Ganda arum bau dupa yang wangi menyebar ke kanan dan kiri. Sinar matahari bercahaya terang. Sawo kecik yang berjumlah 64 batang tampak rindang ngrembuyung. Angin berhembus sumilir sejuk. Burung burung berkicau, berlompat lompat kegirangan.
Abdi dalem bedaya bertugas tiap selapan sekali. Hari Selasa Kliwon merupakan jadwal rutin gladhen beksan bedaya ketawang. Tari ini diciptakan oleh Kanjeng Sultan Agung. Raja Mataram ketiga yang memerintah tahun 1613 - 1645 memang Narendra gung binathara, mbahu dhendha nyakrawati, ambek adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.
Tari bedaya Ketawang dipercaya sebagai lambang kemakmuran. Karaton Surakarta Hadiningrat wajib nggelar bedaya ketawang sebagai wujud darma bakti kepada ibu pertiwi. Bapa angkasa ibu pertiwi diberi persembahan tari sakral.
Gladhen tari bedaya ketawang selama 2 jam. Suara gamelan lokananta berkumandang di awang awang. Pengrawit duduk lesehan di antara sasana sumewa dan sasana handrawina. Gong kenong, kemanak, kendang, ketipung, gender mengalun. Suara waranggana yang terlatih khusus membawakan syair mistis.
Para penari bedaya ketawang yang berjumlah 13 memakai kostum seragam. Menari harus dalam keadaan suci. Abdi dalem bedaya masih perawan dan belum menikah. Syarat wajib ini perlu dipenuhi. Siram jamas dilakukan. Tapa brata dan lek lekan menjadi laku wajib. Kerap melakukan ritual di pantai Parangkusumo.
Pertemuan Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul dilambangkan dengan tari bedaya ketawang. Syair sindhenan bedaya ketawang berisi tentang kisah percintaan pendiri kraton Mataram. Panembahan Senapati yang memerintah tahun 1575-1601 sering lelana laladan sepi.
Abdi dalem garap lenggah ing untarasana. Dengan tekun mereka memperhatikan gerakan mistik sakral. Alunan gendhing yang memenuhi pelataran menambah wibawa daya spiritual. Sebagian membawa sesaji di panggung sangga buwana. Kegiatan spiritual kraton Surakarta berlangsung terus menerus, turun tumurun, terah tumerah.
Pengageng sasana wilapa dan ketua Lembaga Dewan Adat dijabat GKR Dra Koes Moertiyah Wandansari M.Pd. Ahli tari ini memimpin gladhen bedaya ketawang. Dengan teliti tiap gerakan dipantau. Dengan ketat dan cekatan tiap irama diperhatikan. Gerak dan irama mesti tampil sempurna.Keselamatan, kemakmuran dan kedamaian menjadi tujuan pokok tari bedaya ketawang. Peristiwa tingalan jumenengan raja pasti disertai dengan bedaya ketawang. Saat itu Kanjeng Ratu Kencana Sari hadir dalam pahargyan.
Kanjeng Ratu Kencana Sari sering disebut dengan Kanjeng Ratu Kidul. Berkuasa di samudra Selatan. Nama istana Saka Domas Bale Kencana. Kedhaton Ratu Kidul terbuat serba emas berkilauan di dasar laut.
Tiap gerakan bedaya ketawang akan menyingkirkan segala hama dan penyakit di tanah Jawa. Tanah subur, rakyat makmur, rejeki sempulur, derajat luhur. Negara benar benar panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.
Alunan musik yang mengiringi bedaya ketawang merasuk dalam kalbu. Hati nurani pun menjadi ayem tentrem. Tanaman pun tumbuh berkembang. Hasil panen berlimpah ruah. Petani beruntung dengan hadirnya tari bedaya ketawang. Permohonan untuk hidup makmur melalui syair sindhenan.
Seyogyanya segenap orang Jawa menghormati tari bedaya ketawang. Alat untuk berkomunikasi spiritual harus dijaga dengan sepenuh hati. Kawibawan kawidadan kamulyan dalah kabagyan nyalirani masyarakat Jawa. Lebih umum dipersembahkan buat kemakmuran seluruh negeri.Cegah semua bentuk mara bahaya. Bencana alam, banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran, kekeringan diatasi dengan digelarnya bedaya ketawang. Nir bita, nir baya, nir sambikala. Sluman slumun slamet.
Pusaka tari bedaya ketawang sungguh sakral berwibawa. Abdi dalem yang duduk di bangsal paningrat seolah olah turut tafakur. Unggah ungguhing basa, kasar alusing rasa, jugar genturing tapa. Lara lapa tapa brata. Meditasi kolektif tiap hari Selasa Kliwon merupakan aktivitas spiritual yang penting bagi warga Kraton Surakarta.
Laku spiritual abdi dalem bedaya jelas menaburkan kebajikan. Karya agung raja Mataram membawa hidup yang makmur ayem tentrem lahir batin.
Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara. Hp 0878 6440 4347
Tidak ada komentar:
Posting Komentar