Kamis, 07 Januari 2021

SEJARAH KABUPATEN SAMPANG

A. Makna Luhur Kabupaten Sampang. 

Sampang Berarti Sama-sama dibuat gampang. Masyarakat Sampang, Madura, sejak jaman Kerajaan Majapahit selalu riang gembira. Sesulit apa pun persoalan, pasti ada jalan keluarnya. Agama Budha berkembang di kalangan penduduk Sampang terjadi pada tahun 1351. Majapahit dipimpin oleh Prabu Hayamwuruk, dengan didampingi Patih Gajahmada.

Tokoh masyarakat Sampang bernama Pangeran Bangsacara, berguru kepada Empu Tantular. Kedatangan di ibukota Majapahit pada tahun 1352 untuk mempelajari isi Kitab Sutasoma. Menurut Empu Tantular dunia ini bersifat maya yang bohong. Kenikmatan dunia sebetulnya semu. Manusia banyak yang tertipu oleh keindahan dunia. Indah dan nikmatnya dunia amat terbatas. Untuk itulah manusia perlu mawas diri.

Strata sosisal dibuat demi keselarasan. Tetapi tak boleh orang berbuat semaunya karena status. Jabatan dan kedudukan orang dalam masyarakat digunakan untuk pengabdian. Harta benda digunakan untuk kegiatan yang memberi manfaat. Uang tidak boleh dihambur- hamburkan. 

Harta benda dipahami sebagai sarana, alat dipakai dengan tepat. Begitulah ajaran Empu Tantular pada Pangeran Bangsacara.

Kedatangan Empu Tantular di Sampang pada tahun 1354 dalam rangka tugas kenegaraan. Prabu Hayamwuruk mengutus Empu Tantular untuk mbabar pengetahuan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus disadari bahwa warga Majapahit terdiri dari bermacam-macam suku, agama, adat istiadat, bahasa. Keberagaman ini harus diakui dan dihormati. Oleh karena itu Empu Tantular mengajarkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan hana darma mangrwa, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.

Wejangan tentang perbedaan dan toleransi disadari benar oleh warga Sampang. Ajaran Empu Tantular diterima dengan lapang dada dan sepenuh hati. Sepanjang masa masyarakat Sampang tak bisa diganggu hanya karena perbedaan keyakinan. Bumi Tuhan diciptakan untuk semua makhluk. Sikap saling menghormati dikembangkan terus.

Wilayah Sampang sejak tahun 1472 pernah dijadikan pemukiman bangsawan Kerajaan Majapahit. Putra Prabu Brawijaya yang bernama Raden Lembu Peteng atau Bondan Kejawan pernah tinggal di Sampang. Raden Bondan Kejawan menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub. Raden Bondan Kejawan memiliki usaha pembuatan garam di Kalianget. Usaha garam di Kalianget ini diperlebar di wilayah Bledug Kuwu Purwodadi Grobogan.

Pernikahan Bondan Kejawan dengan Nawangsih melahirkan Pangeran Getas Pendowo. Anak yang tampan dan pintar ini ahli medis. Pangeran Getas Pendowo bertugas sebagai ahli pengobatan di Kraton Demak Bintara. Ramuan jamu dari Sampang Madura dipraktekkan di kawasan pesisir. Pangeran Getas Pendowo tinggal dan praktek medis di daerah Glagahwangi. Raden Getas Pendowo yang lahir di Sampang ini menjadi tokoh penting.

Pangeran Getas Pendowo disebut juga Raden Depok, kelak dinamakan Ki Ageng Abdullah. Beliau kelahiran Sampang. Istrinya bernama Siti Marhamah, keturunan Arya Wiraraja. Pernikahan Pangeran Getas Pendowo dengan Siti Marhamah menurunkan Ki Ageng Selo. Kemudian Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Lantas Ki Ageng Pemanahan berputra Panembahan Senapati, raja Mataram tahun 1582-1601.

Sangat jelas bahwa pendiri dan raja Mataram berdarah Madura. Ada kepercayaan di kalangan bangsawan Jawa, istri dari Madura memperkuat drajat pangkat  semat. Siti Marhamah yang berasal dari Sampang menurunkan raja-raja di tanah Jawa. kepercayaan tentang putri Madura berlangsung terus sejak Mataram sampai Karaton Surakarta Hadiningrat.

B.Perkembangan Peradaban Agung di Wilayah Sampang

Hubungan Sampang dengan Kraton Mataram selalu harmonis. Sultan Agung pernah mengundang Pangeran Praseno untuk belajar tata praja pada tahun 1624. Pangeran Praseno kelahiran Sampang ini kelah menjabat Bupati Pamekasan, dengan gelar Kanjeng Raden adipati Arya Cakraningrat. Perkawinan antara bangsawan Sampang, Sumenep dan Pamekasan melahirkan tokoh di Kabupaten Surabaya. Dari Surabaya, Pangeran Pekik menurunkan Ratu Kulon. Kelak Ratu Kulon menjadi permaisuri Sinuwun Amangkurat Tegalarum.

Perkawinan Sinuwun Amangkurat Tegalarum dengan Kanjeng Ratu Kulon melahirkan Raden Rahmat. Pada tahun 1677 Raden Rahmat dinobatkan sebagai raja Mataram dengan gelar Sinuwun Amangkurat Amral. Raja Mataram ini jelas berdarah Sampang Madura. Setiap tahun pada bulan Ruwah Sunan Amangkurat Amral berkunjung ke Sampang. Kegiatan hormat pada leluhur di Sampang dilakukan oleh para raja Mataram dan Kraton Surakarta. Ikatan batin terjalin sangat kuat.

Pada tahun 1682 Sinuwun Amangkurat Amral berziarah di petilasan sesepuh Sampang, yaitu Aryo Menger di Puri Mardekan. Juga berkunjung di makam Aryo Langgar, Aryo Pratikel di Gili Mandangin, Aryo Panengah atau Pangeran Pulang Jiwo di Karangantang.

Upacara nyadran juga dipersembahkan untuk menghormati Nyai Ageng Budo, Aryo Pojok, Aryo Kudut, Aryo Timbul, Aryo Menak Senojo, Nyai Tunjung Biru. Mereka adalah tokoh Sampang yang sangat dihormati oleh para raja, sentana, abdi dalem Mataram. Silaturahmi ini sangat baik untuk dijadikan pelajaran dan keteladanan.

Kemesraan bangsawan Sampang dengan negeri Mataram memang berlaku sepanjang masa. Ibarat curiga manjing warangka. Keris ibarat suami. Warangka ibarat istri. Suami raja Jawa yang mendapat istri putri Madura seperti keris dan warangka. Cocok sekali dan terbukti dalam sejarah.

Sinuwun Paku Buwana IV, raja Surkarta tahun 1788-1820, mengambil istri dari Madura. Namanya Raden Ajeng Suhartinah. Lahirlah Raden Sugandi dan Raden Malikus Shalihin. Raden Sugandi menjadi Paku Buwana V. Raden Malikus Shalihin menjadi Paku Buwana VII. Kedua pangeran berdarah Madura ini menjadi raja terkenal di Karaton Surakarta Hadiningrat.

Pada tahun 1897 Sinuwun Paku Buwana X datang ke Sampang untuk meresmikan pembangunan rek dan stasiun kereta api. Masyarakat Sampang semakin maju, makmur dan damai.

C. Para Bupati Sampang. 

1. Moh. Iksan, 1950-1952

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

2. Suharjo, 1952-1957

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

3. Achmad Zaini, 1957-1859

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

4. Walihadi, 1959-1965

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

5. Hafidz Suroso, 1966-1971

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

6. Yusuf Unik, 1971-1978

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

7. Mursim, 1978-1985

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

8. Makbul, 1985-1990

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

9. Bagus Hinayana, 1990-1995

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

10. Fadhilah Budiono, 1995-2006

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

11. Drs. Chusnul Arifin, 2006-2007

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

12. Noer Tjahja, 2008-2013

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

13. Fanan Hasib, 2103-2017

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

14. Jonathan Judianto, 2017-2019

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

15. Slamet Junaidi, 2019-2024

Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tokoh Sampang meniti karier dengan penuh perjuangan. Hemat Pangkal kaya, rajin Pangkal pandai. Nasihat ini menjadi pegangan hidup sehari hari.

Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA, hp. 087864404347. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar