sampai di kota Sedayu aliran Bengawan Solo masuk ke samudra, di sebelah utara teluk Madura.

Sejak tanggal 17 Maret 2020 masyarakat dunia dihebohkan dengan adanya wabah corona. Pemerintah Indonesia menjalankan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah menyebarnya wabah corona. Caranya dengan melakukan pengetatan interaksi sosial. Kerumunan yang mendatangkan masa besar dicegah. 

Untuk membantu program pemerintah ini para seniman yang sedang menempuh pendidikan di Institut Seni Surakarta melakukan kegiatan ritual estetis. Misalnya mbak Sasinta Dewi Saraya menjalankan Tari Persembahan. Bentuknya berupa beksan gambyong magis. Mbak  Sasinta Dewi Saraya menari di pinggir aliran bengawan Solo. Tujuannya supaya alam lelembut dan pedanyangan yang menguasai aliran bengawan Solo bisa turut serta meredakan wabah dunia. 

Kegiatan seni ritual yang dilakukan mbak Sasinta Dewi Saraya mahasiswi jurusan Tari Insistitut Seni Surakarta ini selaras dengan program pemerintah yang mencegah bahayanya covid 19. Dukungan atas kegiatan seni budaya ini mendapat perhatian dari kalangan penghayat kejawen. 

C. Tempat Wingit Angker Sepanjang Aliran Bengawan

Pada musim penghujan jika curah hujannya sudah tinggi, Bengawan Solo selalu banjir. Banjir yang ditimbulkan sampai merendam desa-desa di sekitar bengawan. Sawah berhektar-hektar rusak karena diterjang banjir. Hewan-hewan peliharaan banyak yang mati, penduduknya harus mengungsi karena rumah-rumah banyak yang rusak. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir bisa mencapai jutaan rupiah. Di bawah ini beberapa daerah di sepanjang aliran Bengawan Solo yang dianggap keramat.

1. Kerek

Di sebelah utara Kota Ngawi, ada tempat yang dinamakan Kerek. Disebut Kerek, karena jika ada perahu yang mudik, perahunya harus dituntun memakai tali tambang dan ditarik oleh orang yang berjalan di pinggir bengawan. Sebab aliran airnya deras sekali dan posisi bengawan yang sangat miring.

2. Kedung Maya

Di sepanjang aliran Bengawan Solo ada lagi sebuah desa, namanya desa Kuwung. Pemimpinnya bernama Kyai Ageng Kuwung. Pada suatu hari Kyai Ageng sedang berjalan-jalan, melihat kalau di sungai Kurung ada anak laki-laki yang hanyut, tersangkut pada pepohonan. Oleh Kyai Ageng anak tersebut ditolong, ternyata masih hidup. Anak itu kemudian dijadikan penggembala di rumahnya, diberi tugas menggembala kerbau. Karena waktu ditemukan tersangkut (kesangsang, Jw) maka dia diberi nama Jaka Sangsang. Sebenarnya Jaka Sangsang adalah anak angkat mBok Randha dari Jambe, wajahnya tampan. 

Hewan peliharaan Kyai Ageng banyak sekali, sehingga penggembalanya juga banyak. Karena jumlah kerbaunya banyak maka kalau sedang berendam bersama-sama akan terlihat seperti semut. Oleh karena itu bekas tempat yang dipakai untuk berendam menjadi sungai, dinamakan sungai Semut. 

Diceritakan, pada suatu malam Jaka Sangsang dan teman-temannya tidur di pendapa Kyai Ageng. Di tengah malam Dewi Maya, putri Kyai Ageng Kuwung kebetulan keluar dan melihat jika dari tubuh Jaka Sangsang memancarkan cahaya terang. Sang Dewi lalu mendekatinya. Kain yang dipakai Jaka Sangsang kemudian diikat. Esok paginya Dewi bilang kepada Kyai Ageng, minta supaya dinikahkan dengan anak penggembala yang kainnya sudah diikat.

Kyai Ageng lalu memanggil seluruh penggembalanya. Setelah berkumpul, diteliti. Kain yang ada ikatannya, yaitu yang dipakai oleh Jaka Sangsang. Karena Jaka Sangsang sudah dewasa maka langsung dinikahkan dengan Dewi Maya. Tetapi Kyai Ageng merasa malu karena putrinya hanya mendapatkan seorang penggembala. Karena saking malunya Jaka Sangsang hendak dipisahkan dengan Dewi Maya. Kyai Ageng mendapat akal. Jaka Sangsang disuruh mengabdi di Kraton Pajang. Terlaksana, pada suatu hari Jaka Sangsang diberi surat oleh Kyai Ageng supaya diantarkan ke Pajang. 

Ringkas cerita di Pajang pengabdian Jaka Sangsang diterima. Karena wajahnya yang tampan maka Jaka Sangsang diambil menjadi menantu, dinikahkan dengan sang putri yang cantik jelita. Oleh karena sudah lama berada di Pajang, Jaka Sangsang berpamitan dengan istrinya, untuk pulang ke kampung halamannya di desa Kuwung. Sang putri pun mengijinkan. Dewi Maya yang sudah lama ditinggal suaminya, pada suatu hari pergi dari rumah hendak menyusul ke Pajang. 

Jalannya harus menyeberangi Bengawan Solo yang pada waktu itu airnya sedang surut, sehingga bisa diseberangi. Jalannya baru sampai di tengah Bengawan Dewi Maya terpeleset jatuh, hanyut dan tenggelam di bagian sungai yang dalam. Hal ini yang menjadi penyebab kematiannya. Pada saat itu perjalanan Jaka Sangsang sudah sampai di dekat kedhung, melihat ada kerumunan orang. Jaka Sangsang melongok ke kedhung, dan melihat Dewi Maya melambai-lambaikan tangannya minta pertolongan. 

Jaka Sangsang pun langsung menceburkan diri ke dalam kedhung untuk menolong, tetapi tidak bisa bahkan ikut tenggelam dan meninggal. Putri Pajang yang sudah lama ditinggal suaminya, segera menyusul ke desa Kuwung. Ketika perjalanannya sampai di dekat kedhung ada yang bilang, jika Jaka Sangsang mati tercebur ke dalam kedhung. Mendengar laporan itu, Sang Putri pun langsung menceburkan dirinya ke dalam kedhung sehingga meninggal. 

Dengan adanya kejadian ini, maka kedhung tersebut diberi nama Kedhung Maya dan menjadi tempat yang keramat. Jika ada perahu yang lewat di tempat itu, para penumpangnya harus diam, tidak boleh berbicara. Sebab jika ada yang berbicara apalagi berbicara sembarangan, perahunya pasti akan tenggelam.  

3. Bengawan Guwa Sentana

Selain Kedhung Maya masih ada lagi tempat yang keramat, namanya Bengawan Guwa Sentana. Disebut begitu sebab aliran air bengawan membentur batu besar. Di atas batu ada guanya ; di atas gua ada kuburannya. Tempat tersebut merupakan petilasan Kanjeng Sunan Bonang. Jika ada perahu yang melewati tempat ini, para penumpangnya tidak boleh berbicara dengan keras. Jika dilanggar, perahunya pasti akan celaka yaitu tenggelam atau pecah.

Diceritakan, di puncak gunung Bonang ada seorang pimpinan perampok, namanya Blacak Ngilo. Blacak Ngilo terkenal akan kesaktiannya. Para penduduk Bonang dan sekitarnya merasa sedih, sebab selalu dicuri harta bendanya. Kanjeng Sunan Bonang mendengar keluh kesah masyarakat desa yang selalu diganggu dan dijarah harta bendanya oleh anak buah Blacak Ngilo. 

Pada suatu hari Kanjeng Sunan Bonang menemui Blacak Ngilo. Memberi perintah padanya agar menghentikan tindakannya yang sudah merugikan penduduk desa. Blacak Ngilo tidak mau menuruti perintah Kanjeng Sunan, tetapi malah marah-marah dan mengajak adu kesaktian. Ajakan dari Blacak Ngilo pun dituruti oleh Sunan Bonang. Saat itu Blacak Ngilo memuja gandhen menjadi jago. 

Kanjeng Sunan memuja palu menjadi jago. Kemudian diadu. Jago Blacak Ngilo kalah, dan berubah ke wujud aslinya. Bermacam-macam kesaktian yang dikeluarkannya, tetapi selalu kalah dengan kesaktian Kanjeng Sunan. Akhirnya keduanya mengadu kesaktian, Blacak Ngilo mengajak main petak umpet. Kanjeng Sunan disuruh mencari dirinya. Blacak Ngilo bersembunyi dengan ambles ke bumi, munculnya di pinggir Bengawan Solo. 

Tempat munculnya Blacak Ngilo menjadi gua, yang kemudian dinamakan Gua Santana. Waktu Blacak Ngilo muncul, Kanjeng Sunan sudah berada di atas gua yang sekarang menjadi kuburan. Karena Blacak Ngilo sudah merasa kalah sakti dan kelelahan, akhirnya menyerah (sumendhe) dan mengikuti keinginan Kanjeng Sunan Bonang. Tempat itu sekarang dinamakan desa Mendhen. 

4. Bengawan Pasar Sore

Di desa Jipang distrik Panolan, Kabupaten Blora, ada tempat bekas kraton Adipati Jipang bernama Arya Panangsang. Kratonnya terletak di pinggir Bengawan Solo. Di sebelah barat kraton, Bengawan Solo dibedah dan dibuat bengawan baru diberi nama Bengawan Pasar Sore. 

Aliran air dari bengawan sampai ke sungai Kecing, kemudian menyatu lagi dengan Bengawan Solo.  Sehingga kratonnya dikelilingi bengawan. Semasa hidupnya Arya Panangsang  pernah membuat batu yang besar serupa gong. Batu tersebut diceburkan ke Bengawan Pasar Sore. Perahu-perahu yang lewat di tempat itu harus berhati-hati. Sebab jika sampai menyentuh batu gong, perahunya pasti pecah.

Adapun Arya Panangsang adalah putra dari Pangeran Seda Lepen (putra Raden Patah, Sultan Demak). Pangeran Seda Lepen wafat ketika masih menjadi Sultan di Demak, dibunuh oleh putra Pangeran Trenggono yaitu Pangeran Prawata. Karena sudah membunuh ayahandanya yaitu Pangeran Seda Lepen, maka Pangeran Prawata lalu dibunuh oleh Arya Panangsang. 

Tetapi hati Arya Panangsang masih belum lega hatinya, dan terus memburu putra-putra Pangeran Trenggana. Tercapailah keinginannya dapat membunuh suami Ratu Kalinyamat. Selanjutnya ingin membunuh Sultan Pajang, tetapi tidak bisa. Ratu Kalinyamat dan istri Sultan Pajang adalah putri Sultan Trenggana. Sultan mengetahui niat jahat dari Arya Panangsang. 

Oleh karena itu Jipang diserang oleh Pajang, dan terjadilah perang. Sebelum peperangan dimulai terdengar suara, siapa yang berani menyeberangi Bengawan Pasar Sore pasti akan kalah perang. Karena sifat dari Arya Panangsang yang berangasan, Bengawan Pasar Sore diseberanginya. Sampai di seberang Bengawan Arya Panangsang ditombak oleh Ki Ageng Pemanahan, mengenai perut sehingga ususnya terburai keluar. 

Usus yang menjuntai disampirkan ke kerisnya, tetapi Arya Panangsang belum juga mati, malah mengamuk sejadi-jadinya membuat prajurit Pajang banyak yang mati. Namun karena kudanya melonjak-lonjak terus, maka kerisnya bergerak-gerak ke atas dan mengenai usus. Ususnya terpotong, akhirnya Arya Panangsang jatuh dan mati. Prajurit Pajang kemudian bersorak-sorai karena memenangkan pertempuran. 

5. Tinggang

Di Bengawan Pasar Sore ada bagian yang dalam atau kedhung. Namanya kedhung Braja yang mendapat aliran air dari sungai Tinggang. Mata airnya berasal dari gunung Ngancik. Dinamakan Tinggang, menurut cerita pada jaman dahulu ada raksasa yang mati terkena panah Kyai Ageng Prange. Raksasa mati dengan kaki terentang. Luluhnya menjadi Tinggang. Di tempat tersebut masih terdapat tulang yang besar-besar, mungkin tulang raksasa. 

6. Bengawan Getas

Setelah Bengawan Pasar Sore, ada tempat yang juga keramat. Yaitu di tengah-tengah Bengawan Solo, di situ terdapat dua buah pulau yang berjajar. Jika ada perahu lewat tidak hati-hati, dan menabrak pulau tersebut perahunya bisa pecah atau tenggelam. Sebab jika airnya pasang, pulau itu tidak kelihatan karena tertutup air.     

7. Kedhung Wer Pitu

Di Bengawan Getas juga ada kedhungnya, namanya Kedhung Wer Pitu. Di situ ada pulaunya, kecil dan tidak terlihat karena tenggelam. Disebut kedhung Wer Pitu, karena pada jaman dahulu jika ada perahu yang lewat di situ, syaratnya harus berputar tujuh kali.

8. Sobrah Pengantin

Di pedukuhan Semanding desa Kemiri, ada dua batang pohon besar yang tumbuh berjajar di tengah-tengah Bengawan Solo. Tempat tersebut dinamakan Sobrah Pengantin. Menurut cerita, pada jaman dahulu ada sepasang pengantin yang menyeberang di tempat itu dan hanyut terbawa arus, akhirnya hilang.

Dengan hilangnya sepasang pengantin, tumbuhlah dua batang pohon yang berjajar. Ada yang mengira jika pohon tersebut terjadi dari pengantin yang hilang. Para tukang perahu jika sedang lewat di tempat itu, harus diam tidak boleh berbincang-bincang. Jika melanggar, perahunya pasti menemui celaka.

9. Kedhung Waliyan

Di dekat Bengawan Solo ada desa bernama Pethak. Di desa ini ada kedhungnya, namanya Kedhung Waliyan. Biasanya di kedhung ada penunggunya yang berwujud setan gundul bernama Kyai Singajaya. Tinggalnya di pohon asam besar di pinggir kedhung. Pohon asam tersebut menjadi tempat pemujaan bagi orang-orang yang ingin kaya. Selain di pohon asam. 

Kyai Singajaya tinggal di pohon ingas yang tumbuh di pinggir bengawan di desa Majenon. Pohon tersebut juga dijadikan tempat pemujaan, yaitu pada saat orang mempunyai hajat dengan menabuh gamelan harus memberi sesaji tempat itu. Jika tidak memberi sesaji, orang yang punya hajat pasti mendapatkan celaka.

10. Kedhung Srungga

Bengawan Solo yang mengalir di dekat dusun Kampak desa Tanggir, ada kedhungnya disebut kedhung Srungga. Di kedhung ini ada seekor buaya yang besar. Buaya tersebut kejatuhan batu yang besar sehingga tidak bisa bergerak. Selanjutnya buaya ini menjadi penunggu kedhung. Jika musim tanam tiba dan terdengar suara gemuruh dari kedhung tersebut, menurut kepercayaan para petani di desa ini, maka hasil panennya akan berlimpah.

11. Makam Tulung

Di sebelah barat kota Bojonegoro, letaknya di pinggir Bengawan Solo, ada desa namanya Tulung. Di desa ini ada makam yang dikeramatkan. Adapun yang dimakamkan di tempat ini bergelar Gusti Raden. Yaitu putra Pajang yang kalah perang ketika melawan Mataram. Adapun pantangan bagi penduduk desa Tulung yaitu tidak boleh minum-minuman keras, semacam arak (ciu) jika dilanggar maka orang tersebut akan gila dan tidak lama kemudian akan meninggal dunia.

12. Makam Buyut Kencana

Sebelah timur laut dari kota Banjarnegara di pinggir Bengawan Solo bagian utara terdapat gunung kecil, termasuk dalam wilayah desa Banjarsari. Di tempat ini terdapat Makam Buyut Kencana disebut juga makam Buyut Sanga. Sebab di makam ini, terdapat sembilan makam yang berjajar-jajar. Menurut cerita, yang dimakamkan di tempat ini adalah putra Pajang yang pergi meninggalkan kerajaan. Perginya bersama dengan seluruh keluarganya dan tinggal di dusun Banjarsari sampai meninggalnya. 

Makam ini setiap tahun selalu diziarahi oleh penduduk desa Banjarsari : untuk meminta sawab dan berkahnya, supaya selamat dan bahagia hidupnya. Adapun makam Buyut Hirapati diziarahi oleh orang-orang yang menjalankan perahu supaya tidak diganggu oleh buaya. Asal mula makam Buyut Hirapati diziarahi oleh orang yang menjalankan perahu, menurut cerita seperti tersebut di bawah ini.

Pada suatu hari Nyai Buyut Hirapati diantar oleh anaknya untuk mencuci beras di bengawan. Ketika sedang mencuci beras Nyai Buyut diterkam buaya, dan dibawa masuk ke kedhung Depis desa Sima. Jauhnya dari dusun Banjarsari kira-kira 6 km. Anaknya melihat jika ibunya dibawa buaya, lalu pulang dan memberitahu ayahnya yaitu Kyai Buyut Hirapati. Ki Buyut mendengar laporan anaknya, bergegas menuju ke bengawan dan terjun ke air. 

Saat itu Ki Buyut melihat jika istrinya dibawa buaya. Kemana pun arahnya Ki Buyut selalu mengikutinya. Akhirnya buaya sampai di kedhung Depis. Tidak lama kemudian Ki Buyut juga sampai di kedhung. Melihat ada gua Ki Buyut langsung masuk. Baru menginjak mulut gua, Ki Buyut sudah merasa jika masuk ke dalam alam lain. Mulut gua berubah menjadi gapura keraton, Ki Buyut tetap meneruskan perjalanannya dan melihat jika gua berubah menjadi kraton yang sangat indah. Sedangkan buaya-buaya yang ada di situ berwujud manusia. Tetapi Nyai Buyut Hirapati berubah wujudnya menjadi ayam betina putih di dalam sangkar.

Cerita ini memiliki pesan filosofis yang luhur. Ki Buyut bertemu dengan ratu buaya. Ratu buaya melihat kesaktian Ki Buyut menjadi terkesima dan merasa kalah wibawa. Sehingga tidak berani macam-macam. Ki Buyut berkata, kedatangannya untuk mengambil miliknya yaitu ayam betina putih yang berada dalam sangkar. Dan meminta buaya yang sudah membawa istrinya, untuk dihukum. Sang ratu buaya pun mempersilahkan apa yang menjadi kehendak Ki Buyut. Sambil membawa ayam betina putih Ki Buyut pulang. 

Sampai di rumah ayam betina putih berubah menjadi Nyai Hirapati. Setelah beristirahat sebentar, sambil membawa gembel dan tali tambang yang besar. Ki Buyut datang lagi ke kraton buaya. Setiba di sana buaya yang bersalah kemudian lehernya diikat dengan tali serta ditunggangi, diperintah untuk mengantar pulang ke Banjarsari. 

Dalam perjalanan mulut buaya selalu dipukuli oleh Ki Buyut dengan gembel, sampai berlumuran darah. Sampai di pinggir bengawan di dekat rumah Ki Buyut, buaya kemudian di bawa naik ke daratan. Anak cucunya yang menjemput kedatangannya, diperintah untuk memukuli buaya yang baru saja dinaikinya. Mereka pun segera memukuli buaya tersebut. Karena si buaya sudah merasa bersalah dan kesakitan, maka segera minta ampun kepada Ki Buyut. 

Hendaknya diperhatikan betul tentang seluk beluk aliran bengawan Solo. Tidak akan mengganggu anak cucunya. Dan berjanji, jika kelak kemudian hari buaya tersebut muncul, para anak cucu Ki Buyut jangan ada yang pergi ke bengawan. Sebab saat itu di bengawan ada buaya lain yang sedang mencari mangsa. Setelah berjanji, buaya diberi ampunan, dan segera pergi masuk ke bengawan. Selanjutnya buaya tersebut menjadi penunggu bengawan. Sehingga jika muncul buaya yang lehernya berkalung hitam, orang-orang desa Banjarsari tidak berani pergi ke bengawan. 

Aliran bengawan Solo menempuh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak dulu kala sepanjang aliran bengawan Solo memiliki nilai ekonomis dan daya magis. Nilai ekonomis berhubungan dengan pekerjaan masyarakat. Daya magis berhubungan dengan sistem kepercayaan masyarakat Jawa.

Oleh Dr Purwadi, M.Hum Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp 087864404347

Tidak ada komentar:

Posting Komentar