Sabtu, 02 Januari 2021

SEJARAH NUSA KAMBANGAN SEBAGAI IBUKOTA MAKHLUK HALUS DI TANAH JAWA

A. Kehidupan Makhluk Halus dalam Pandangan Kejawen. 

Makhluk halus di Tanah Jawa berhubungan dengan sistem politik Kerajaan. Dalam masyarakat Jawa ibukota makhluk halus berada di daerah Nusa Kambangan. 

Secara historis perlu dilacak keberadaan makhluk halus yang berpusat di Nusa Kambangan. Kabupaten Cilacap dulunya berdiri tanggal 17 Januari 1678. Bernama Kadipaten Donan. Tempatnya di Pulau Nusa Kambangan atau Nusa Berambang. 

Dalam cerita tutur pedalangan Nusa Kambangan disebut Nusa Kambana, Watu Masigid, Sela Marsigid atau Dhandhang Mangore. Kawasan ini memiliki kewibawaan tinggi, wana gung liwang liwung, bebasan gawat kaliwat-liwat, angker kepati-pati, jalm mara jalma mati, sato mara keplayu.

Tutur tinular kang wus lumaku. Cerita wayang purwa melukiskan kahyangan Nusa Kambana atau Dhandhang Mangore begitu wingit seram. Penguasa Nungsa Berambang bergelar Sang Hyang Pramoni atau Bethari Durga. Saat bertugas sebagai permaisuri di Kahyangan Junggring Salaka bebisik Sang Hyang Bathari Uma, yang memimpin widodari cantik. Beberapa literatur kesusasteraan menamakan Bethari Durga Umayi. Karaton Surakarta Hadiningrat memberi sesebatan Sang Hyang Bathari Kalayuwati.

Untuk menghormati raja Bidadari ini, Karaton Surakarta setiap tahun menyelenggarakan upacara wilujengan negara Maesa Lawung di Alas Krendha Wahana. Kepala kerbau atau sirah maesa Kebo Bule dipendham atau ditanam dengan sesaji ubarampe lengkap. Persembahan buat Bathari Kalayuwati ber-wujud daging mentahan, karena wadya bala atau pasukan kahyangan Nusa Kambana terdiri dari brekasakan bersiung bertaring. Prajurit Nusa Berambang merupakan raksasa makh-luk halus yang tidak kasat mripat.

Nungsa Berambang atau Donan Nusa Kambangan men-jadi ibukota makhluk halus yang tersebar di Tanah Jawa. Penguasa alam lelembut di tiap-tiap kabupaten harus tunduk pada perintah Sang Hyang Pramoni Durga yang berkedudukan di Watu Masigid Nusa Kambangan. Watu Masigid atau Sela Marsigid adalah istana kediaman Bathari Uma. Pembangunan istana Sela Marsigid mirip kayangan Suralaya yang serba emas gemerlapan. Bahan bangunan istana Sela Marsigid yakni emas, intan, mutu manikam, jumerut, ratna, suwarna, mutiara warna warni. Wajar sekali karena Sang Pramoni Durga adalah mustikane putri tetunggule widodari.

Sekedar untuk diketahui para makhluk halus yang menjadi bawahan Sang Hyang Pramoni Durga di Kahyangan Dhandhang Mangore atau Nungsa Berambang. Mereka adalah pemuka makhluk halus yang berkuasa atas wilayah tertentu. Misalnya Jin Balabatu di Blambangan Banyuwangi. Buta Locaya menguasai Kediri, Sidagori di Pacitan, Klenthing Mungil di Magetan. Jin Abur Abur berada di Madiun, Macan Puguh di Purwadadi, Kala Jangga di Malang, Pilang Putih di Cepu Blora, Dhadhung Awuk di Purworejo. Jin yang tinggal di Semarang bernama Barat Ketiga. Semua pemuka makhluk halus tiap tahun sowan ke Nusa Kambangan untuk caos glondhong pengareng-areng, peni peni raja peni, guru bakal guru dadi.

Adapun asisten yang bertindak sebagai carik sekretaris Sang Hyang Pramoni Durga yaitu Jin Trenggiling Wesi. Berdomisili di daerah Majenang. Segala perintah istana Watu Masigid atau Sela Marsigid pasti melalui Trenggiling Wesi Majenang. Properti istana Sela Marsigid dikelola oleh Jin Nyai Bathithing Tuban. Sedangkan busana kawidodaren untuk Sang Hyang Pramoni diurus oleh Jin Nyai Puspakati. Suguhan makanan sehari-hari untuk istana Sela Marsigid Nungsa Berambang disajikan oleh Jin Nyai Roro Denok.

Demikianlah kehidupan istana Marsigid atau Watu Masigid atau kedaton Sela Marsigid. Kediaman asri milik Sang Pramoni Durga atau Bathari Uma ini berlangsung di pulau Nusa Kambangan. Orang menyebut Nungsa Berambang, Nusa Kam-bana, Dhandhang Mangore. Keistimewaan wilayah kabupaten Donan Tlacap ini adalah menjadi tempat tumbuhnya sekar Wijaya Kusuma. Siapa saja yang berhasil memetik sekar wijaya kusuma hidupnya akan mulia wibawa. Bahkan keturunannya lestari pejabat, pemimpin dan penguasa Tanah Jawa. Hal itulah yang mendorong Kanjeng Sinuwun Amangkurat Amral yang memerintah kerajaan Mataram Kartasura pada tahun 1677-1703. Beliau berusaha sekuat tenaga untuk bisa memboyong sekar wijaya kusuma.

Keistimewaan kadipaten Donan teruji dalam sejarah. Orang melakukan lara lapa tapa brata. Mereka bersemedi di gunung Srandil untuk ngalap berkah pada Eyang Semar atau Kaki Tunggal Sabdo Jati Doyo Among Rogo. Laku spiritual ini selalu dilakukan oleh para bangsawan mataram secara turunt temurun. Mataram kuat karena punya aji dan pusaka sakti. 

B. Sekar Wijaya Kusuma Mekar di Nusa Kambangan. 

Kerajaan Mataram memiliki pusaka Sekar Wijaya Kusuma. Patih Sindureja Diutus Sinuwun Amangkurat Amral Memetik Sekar Wijaya Kusuma di Kadipaten Donan Cilacap. 

Pembangunan Kadipaten Donan Tanah Tlacap atau Cilacap yang mahsyur sudah dirintis oleh Sinuwun Amangkurat Agung. Raja Mataram yang memerintah tahun 1645-1677 ini sangat perhatian pada wilayah Dulangmas, Kedu, Magelang, Banyumas. Kebetulan Kanjeng Ratu Wiratsari memiliki istana cabang Mataram di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Permaisuri raja Amangkurat Agung berjasa besar atas pengembangan Donan Tlacap sebagai kawasan spiritual. Sampai sekarang orang berdatangan ke gunung Srandhil untuk mahas ing ngasepi nedahake semedi.

Pada tahun 1677 Sinuwun Amangkurat Amral memin-dahkan ibukota dari Plered ke Kartasura. Segala persiapan lahir batin dilakukan demi kejayaan Kraton Mataram. Segera Kanjeng Sinuwun Amangkurat Agung membentuk tim Panitia Pem-bangunan fisik kraton diserahkan kepada Pangeran Pekik Bupati Surabaya. Beliau dibantu tenaga ahli dari Sumenep dan Makasar. Proyek besar pindahan ibukota Mataram ini ditangani oleh para bupati Bang Wetan.

Bidang spiritual dijalanlan oleh Tumenggung Pranantaka. Beliau putra Patih Mandaraka III. Ditunjuknya keluarga Patih Mandaraka karena sejak dulu memiliki pusaka aji Canda Birawa. Masyarakat Jawa percaya bahwa Aji Candra Birawa dapat menaklukkan segala macam makhluk halus. Aji Canda Birawa pernah digunakan oleh raja Mandaraka, Prabu Salyapati. Ketika memimpin perang Baratayuda jaya binangun, Prabu Salya menjadi senopati agung. Pusaka aji canda birawa hanya bisa dikalahkan oleh Jamus Kalimasada atau dua kalimat syahadat. Itulah konsep iman ilmu, amal, iman Islam ikhsan, cipta rasa karsa.

Surat perintah untuk memetik sekar wijaya kusuma terbit pada tanggal 17 Januari 1678. Tumenggung Pranantaka diutus memetik sekar wijaya kusuma di Donan Nungsa Berambang tanah Tlacap. Tugas mulia dan berat itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Waktu itu Tumenggung Pranantaka juga menjabat sebagai Bupati Tegal tahun 1678-1680. Dalam waktu yang bersamaan Tumenggung Pranantaka mengurusi sekolah ketrampilan tata praja di Magelang, diplomasi kenegaraan Mataram dan tata cara methik sekar wijaya kusuma di Donan Cilacap.

Kegiatan awal yang dilakukan adalah wilujengan Negari di Sitihinggil Kraton Mataram. Kemudian tahlilan di pendopo Kabupaten Tegal. Istri Tumenggung Pranantaka menyiapkan uba rampe dan sesaji. Kebetulan istri Tumenggung Pranantaka ini pernah kursus di bagian abdi dalem Purwo Kinanthi, sehingga mengenal dengan detail tentang adat istiadat Jawa. Istri Tumenggung Pranantaka itu bernama BRA Kleting Kuning atau Raden Ayu Pucang. Sebagian menyebut Raden Ayu Brongut.

Turut memberi doa restu yakni Tumenggung Urawan Pradotonagoro dan Patih Nerangkusumo. Tumenggung Urawan pegawai kejaksaan Mataram. Patih Nerangkusumo perdana menteri kerajaan Mataram. Kedua sesepuh memimpin upacara tolak balak di Donan Cilacap. Mereka membaca dzikir bergan-tian. Pembacaan mantra rajah kalacakra dilakukan oleh Ki Dalang Kondho Buwono, penjelmaan Bathara Ismaya yang ngeja-wantah ing madyapada.

Khusus tata cara adat wilujengan di Donan Nusa Kam-bana, dhalang Kondho Buwono harus diperankan oleh titisan Sang Hyang Ismoyo atau Kyai Lurah Semar. Orang menyebut kaki Tunggul Sabdo Jati Doyo Among Rogo. Beliau sesepuh Donan yang amat ditaati oleh penguasa Nusa Kambangan. Bersama dengan Eyang Sukmo Sejati. Kunci Sari, Putri Dana Sari Nini Dewi Tunjung Sekar Sari dan tokoh spiritual lainnya sama menjaga Gunung Srandhil. Pengikut peguron Gunung Srandhil yaitu Sunan Kuning, Pangeran Langlang Buana dan Resi Mayangkara. Gunung Srandhil juga merupakan tempat petilasan para Pembesar Pajajaran.

Sang Patih sigra anata baris

Nyawiji gumolong

Dhampyak dhampyak gumregut lampahe

Binarung krapyak myang watang agathik

Gumelar ngebaki

Suraknya gumuruh.

Utusan Mataram yang dipimpin Tumenggung Pranan-taka segera melaksanakan tugas. Dibantu segenap lurah, mantri, demang, wedana dan bupati Dulangmas tugas kenegaraan itu berlangsung lancar. Rakyat mendukung dengan menyediakan logistik makanan dan minuman. Suguhan mbayu mili. Tak ketinggalan tempe, srabi, tape goreng dan mendoan. Tempe Karanganyar, srabi Wangon, tape goreng Sukaraja dan mendoan Purwokerto menjadi makanan nyamikan saat tirakatan dan lek-lekan.

Proses methik sekar wijaya kusuma di Donan Cilacap dilaksanakan pada malam Jumah Legi. Tumenggung Pranantaka dibantu oleh aneka ragam makhluk halus, yakni Barat Katiga Semarang, Guntur Geni Pekalongan, Sambang Yuda Pemalang, Buta Trenggiling Tegal, Gunting Geni Kaliwungu, Samaita Mage-lang, Dhadhung Awuk Kutoarjo, Padhareksa Gunung Sundara, Jolela Gunung Sumbing dan Jin Wewari Banjarnegara. Adapun jin makhluk halus yang turut menjaga keamanan yaitu Butakala Cilacap, Kalanadhah Banyumas, Penthul Gumuk Bagelen dan Baleng Ngungrung Kebumen.

Sukses besar diperoleh Tumenggung Pranantaka. Wila-yah Donan Nusa Kambangan semakin harum. Tanah Tlacap atau Cilacap termashur di kalangan kejawen. Sekar wijaya kusuma segera diboyong ke Mataram Kartasura. Pada tahun 1685 Tu-menggung Pranantaka dilantik menjadi patih kerajaan Mataram Kartasura. Tumenggung Pranantaka bergelar Tumenggung Raden Arya Sindurejo I. 

Masyarakat Donan Cilacap menghormati Tumenggung Raden Arya Sindurejo I. Beliau dianggap pembuka awal Bumi Cilacap. Kadipaten Cilacap segera ditetapkan sebagai wilayah Kabupaten oleh Sinuwun Amangkurat Amral raja Mataram Kartasura pada tanggal 21 Maret 1678. Jasa besar Patih Sindurejo perlu dikenang. Pada tahun 1701 Patih Sindurejo lengser keprabon madeg pandito. Patih Sindurejo memilih menjadi tenaga pengajar pelatihan tata praja. Beliau wafat tahun 1703 dan dimakamkan di Astanalaya Pasareyan Agung Paremono. Dari daerah Paremono Magelang, para eksekutif tanah Jawa terbina. 

C.Pemangku Adat Istiadat Kepercayaan di Wilayah Kejawen. 

Penguasa Donan Cilacap selalu tampil bersinar wibawa. Keselarasan jagad gumelar dan jagad gumulung tertata rapi. 

Sebagai pusat kawasan Kejawen, para pemimpin bertindak tepat bijaksana. Toleran terhadap segala bentuk keberagaman.

1. Tumenggung Sindunagoro I, 1678-1710. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Amral, raja Mataram.

2. Tumenggung Sindunagoro II, 1710-1721. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono I, raja Mataram.

3. Tumenggung Sindunagoro III, 1721-1734. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Amangkurat Jawi, raja Mataram. 

4. Tumenggung Notoyudo I, 1734-1752. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono II, raja Mataram.

5. Tumenggung Notoyudo II, 1752-1793. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono III, raja Surakarta Hadiningrat.

6. Tumenggung Notoyudo III, 1793-1814. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Surakarta Hadiningrat.

7. Tumenggung Notoyudo IV, 1814-1822. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV, raja Surakarta Hadiningrat. 

8. Tumenggung Mondronagoro I, 1822-1829. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono V, raja Surakarta Hadiningrat.

9. Tumenggung Mondronagoro II, 1829-1847. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VI, raja Surakarta Hadiningrat.

10. Tumenggung Tjakrawerdana I, 1847-1858. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja Surakarta Hadiningrat.

11. Tumenggung Tjakrawerdana II, 1858-1873. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VIII, raja Surakarta Hadiningrat.

12. Tumenggung Tjakrawerdana III, 1873-1875. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat.

13. Tumenggung Tjakrawerdana IV, 1875-1881. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat.

14. Tumenggung Tjakrawerdaya, 1881-1927.. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja Surakarta Hadiningrat.

15. Tumenggung Tjakrasewaya, 1927-1950. Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja Surakarta Hadiningrat.

16. RM Soetedjo, 1950-1952. Dilantik pada jaman pemerintah-an Presiden Soekarno.

17. R Witono, 1952-1954. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno. 

18. RM Kodri, 1954-1958. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.

19. DA Santosa, 1958-1965. Dilantik pada jaman pemerintah-an Presiden Soekarno.

20. Hadi Soetomo, 1965-1968. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.

21. HS Kartabrata, 1968-1974. Dilantik pada jaman pemerin-tahan Presiden Soeharto.

22. H Moekmin, 1974-1979. Dilantik pada jaman pemerin-tahan Presiden Soeharto.

23. Poedjono Pranyoto, 1979-1987. Dilantik pada jaman pe-merintahan Presiden Soeharto.

24. H Moch Supardi, 1987-1997. Dilantik pada jaman peme-rintahan Presiden Soeharto.

25. H Herry Tabri Karto, SH, 1997-2002. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.

26. H Probo Yulastoro S.Sos, 2002-2010. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Megawati.

27. Tatto Suwarto Pamudji, menjabat Bupati Cilacap tahun 2010-2020. Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Presiden Joko Widodo.

Para penguasa Donan Cilacap menghormati adat istiadat yang sudah berjalan. Mereka bisa hidup berdampingan dengan segala lapisan sosial. Termasuk dengan jaringan Kejawen. 

D.Jaringan jagade Pedhanyangan. 

Makhluk halus di Tanah Jawa membentuk jaringan Pedhanyangan. Mereka memiliki tugas dan kewenangan sesuai batas kewilayahan. Kekuasaan makhluk halus berpusat di Pulau Nusa Kambangan. 


Angandika alon sri bupati

dhateng kang abdi kapedhak lama

Ki Pranataka namane

Heh gendhewor sireku

Lumakua sira den aglis

Sun utus marang Donan

Ing masigid watu

Iya ing Nungsa Berambang

Angambila sekar wijayadi luwih

Iya Jayakusuma.


Aja mulih yen ta durung olih

Nadyan silih jambul wanen sira

Sun upatani yen muleh 

Yen ana kang pitulung

Dene teka gampang ing benjing

Kembang wijayamulya

Mring sira kapangguh

Wotsekar Ki Pranataka

Tur sandika ing karya datan gumingsir

Nadyan dhumateng pejah.


Sampun lengser saking ing ngarsa ji

Pranataka sedya marang Donan

Anglugas raga lampahe

Warnanen sang aprabu

Nulya nembang tengara aglis

Budhal saking Toyamas

Kang wadya gumuruh

Dhateng nagari ing Tegal

Angentosi utusan kang mring Betawi

Ki Arya Mandaraka  


Kawarnaa kang anglugas ragi

Kang dinuta mring Nungsa Berambang

Ki Pranataka lampahe

Prapta masigid watu

Tan anyipta kalamun urip

Amung anyipta pejah

Raosing tyasipun

Tan adhahar tan anendra

Pitung dina anenedha ing Hyang Widhi

Mugi antuka karya.


Apan sampun karsaning Hyang Widhi

Amarengi ing dinten Jumungah

Tengah wengi ing wayahe

Ana katingal mancur

Cahyanira ngebeki bumi

Ing wite jayamulya

Wau enggenipun

Kang sekar jayakusuma

Mung sarakit nulya pinethik tumuli

Maring Ki Pranataka.


Langkung bungah dennya antuk kardi

Pranataka sigra lampahira

Maring Toyamas jujuge

Prapta Toyamas suwung

Lampahira laju mring Tegil

Ing enu tan winarna

Ing Tegal wus rawuh

Lajeng tumameng ngayunan

Sampun katur sekar wijayadi luwih

Marang sri naranata.


Pangkur


Dangu denira sineba

Arsa junjung marang kang abdi-abdi

Wong kadipaten sadarum

Sami sinungan nama

Mondaraka kang wau sampun jinunjung

Adipati Mandaraka

Apan kinarya pepatih.


Dene wau Pranantaka 

Wus jinunjung Sindurja ingkang nami

Andangkara wastanipun

Nenggih Ki Wiradigda

Kyai Sendhi Ki Urawan wastanipun

Ni Dhakarta wastanira

Tumenggung Binarong nenggih.


Ingaran wong jagasura

Angandika wau sri narapati

Maring Arya Sindurjeku 

Heh sira ingsun duta

Lumakua sira mring desa ing Kedhu

Parimana ing Mataram

Sapa ingkang angenggeni.


Sinom


Raden Arya Sindureja

budhal saking nagri Tegil

lawan Raden Maduretna

gumuruh swaraning jalmi

saupacara asri

wong Sarageni neng ngayun

bandera warna-warna

wong anumbak aneng wuri

busanane lir pendah sekar sataman.


Tan winarna solahira

Wus lepas lampahing baris

Ing Kaliwungu wus prapta

Rereb sakala kang baris

Saksana budhal enjing

Wus ngancik telatah Kedhu

Ki Arya Sindureja 

Ing Kathithang den anciki

Kathah prapta sentanane Parimana.


Dhandhanggula


Si Gendhewor wastane duk alit

Kala taksihe amanakawan

Kala samana kinengken

Dhateng gustine wau

Iya kangjeng pangran dipati

Ngandikane pangeran

Marang kang ingutus

Kang aran Ki Pranantaka

Si Gendhewor sira ta lungaa aglis

Sira menyanga donan.


Sira ngularana sekar adi

Iya sekar Wijaya Kusuma

Lah iku sira den oleh

Sigra saha wotsantun

Pranantaka saking ing ngarsi

Sampun mangkat sadaya

Wau kang ingutus

Awatara pitung dina

Kang ingutus mring Tegal bubar tumuli

Mangkat dhateng Tetegal.


Kala jumeneng sri narapati

Ing Rebo Epon dinane ika

Nuju tanggal patlikure

Ing Sura sasinipun

Taun Wawu den sangkalani

Janma aneng gegana

Sinayang ing ratu 

Samana Ki Pranantaka

Kang ingutus mring Donan amundhut sari

Praptane antuk karya.


Kang ingupaya angsal sarakit

Aran sekar Wijayakusuma

Samana wus ngaturake

Dhumateng sang aprabu

Langkung suka galih narpati

Rumaos yen sih ing Hyang

Nugraheng Hyang Luhur

Dhawuh rumasuking nata

Panjenengan tanah Jawa wus kapusthi

Kagem aneng ing asta.


Ki Pranantaka kalangkung dening

Kapracaya ing salampahira

Kinulawisudha mangke 

Apan jinunjung lungguh

Pranantaka sinung kekasih

Jinunjung saking ngandhap

Sumengkeng aluhur

Aran Arya Sindureja

Kyai Sendhi apan sinungan kekasih

Aran Demang Urawan.



Asmaradana 


Wus tetep jumeneng aji

Sang nata sigra parentah

Padha estrenana kabeh

Samengko Si Mandaraka

Ngong karya patih ingwang

Sun junjung lungguh tumenggung

Ki Tumenggung Mondaraka.


Kang den utus sri bupati

Dhumateng Nungsa Kambangan

Mundhut kang sekar wastane

Jayakusuma wus prapta

Sarakit kang puspita

Lajeng kunjuk sang aprabu

Langkung suka sri narendra.


Ngraos tuk nugraha jati

Sihing Suksmana jenengnya

Tanah Jawa sedayane

Wus kagem aneng ing asta

Suraosing wardaya

Kyai Pranataka wau

Dhateng kanjeng sri narendra.


Langkung kapracayeng westhi

Sang nata asru ngandika

Si Pranataka samengko

Ingsun junjung linggihira

Lan sun paringi nama

Iku arane Tumenggung

Sindureja aranira.

Nusa Kambangan menjadi ibukota makhluk halus di Tanah Jawa. Disebut juga Nusa Kambana, Nusa Berambang, Selo Marsigit, Watu Masigit, Dhandhang Mangore. Sejak dulu Nusa Kambangan terkenal angker kepati pati, gawat kaliwat liwat.

Oleh : Dr. Purwadi, M.Hum; Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, HP. 087864404347.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar