Sabtu, 22 Juli 2023

ALAS PURWO BANYUWANGI

Pada hari Jumat Pon, tanggal 21 Juli 2023 tim LOKANTARA berkunjung ke ujung Jawa Timur. Tepatnya di Alas Purwo Banyuwangi. Terkenal sebagai wana gung liwang liwung, gawat kaliwat liwat.

Tim kunjungan di Alas Purwo terdiri dari 4 orang dipimpin oleh Prof Dr KPH Gunawan Sumodiningrat SE. Wayah buyut Sinuwun Paku Buwana X ini merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM. Alumni Minesota Amerika Serikat yang pernah bertugas sebagai pejabat tinggi Bappenas. Juga Staf ahli Wapres, Presiden, dirjen depsos dan sekretaris Majelis Guru Besar. Aktif dalam kegiatan SENAWANGI dan PEPADI yang berpusat di TMII.

Jarak antara kota Banyuwangi dengan Alas Purwo sekitar 80 KM. Naik kendaraan bisa ditempuh kurang lebih 1,5 jam. Sepanjang jalan tampak pesisir Kidul. Bisa dilalui lewat jalur Situbondo menuju Jember. Jumpa dengan pantai Watudodol, pelabuhan Ketapang, pantai Boom, pantai Muncar dan pantai Pancur.

Kira kira pukul 14 tiba di Alas Purwo. Baru masuk sudah terasa wibawa alam. Sinuwun Paku Buwana X, raja Kraton Surakarta memerintah tahun 1893 - 1939. Mahas ing ngasepi di Alas Purwo. Lenggah asuku tunggal. Megeng napas mbendung swara. Ana rupa tan den dulu. Ana ganda tan ingambu.

Meditasi raja Surakarta terkabul. Wahyu keprabon tumurun. Dalam sejarahnya Paku Buwana X mendapat gelar Sinuwun Ingkang Minulya saha Wicaksana. Tanah Jawa mengalami masa keemasan.

Sukses besar dalam bidang spiritual dilakukan oleh Prof Dr Gunawan Sumodiningrat SE. Segera mangsah semedi ing sanggar pamelengan. Didampingi oleh Ki Ageng Sujarwo, tokoh spiritual Banyuwangi yang bertugas merawat Alas Purwo. Semua juru kunci yang bertugas atas perintah pimpinan. Ki Ageng Sujarwo benar benar tokoh panutan yang disegani.

Tampak peziarah berduyun duyun. Rombongan dari Singaraja Bali melakukan tata cara semedi. Lengkap dengan ubarampe. Sesaji meliputi kembang melati, dupa, kemenyan, jajan pasar, pisang raja, rokok klobot. Juru kunci berbusana gagrag brahmana.

Kukusing dupa kumelun, ngeningken tyas sang apekik, kawengku sagung jajahan. Juru kunci membaca puja mantra. Terdengar bunyi klinthing. Seolah olah doa diantar menuju kehadirat Tuhan. Makin lama bunyi klinthing makin nyaring.

Lokasi meditasi memang wingit mrebawani. Gapura dibangun layaknya Pura Besakih. Patung Cingkara Bala dan Bala Upata mengawal di depan pintu gerbang. Ganda arum semerbak wangi.

Sekitar papan pasemeden dilingkupi ragam hewani. Burung, kera, macan, celeng, klabang, kalajengking, naga, kala sundep. Secara fisik cukup menyeramkan. Tapi pasti jinak oleh kekuatan hati yang bersih.

Alas Purwo terkenal sekali. Pada bulan Suro orang ramai berdatangan. Siang malam orang sama melaksanakan lelaku. Ing madyaning wana tumurun nugraha. Ilmu iku kelakone kanthi laku. Segala harapan berwujud kenyataan. Pepohonan besar yang rindang selalu teduh dan kukuh. Sentosa dalam mengheningkan cipta. 

Lebatnya Alas Purwo bagi ahli lelaku dianggap terang benderang. Tenaga spiritual menipiskan benda material. Tampak Alas Purwo sebagai Kayangan Alang Alang Kumitir.

Samudra Selatan yang dijaga Kanjeng Ratu Kidul bergelombang besar. Ombak berdebur debur. Suara dahsyat terdengar dari tengah Alas Purwo. Konon banyak orang hilang dalam keadaan tak bernyawa di Pantai Pancur samudra Kidul yang berhimpitan dengan Alas Purwo. Kanjeng Ratu Kidul beristana di Kraton Soko Domas Bale Kencono. Terletak di dasar laut. Terbuat dari bahan serba emas. Indah mewah megah gagah. Tiap hari Sabtu Wage berkunjung ke Alas Purwo untuk enggar enggar penggalih. Disertai dengan wadya bala. Prajurit Ratu pantai selatan disebut Nyi Roro Kidul berbusana ijo lembayung.

Kuda Sembrani adalah titihan resmi Kanjeng Ratu Kidul. Saat berwisata di Alas Purwo berwahana kuda Sembrani lengkap dengan iringan prajurit. Angin sumilir mengiringi Sri Ratu. Orang menyebut sebagai lampor. Pelan pelan angin sumilir ini berubah kayaknya barat lesus. Ini akibat perbawa Kanjeng Ratu Kidul.

Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama atau PAMU berdiri tanggal 20 Juli 1939. Bertempat di kota Surakarta. Selaku pendiri yakni GPH Sumodiningrat. Trah Kraton Surakarta nguri uri budaya Jawi. Alas Purwo sentra aktivitas PAMU yang beranggota dari tiap Kabupaten.

Malamnya dilakukan kegiatan kultural. Malam Sabtu Wage bertempat di dusun Tojo Kidul, desa Temuguruh, kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. Ketua PAMU dijabat oleh Cokro Wibowo S.Pd, MAP. Acara ini sungguh penting. Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr Emil Dardak berkenan hadir. Kegiatan ini meliputi macapatan, pagelaran wayang dan sarasehan.

Mas Sumari, S.Sn alumni ISI Surakarta merancang dan membantu kelancaran acara PAMU. Tokoh Senawangi dan Pepadi ini jalma limpat seprapat tamat. Orang ramah murah pada sesama. Punya jaringan birokrasi dan seni yang luas. Malah sempat memiliki koneksi pengobatan. Pagi harinya berkunjung ke anggota PAMU yang punya kemampuan penyembuhan. Dengan berbasis spiritual Jawa dan tenaga dalam berbagai penyakit disembuhkan. Tulung marang sesama.

Sarasehan budaya diselenggarakan dengan tema kebangsaan dan kebudayaan. Hadir pula Mas Sri Harjono S.Sos. Alumni pimpinan Jamaah Shalahuddin UGM kini menjadi sponsor acara budaya. Meliputi penerbitan buku, pagelaran seni dan kegiatan sosial. Rejeki yang berlimpah ruah untuk mengasah anggunnya peradaban.

Ekologi budaya masyarakat lingkungan Alas Purwo Banyuwangi memberi energi dan inspirasi. Kerajaan Medang, Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri dan Majapahit menjadikan Alas Purwo sebagai sumbu spiritual. Nak tumanak run tumurun menuntun arah kepribadian dan jatidiri bangsa.

Oleh : Dr Purwadi SS M.Hum.

Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara. Hp 087864404347

Tidak ada komentar:

Posting Komentar