Senin, 18 Desember 2023

BABAD SURABAYA

A. Kadipaten Surabaya. 

Kota Surabaya punya kedudukan penting dalam sejarah peradaban Nusantara. Pangeran Pekik merupakan keturunan langsung Sunan Ampel.

Kanjeng Ratu Mas Panggung adalah putri Sunan Ampel yang menjadi garwa permaisuri Raden Patah Syah Alam Akbar, raja Demak Bintara. Dari Ratu Mas Panggung ini menurunkan raja Pajang, Mataram dan Bupati Bang Wetan Surabaya. 

Dengan demikian Pangeran Pekik memang trahing kusuma rembesing madu. 

Untuk memperkokoh kekerabatan, Pangeran Pekik menikah dengan Ratu Pandansari. Putri linuwih ini adik Sultan Agung Hanyakra Kusuma, raja Mataram tahun 1613 - 1645. Pernikahan ini atas kesepakatan para sesepuh kerajaan Mataram dan kadipaten Surabaya. Bertujuan demi ngumpulke balung pisah. 

Pernikahan Pangeran Pekik dengan Ratu Pandansari melahirkan Kanjeng Ratu Hemas Wetan. Putri Pangeran Pakik ini menikah dengan Sinuwun Amangkurat Agung raja Mataram tahun 1645 - 1677. Lahir Raden Mas Rahmat Kuning. Kelak menjadi raja Mataram tahun 1677-1703. Beliau bergelar Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. 

Terlebih dulu Pangeran Pekik mengajari Raden Rahmat Kuning tentang makhluk halus di sekitar wilayah bang wetan. Semua Danyang membantu Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari sebagai pemimpin Surabaya. 

Bagian hulu Kali Jagir dijaga oleh Danyang Prangmuko. Mahluk halus ini diutus oleh Prabu Airlangga raja Kahuripan. Tiap bulan Suro diadakan upacara sesaji wilujengan. Dipersembahkan untuk Danyang Prangmuko. Upacara adat ini dipimpin oleh Empu Kanwa.

Upacara wilujengan dengan membaca kidung mantra sakti yang berasal dari Kakawin Arjuna Wiwaha. Pembacaan kidung mirip dengan Begawan Ciptowening di Pertapan Gunung Indrakila. Treteg Ijo dibangun oleh Prabu Inu Kertopati saat Surabaya dipimpin Kraton Jenggala. Sinuwun Prabu Inu Kertopati mengutus Danyang Tunjungputih untuk menjaga lingkungan kretek Ijo. 

Empu Panuluh melakukan upacara larungan. Utusan kerajaan Jenggala membaca kidung mantra sakti yang dipetik dari kitab adiparwa. Sastra piwulang ini berisi tentang kepribadian luhur. 

Hilir kali Jagir dijaga oleh danyang Abur Abur. Mahluk halus ini utusan Prabu Brawijaya. Danyang Abur Abur menguasai jenis iber iberan. Seperti burung, kupu dan kinjeng. Upacara pandongo wilujengan dipimpin oleh Empu Tantular. Utusan Majapahit ini membaca kidung mantra sakti dari kitab Sutasoma. 

Tata cara adat berlangsung terus. Pemimpin Surabaya menghormati adat warisan nenek moyang. Pada jaman Bupati Pangeran Pekik, upacara adat makin tertib. 

Wajar jika cucunya menjadi raja Mataram. Yakni Cak Ning atau Cak Rahmat Kuning. Nanti bergelar Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. Semanggi Surabaya, Lontong balap Wonokromo. 

Lagu ini amat terkenal. Lontong balap menu favorit warga Jawa Timur. Asal usul lontong balap dipelopori oleh Cak Rahmat Ning atau Cak Aning. Pada tahun 1669 Cak Ning datang di rumah Nyi Sakirah. 

Dulu Nyi Sakirah menjadi Pegawai dapur kadipaten Surabaya. Nyi Sakirah ahli masak lontong yang bikin semangat untuk maju. Cak Ning menamakan lontong balap. Supaya penggemar punya semangat balap. Yakni balapan untuk kerja. 

Cak Ning adalah sebutan untuk Gusti Raden Mas Rahmat Kuning. Arek Surabaya ini cucu Bupati Surabaya, Pangeran Pekik. 

Raden Rahmat Ning Sebagai Arek Surabaya memang terkenal pintar, trampil, ramah, tamah, berbudi luhur, berjiwa besar. Tiap hari memberi dana jasa pada sesama. 

Kelak Rahmat Kuning atau Cak Ning jadi Raja Mataram. Bergelar Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya. Beliau memindahkan Ibukota dari Plered ke Kartasura.

Siapakah Sunan Amangkurat Surabaya itu?

Amangkurat II disebut juga Sunan Amangkurat Surabaya atau Amangkurat Amral. Beliau menjadi raja Mataram yang beribukota di Kartasura tahun 1677 – 1703. Beliau lahir di kota Surabaya. Ibunya bernama Kanjeng Ratu Wetan atau Kanjeng Ratu Mas, putri Pangeran Pekik Bupati Surabaya. 

Nama asli Amangkurat II yaitu Raden Rahmad Kuning. Orang umum juga menyebut dengan julukan Rahmat Ning. Lebih populer disebut Cak Ning. Ayah Raden Rahmat Ning bernama Sri Susuhunan Amangkurat Agung raja Mataram yang beribukota di Pleret tahun 1645 – 1677. Ibu Rahmat Kuning bernama Kanjeng Ratu Wetan. Garwa prameswari raja Mataram ini pintar dan kawentar. 

Sejak kecil Raden Rahmad Kuning atau Rahmat Ning diasuh oleh kakeknya yang bernama Pangeran Pekik bupati Surabaya. Bersama dengan neneknya yang bernama Ratu Pandansari Raden Rahmad Kuning dididik dan dibesarkan sebagaimana arek Surabaya. Maka disebut Sunan Amangkurat Surabaya. 

Secara historis biografi Raden Rahmad Kuning atau Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya tertulis dalam Kitab Babad Tanah Jawi. Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram oleh Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya tahun 1677. Letak Kartasura amat strategis. Terhubung langsung dengan jalur penting kota di pesisir dan pedalaman. Umbul Cakra dan Pengging mengalir ke Kartasura dan bertemu di Kali Larangan. Tanah subur di bawah kaki Gunung Merapi Merbabu. Mata air dari Gunung Sewu mengalir sampai selat Madura.

Pada masa kejayaan Kraton Mataram Kartasura, berkembang pesat kesusasteraan, kesenian dan kerajinan. Kitab kitab Jawa klasik diolah menjadi sastra dengan metrum macapat. Babad Tanah Jawi, Serat Menak, Serat Kandha dan Serat Panji diproduksi besar besaran. Kurun waktu antara tahun 1677-1745 Kartasura menjadi pusat pembelajaran seni kerawitan, tari dan pedalangan. Kerajinan gamelan dan wayang diekspor sampai ke Asia Timur, Selatan, Barat, dan Tengah. Sebagian dipasarkan di negeri Eropa.

Puncak puncak kebudayaan gagrag Kartasura berkontribusi besar terhadap peradaban global. Dunia berhutang budi pada produktivitas, kreativitas dan aktivitas kebudayaan Kartasura. Warisan luhur yang mendapat apresiasi. Ibukota Mataram Kartasura dibangun oleh Sri Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya pada tahun 1677. Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram karena letaknya sangat strategis. Jalur utama yang menghubungkan kawasan penting di Pulau Jawa. Arah utara menuju kota Semarang. Arah barat menuju ke daerah Yogyakarta. Arah timur menuju kota Surabaya. Sejak dulu kala Kartasura menjadi pusat bisnis terbesar di Jawa bagian Selatan.


Itulah alasan Sinuwun Amangkurat II atau Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya menjadikan Kartasura sebagai pusat pemerintahan Mataram. Bila mata memandang ke arah barat, tampak megah gunung Merapi dan gunung Merbabu. Dua gunung kembar ini berdiri kokoh seolah olah gapura jagad. Waktu orang bangun tidur pada pagi hari gunung Merapi dan gunung Merbabu begitu indahnya. Ganjaran Tuhan yang besar dan mengagumkan.

Tatapan mata ke arah timur kelihatan begitu agung anggunnya gunung Lawu. Berbeda dengan gunung Merapi dan gunung Merbabu, suasana gunung Lawu tampak lebih angker, magis, mistis. Di sinilah Raden Gugur putra Prabu Brawijaya bertapa dan muksa. Maka orang banyak menjalankan tapa brata, semedi dan meditasi di Gunung Lawu. Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya tiap bulan Sura memimpin upacara ritual di Gunung Lawu. Beliau bermeditasi beserta para pengawal kerajaan.

Gunung Sewu sebagai mata air Bengawan Solo tampak dari arah selatan. Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya berkunjung ke Kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Beliau lelaku tapa brata untuk meneruskan tradisi yang dijalankan Panembahan Senopati. 

Semua makhluk halus yang ada di sepanjang gunung Sewu tunduk para raja Mataram. Bahkan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa pantai selatan pun dan bala tentaranya berserah diri pada raja Mataram beserta keturunannya.

Saat menghadap ke utara terlihat pegunungan Kendheng. Di sini tokoh Mataram banyak dijumpai. Misalnya Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Penjawi. Makam tokoh mulia ini sangat dihormati oleh keluarga Mataram. Betapa kayanya gunung Kendheng. Ada kayu jati, batu kapur, minyak tanah, gas bumi, pari gaga dan burung perkutut. Semua berkualitas ekspor. Dunia berebut untuk menguasai gunung Kendheng. Kekayaan dunia yang berlimpah ruah. Kerajaan Kartasura turut membangun Gunung Kendheng.

Raden Rahmat Kuning atau Raden Rahmat Ning bergelar Sinuwun Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya. Segera melakukan pembangunan di segala bidang. 


Dhandhanggula


Kang cinatur sejarah Matawis. 

Wusnya Nata Agung Hamangkurat. 

Surut haneng Galwangine. 

Kuthagara Kedhatun

Pleret dinulu wus lawas sami

Marma tan pantes dadya. 

Pusering praja gung. 

Sigra Sang Baginda arsa

Ngalih amrih lumastariya kang negri. 

Rinembak lan pra Patya.


Tan tinulis panitiking siti

Kang pinangka hangalih nagara

Padene dhatulayane

Pindahnya wus tinamtu


Hawit dene hanguciwani

Titi sajumenengnya

Amral kang Sinuhun

Mapan wus wineceng jangka

Tamat babad Pleret bawa boyong wukir

Tilar tilas tan kocap.


Yen sinungging pra bebedra sami

Sengkut bikut genya nambut karya

Datan ngungak reriwene

Hamangkurat jejuluk

Ping dwi wus purna hangyasani

Kadhaton wanakarta

Tuhu sinengkuyung

Sing pra hangadhep Jeng Sunan

Kukuh bakuh tanggap cobaning Hyang Agung

Hagal halus kang dhumawah.


Begitulah usaha arek Surabaya membangun ibukota Kraton Mataram Kartasura. Raden Rahmat Kuning atau Raden Rahmat Ning telah dinobatkan sebagai raja Mataram sejak tahun 1677. Daratan yang menjadi sumber air abadi. 


Cakra Pengging


Gumrojog banyu bening

tuking gunung umbul Cakra Pengging

mili ngetan tumuju Kali Larangan

Kartasura Surakarta sakbanjure

mili neng bengawan gedhe. 

Lagu ini cukup jelas menggambarkan lingkungan Kartasura. Daratan luas yang subur terbentang dari wilayah Prambanan, tepat sebelah timur Kali Opak. Dari hulu Gunung Merapi mengalir Kali Dengkeng yang bergabung dengan Bengawan Solo. Sawah dengan kualitas terbaik menjadikan kanan kiri Kartasura sebagai lumbung beras. Sepanjang sejarah padi terus menerus berbuah. Kebun tembakau, teh, duren, palawija beraneka rupa.

Ciri khas orang Kartasura adalah pandai masak. Kuliner dari yang murah sampai paling mahal jelas tersedia. Jajanan memanjakan lidah. Lauk pauk berjenis-jenis. Ragam minuman berkelas pasti ada. Dalam hal makanan orang Kartasura terlalu sensitif. Harus enak, gurih dan nyamleng. Dari dulu sampai sekarang prinsip itu dipegang teguh. Biar orang mlarat sekalipun, soal makan tetap harus enak. Justru karena miskin, maka harus pintar bikin bumbu. Supaya bahan sederhana pun tetap enak gurih.

Sepanjang jalan Kartasura ramai jualan makanan. Nasi liwet, timlo, bebek goreng, jenang, jadah, wajik, wedang, cemoe, rondhe siap untuk dihidangkan. Raja Amangkurat Amral mengundang koki dari seluruh pelosok dunia. Juru masak istana dilatih untuk meningkatkan mutu bumbu. Jangan sampai ketinggalan jaman. Hidangan gaya Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Barat dan Asia Timur dipelajari. Tak ketinggalan ragam masakan Eropa seperti Belanda, Inggris, Perancis dan Portugis juga diajarkan pada koki istana.

Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya terkenal sebagai juru masak handal. Kerap beliau terjun langsung di Sasana Gandarasan yang menjadi pusat dapur istana Kartasura. Terlebih lebih eyang kakungnya yaitu Pangeran Pekik adalah Adipati Surabaya yang menguasai Tanjung Perak. 

Pelabuhan ini berkembang pesat. Pusat bisnis terbesar di Nusantara bagian timur dan tengah. Pangeran Pekik membantu cucunya untuk membangun istana Kartasura. Sebagai pelaku bisnis yang kaya raya, mudah baginya untuk memajukan kerajaan Mataram Kartasura.

Ratu Adipati Surabaya misuwur. Istri Pangeran Pekik bernama Ratu Pandhansari. Eyang putri Amangkurat II ini terkenal sebagai saudagar perhiasan. Emas, perak, intan, permata sering dikirim ke mancanegara. Bahkan ratu Pandhansari memiliki usaha perak di Kota Gedhe, industri alat rumah tangga di Sidoarjo dan ukir ukiran di Jepara. Boleh dikata Ratu Pandhansari yang juga adik Sultan Agung ini adalah pengusaha kaya raya. Bahkan beliau punya usaha budidaya mutiara di kawasan Nusa Tenggara.

Dari usaha eyang kakung dan eyang putri ini, Sri Susuhunan Amangkurat Amral menjalin bisnis dengan kontraktor, korporasi dunia, bisnisman internasional. Kraton Mataram Kartasura berdiri megah, mewah dan indah. Rakyat bahagia sejahtera lahir batin. Kraton dibangun dengan swadaya. Kraton tidak punya hutang. Semua tercukupi sendiri.

Silsilah Sunan Amangkurat II. Kutipan dalam bahasa Jawa secara lengkap jangkep genep genah. 

Putra Dalem Ingkang Sinuwun Prabu Hamengkurat Agung, ingkang nomer 1, miyos saking garwa G.K.R. Putrinipun Pangeran Pekik Surabaia patutanipun kaliyan. G.K.R. Wandhansari. Rayi Dalem Ingkang Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Amral asma Raden Mas Rahmat Kuning utawi Raden Rahmat Ning. 

Asalsilahipun Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II Amral Saking Ibu dalem G.K.R Pambayun. Sunan Ampel Denta, peputra: Pangeran. Surabaiat peputra: Pengeran Pekik Surabaik, peputra: G.K.R.Pambayun G.K.R. Kulon, Prameswari dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Agung, peputra: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat II Amral atau Raden Mas Kuning atau Raden Rahmat Ning. 

Ingkang Sinuwun mindhahaken Kraton Pleret dhumateng Wonokerto, awit sampun risak. Wonokerto kanamekaken Kartasura Hadiningrat, ing dinten Rebo Pon tanggal. 27 Ruwah Alip 1603 Jawi. Punika Ingkang Sinuwun Prabu Amangkurat Surabaya. 

Untuk mendukung keterangan di atas dapat dikemukakan juga komunikasi antara panembahan Adilangu. Dalam peristiwa diketemukan percakapan langsung antara Adilangu dengan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya cukup memperlihatkan unggah ungguhing basa. 

Kadhaton enggal kanamekaken Kraton Kartasura. Pindhahipun nyarengi dinten Rebo Pon 27 Ruwah Alip 1603. Negari dalem kaparingan nama Kartosura Hadiningrat, ingkang wonten gandhengipun kalian Surabaya. 


Dhandhanggula


Sang aprabu prapteng Wanakarti.

Gumarudug sawadya bala. 

Kawula lan sentanane. 

Kadya sinebut sebut.

Katon sunya hangrasa wani. 

Ya sinangkalaning candra. 

Ri Buda Pon nuju.

Kaping pitulikur Ruwah. 

Alip sewu nenemhatus telu dadi. 

Kartasura Diningrat.


Perpindahan ibukota Mataram dari Pleret ke Kartasura banyak didatangkan tenaga dari kota Surabaya. Tenaga ahli dari Surabaya sudah terbiasa membangun dan merencanakan kemegahan kota. 

Trah Pangeran Pekik penuh dengan keteladanan. Raden Rahmat Kuning adalah cucu Pangeran Pekik yang membanggakan arek Surabaya. 

Cocok benar dengan Sejarah rujak cingur dan lontong balap. Kedua makanan tradisional Surabaya tampil sebagai menu kebanggaan. 

Pujangga Kraton yang pernah memimpin upacara wilujengan karena diutus raja. Misalnya Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Tantular dan Empu Prapanca. Pangeran Pekik meneruskan tradisi leluhur yang pernah memimpin Surabaya. 


 Ratu Mas Surabaya. 

Perlu ditelusuri riwayat hidup Ratu Mas Surabaya. Beliau Permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung 1645 - 1677. Lahir Raden Mas Rahmat Kuning atau Cak Ning. Kelak bergelar Sinuwun Amangkurat Amral. 

Istri Pangeran Pekik bernama Ratu Pandansari. Adik Sultan Agung raja Mataram ini terkenal sebagai wanita pengusaha yang tangguh. 


Kinanthi. 

Kukusing dupa kumelun. Ngeningken tyas sang apekik. Kawengku sagung jajahan. Nanging sanget angikibi. Sang Resi kaneka putra. Kang anjog saking wiyati. 

Ratu Pandansari belajar sejarah Surabaya masa silam. Empu Kanwa memimpin upacara wilujengan di Hulu kali Jagir. Pujangga istana Kahuripan ini diutus Prabu Airlangga. 

Kidungan mantra sakti dibaca dari kitab Arjuna Wiwaha. Diikuti oleh abdi dalem pamethakan. Upacara berjalan magis wingit. 

Tiap kali ada upacara kerajaan Kahuripan, raja Airlangga memesan makanan tradisional. Koki kerajaan dilatih sebagai juru masak istana. 

Lontong Balap dan Rujak cingur menu favorit bangsawan kerajaan Kahuripan. Juru masak berasal dari Bungurasih dan tanggulangin. 

Kejayaan bangsa perlu diperjuangkan. Arek Surabaya berusaha untuk mewujudkan kemakmuran. Raden Rahmat Kuning atau Amangkurat Surabaya telah berjuang dengan segenap tenaga dan pikiran. 

Amangkurat Surabaya belajar pembangunan fasilitas kota. Pembangunan jalan raya dan pelabuhan dipelajari dengan cermat. 

Terkenalnya pelabuhan Tanjung Perak Surabaya didukung oleh lagu yang atraktif dan kreatif. Lagu ini berjudul Tanjung Perak. Kerap dikumandangkan lewat siaran radio. Juga dalam pementasan wayang kulit dan ludruk suka melantunkan lelagon Tanjung Perak. Terlebih lebih lagu Tanjung Perak ini mengandung unsur informatif dan suasana rekreatif. 


Tanjung Perak 


Thit thit thuwit dhar, 

Damar mati muliha

Siti lenga pasar sapi mati semar mendem

Dho remi mi fa sol jenang dodol geyal geyol

Mi re mire tahu tempe enak rasane

Waktu terang bulan, udara bersinar terang

Teranglah sekali di kotalah Surabaya

Belum brapa lama saya duduk dengan bimbang

Datang kawan saya, Mas Bambang itu namanya

Ayo rame-rame dayang kota Tanjung Perak

Panggil satu taksi kita soraklah bersorak, taksi

Tanjung Perak tepi lau

Siapa suka boleh ikut

Sama bapak, ibu, sing kuru, sing lemu

Minang kacung babu koki

Tanjung Perak tepi laut

Siapa suka boleh ikut

Bawa gitar kranjang piul

Jangan lupa bawa anggur

Tanjung Perak tepi laut

Tanjung Perak tepi laut

Dengan demikian adanya lagu Tanjung Perak itu menjadi promosi bagi aktivitas kerja pelabuhan yang terletak di kota Surabaya. Lagu Tanjung Perak ini banyak lucunya. Tanda hubungan sosial yang dekat dan akrab. Berlatar kota Surabaya dan menu Jawa Timuran. Menggunakan idiom plesetan yang bikin ketawa.

Dalam sejarahnya pelabuhan Tanjung Perak telah dikenal sejak jaman kerajaan Medang Kamulan, Kahuripan, Daha, Jenggala, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Mataram, dan Surakarta Hadiningrat. Pelabuhan Tanjung Perak digunakan sebagai sarana lalu lintas barang dan jasa. Barang ekspor impor melalui pelabuhan Tanjung Perak sebagai pendukung perputaran roda ekonomi.

Jaman kerajaan Medang Wetan dipimpin oleh Prabu Darmawangsa Teguh, pelabuhan Tanjung Perak dibangun di daerah Perak Pabean Cantihan Surabaya. Pelabuhan Tanjung Perak saat itu sudah dilengkapi dengan terminal peti kemas. Dari pelabuhan Tanjung Perak ini berhubungan pula dengan Pelabuhan Ujung yang menuju pelabuhan Kamal Bangkalan. 

Pada jaman kerajaan Kahuripan dipimpin oleh Raja Airlangga, pelabuhan Tanjung Perak semakin maju dan berkembang. Banyak pegawai dan administratur pelabuhan Tanjung Perak yang diambil dari warga Bali. Prabu Udayana sebagai ayah Airlangga turut pula membantu kelancaran Tanjung Perak dengan mengirim tenaga ahli dan trampil. 

Begitulah suasana pelabuhan Tanjung Perak pada masa kerajaan Medang Wetan dan kerajaan Kahuripan. Kerajaan Kahuripan beribukota di Surabaya. Sebelumnya kerajaan Kahuripan bernama Medan Wetan yang beribukota di Mojokerto. Dulu rajanya Prabu Darmawangsa Teguh dan Empu Sindok.

Kota Surabaya dibangun oleh Kanjeng Sinuwun Prabu Airlangga. Kepemimpinan Airlangga merupakan perpaduan antara budaya Bali, Jawa dan Kalimantan Timur. Asal usulnya dari beragam etnis, membuat dirinya toleran atas keberagaman.

Ayahnya adalah Prabu Udayana, maharaja bijaksana dari Bali. Ibunya dari Kutai, keturunan raja Mulawarman. Namanya Ratnawarman. Dia putri bangsawan yang trampil berbisnis. Usahanya meliputi kayu besi, kain tenun songket, perhiasan emas, pelayaran dan perkapalan. Ketika menjadi the first Lady di Istana Bali, tentu masyarakat bertambah makmur. Pemuda dilatih, dididik dan bekerja sesuai dengan ketrampilan.

Dalam suasana kejayaan itulah Airlangga mengalami pendidikan kebangsawanan. Prabu Udayana besanan dengan Prabu Darmawangsa Teguh. Raja Medang Martabumi ini punya gadis jelita. Bernama Prabasasi. Pernikahan Airlangga dengan Prabasasi berlangsung pada tanggal 21 April 1006.

Pesta pernikahan agung dilaksanakan besar besaran. Tiap hari berkumandang gendhing mat-matan. Para penyanyi diundang bergiliran. Malam harinya dipentaskan wayang kulit semalam suntuk. Lakon diambil dari cerita adiparwa. Dipilih cerita yang mengandung nilai filosofis tinggi. Terutama yang berkaitan dengan teladan membangun rumah tangga.

Upacara pernikahan di Kraton Medang Martabumi dilanjutkan dengan tradisi sepasaran. Sebulan kemudian Prabu Udayana merayakan ngundhuh mantu. Hadir dalam pesta selapanan ini raja Samudra Pasai, Raja Baru, raja Bugis, Raja Banjar, raja Melayu, raja Maluku, raja Makassar, raja Nusa Tenggara. Duduk pada deretan tamu kehormatan yaitu Fatimah Binti Maimun dan Maulana Malik Ibrahim tokoh muslim dari kewalian Gresik. 

Turut mengundang keluarga besar kerajaan Kutai. Permaisuri Ratu Ratnawarman mengumumkan tidak menerima sumbangan dari mana pun. Maklum Ratu Ratnawarman seorang pengusaha kaya raya. Soal pesta pasti sudah tersedia yang berlimpah ruah. Acara ngundhuh mantu baginya menjadi kesempatan untuk menjamu warga Bali. Sang permaisuri raja Udayana terkenal pemurah dan ramah tamah.

Roda perekonomian semakin lancar dengan dibangunnya pelabuhan Tanjung Perak. Hasil perkebunan dari Kediri, peternakan Mojokerto, sayur-mayur Ngawi, dan bumbu pecel Madiun dikirim ke luar pulau lewat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Demikian pula buah apel Malang dipasarkan pula oleh keluarga kerajaan Kahuripan. Rakyat pun bertambah makmur.

Barang dan jasa dari mancanegara diimpor kerajaan Kahuripan lewat pelabuhan Tanjung Perak. Tenaga profesional dan disiplin membuat jalannya ekonomi menjadi lancar, gancar. Keuntungan usaha pelabuhan ini digunakan untuk pembangunan di segala bidang.

Perlu diketahui sejarah perjuangan para pendidikan pelabuhan Tanjung Perak yang menjunjung nilai heroisme. Prabu Darmawangsa Teguh beserta Ratu Sudisna sungguh sangat berbahagia. Putri satu satunya telah berumah tangga. Berarti telah mentas. Sebagai orang tua hidupnya sudah merasa tutug. 

Masa depan kerajaan Medang Martabumi  dibicarakan bersama nayaka dan sentana. Sidang penting ini dipimpin oleh perdana Menteri Narotama. Hasilnya musyawarah ini cukup mengejutkan. Pada tahun 1110 Prabu Darmawangsa Teguh memutuskan untuk lengser keprabon madeg pendeta

Pembicaraan suksesi kerajaan Medang pada Martabumi cukup alot, panas, melelahkan. Fraksi fraksi kerajaan mengalami polarisasi. Ada dua kubu yang sangat dominan. Kubu Ginantar bersaing dengan kubu prameswari Sudisna. Dalam voting permusyawaratan, kubu prameswari Sudisna unggul. 

Kubu Ginantar tersingkir dan tidak puas. Sedangkan Prabu Darmawangsa Teguh sendiri tak mau bicara politik. Sang Prabu menjadi pertapa di Ngetos lereng gunung Wilis. Di Pertapan Ngetos ini Begawan Darmawangsa Teguh mengajarkan kama arta darma muksa.

Kekuasaan Kerajaan Medang Martabumi untuk sementara dipegang Patih Narotama. Akan tetapi, Rakyan Ginantar merasa berhak atas tahta. Sebetulnya Rakyan Ginantar adalah adik tiri Prabu Darmawangsa Teguh lain ibu. Lahir dari garwa selir. Pelan-pelan dia menyusun kekuatan. 

Konsolidasi politik berpusat di Kadipaten Wora Wari. Ketika para pembesar Kerajaan berkunjung ke daerah Blambangan, tiba tiba ada insiden yang mengejutkan. Rakyan Ginantar berusaha merebut kekuasaan. Modusnya dengan nabok nyilih tangan. Preman bayaran disuap untuk membuat kerusuhan.

Pembesar Kerajaan Medang Martabumi segera bertindak cepat. Patih Narotama menunjuk Airlangga sebagai panglima keamanan. Markasnya di Sumoroto Ponorogo. Pendidikan militer sewaktu hidup di Bali kali ini diuji di lapangan. 

Segera Airlangga kontak dengan para bupati pesisir dan Bang Wetan. Dalam tempo sepasar keamanan pulih kembali. Jasa besar Airlangga ini menjadi inspirasi warga kerajaan Medang Martabumi untuk mendaulat Airlangga sebagai raja. Mbata rubuh surake wadya gumuruh. Semua sepakat.

Punggawa dan rakyat bertekad bulat. Airlangga harus menjadi pemimpin kerajaan. Atas restu dan saran Ibu Ageng prameswari Ratu Sudisna nama Medang Martabumi diganti menjadi kerajaan Kahuripan. Penobatan Prabu Airlangga dihadiri oleh Paguyuban raja nusantara. 

Tamu undangan dari Tiongkok, Hindustan, Srilanka pun datang. Bahkan utusan Kasultanan Mamluk dari Kairo Mesir mendapat kursi kehormatan. Namanya Syekh Magribi Jumadil Kubro. Beliau akhirnya menikah, Dewi Patmirah putri Adipati gegelang. Hubungan kerajaan Kahuripan dengan Kasultanan Mamluk Mesir semakin akrab.

Atas restu dan saran Ibu Ageng prameswari Ratu Sudisna nama Medang Martabumi diganti menjadi kerajaan Kahuripan. Penobatan Prabu Airlangga pada tanggal 31 Mei 1110 dihadiri oleh Paguyuban raja nusantara. Tamu undangan dari Tiongkok, Hindustan, Srilanka pun datang. 

Bahkan utusan Kasultanan Mamluk dari Kairo Mesir mendapat kursi kehormatan. Namanya Syekh Magribi Jumadil Kubro. Beliau akhirnya menikah, Dewi Patmirah putri Adipati gegelang. Hubungan kerajaan Kahuripan dengan Kasultanan Mamluk Mesir semakin akrab.

Hubungan dagang antara negara melalui pelabuhan Tanjung Perak. Berkaitan dengan itu pengelola pelabuhan pun dituntut untuk menguasai seluk beluk ekonomi kenegaraan. 

Arek Surabaya yang diwakili Raden Rahmat Kuning cukup meyakinkan. Dari Surabaya arek Surabaya punya kesempatan membangun kerajaan Mataram. 

Ulasan tentang lontong balap selalu menyertai perjalanan sejarah Kahuripan, daha, Jenggala, Singosari, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram. 

Kraton Jawa melalui Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari ini selalu menyelenggarakan tata cara adat. Sesaji di Kali Jagir untuk keselamatan bersama. 

 Upacara Sesaji Tirtabaya

Kali Jagir dijaga oleh seger makhluk halus. Tiap tahun diberi sesaji tirtabaya oleh abdi dalem Purwo Kinanthi. Mereka adalah petugas kerajaan Mataram yang melakukan upacara ritual. 

Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari memimpin upacara sesaji. Dibantu oleh juru kunci dari daerah Tambaksari, Wonokromo dan Genjeran. 

Makhluk halus itu suka olahan tradisional. Wisata kuliner sudah berlangsung sejak jaman Kerajaan Kahuripan. Lontong balap digunakan untuk menjamu tamu negara. 

Dalam perjalanan sejarah selalu ada pelajaran. Kebijaksanaan hidup berasal dari keteladan leluhur. Termasuk wisata kuliner rujak cingur dan lontong balap. 

Arek Surabaya berhasil menjadi raja Mataram. Raden Rahmat Kuning kebanggaan warga Jawa Timur. Dengan gelar Amangkurat Surabaya. Pelopor pengembangan kota bisnis ini kerap belajar sejarah masa silam. Misalnya pembangunan pelabuhan.

Penggunaan pelabuhan Tanjung Perak ditujukan untuk memperlancar jalannya lalu lintas barang dan jasa. Faktor keamanan, kedisiplinan dan keteraturan yang menjadi hal pokok yang diutamakan. Pengelola pelabuhan pun dibekali dengan ilmu manajemen yang berwawasan bisnis global.

Surabaya benar-benar dirancang sebagai kota metropolitan sejak jaman Prabu Airlangga berkuasa. Kerajaan Kahuripan menempatkan Surabaya sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Airlangga boleh dikata orang sangat beruntung. Dia mendapatkan warisan dua tahta. Dari kerajaan Bali dan Kahuripan. 

Faktor geneologi memang sah adanya. Aspek kecakapan, kemampuan, kejujuran, ketampanan, kepribadian lebih dari cukup. Didukung pula harta benda dari ibunya. Kelayakan untuk menjadi raja ditunjukkan dengan prestasi gemilang. Bidang pertanian mendapat perhatian prima dari raja Airlangga. Daerah selatan gunung Renteng sangat subur.

Logistik pangan harus tersedia sewaktu waktu. Pertanian jadi fokus perhatian. Sawah membentang dari gunung Lawu ke timur. Utara gunung Wilis dan Kelud cocok untuk lumbung padi. Wilayah sekitar gunung Arjuno, Semeru dan Bromo baik sekali untuk budidaya peternakan dan perkebunan. Kopi, teh, ceh tumbuh bagus. Buah pisang, pepaya, mangga, apel, surikaya, jambu, manggis, salak mendatangkan kemakmuran. Raja Airlangga bekerja keras. Negerinya tak boleh impor beras.Kerajaan Kahuripan dengan pusat menejemen di Surabaya berhasil swasembada pangan. Pada tanggal 17 Januari 1112 Prabu Airlangga membangun lumbung desa di daerah Wonokromo.

Kawasan sekitar gunung kendheng diolah sebagai sumber komoditas. Hutan jati, semen, minyak diusahakan dengan teliti. Tidak boleh usaha yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang kehutanan dan pertambangan dibina. 

Keuntungan harus bisa nikmati oleh sekalian warga negara. Menejemen perekonomian ini berkat didikan ibunda Ratu Ratnawarman. Kelestarian lingkungan gunung kendheng pun terjaga dengan baik. Kaum terpelajar juga dilibatkan dalam pengelolaan alam.

Pantai utara pulau Jawa dikelola raja Airlangga dengan prinsip menejemen maritim. Pesisir utara yang meliputi daerah Gresik, Lamongan, Tuban, dan Semarang jelas cocok untuk kehidupan nelayan. Oleh karena itu kerajaan Kahuripan membangun pelabuhan. 

Pelayaran pun jadi lancar. Perahu perahu mengangkut kerajinan ukir ukiran Jepara. Pabrik trasi dibangun di Lasem Rembang. Hasil nelayan meningkat. Perdagangan mendatangkan keuntungan. Devisa negara pun surplus. Kehidupan rakyat Kahuripan jelas subur makmur.

Pusat pemerintahan berada di kota Surabaya. Kerajaan Kahuripan menata birokrasi yang efektif efisien. Sistem pemerintahan diisi oleh orang yang punya kapabilitas dan integritas. Pelayaran umum berjalan lancar rakyat puas. Mereka bekerja tenang. 

Pemimpin Surabaya punya gawe besar tiap bulan Mei. Semua warga kerajaan aktif, kreatif dan inovatif. Produksi barang dan jasa maju sekali. Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Emas ramai sekali. Lalulintas tak ada hambatan. Birokrasi kerajaan Kahuripan yang berlokasi di Surabaya tampil bersih dan berwibawa.

Sekses gemilang raja Airlangga dalam pembangunan Surabaya juga berdampak pada kreasi kebudayaan. Empu Kanwa diberi tugas untuk menyusun kitab Kakawin Arjuna Wiwaha. Kisah Kakawin ini legendaris. Tahun 1760 kitab ini direka ulang Sinuwun Paku Buwono lll, raja Karaton Surakarta Hadiningrat. Pada tahun 1966 diteliti oleh Subalinata dalam bentuk skripsi. Dr Kunthara Wiryamatana, dosen fakultas Sastra UGM membahas karya jaman Airlangga. Disertasi ini menunjukkan kerajaan Kahuripan sebagai contoh pengembang kebudayaan yang agung dan anggun. Surabaya mewarisi peradaban yang utuh, sepuh dan tangguh.

Jual beli yang melibatkan lalu lintas barang menjadi faktor dominan bagi perkembangan ekonomi sebuah negara. 

Kehadiran pelabuhan Tanjung Perak yang diwariskan Amangkurat Surabaya sungguh membantubagi terwujudnya kesejahteraan rakyat. 

Oleh karena itu para pengelola pelabuhan dibekali dengan ilmu pengetahuan yang cukup. Sukses gemilang ini berkat didikan Kanjeng Ratu Wetan. Beliau putri Pangeran Pekik Bupati Surabaya. Lontong Balap wonokromo kuliner handalan Kadipaten Surabaya. 

Ritual kenegaraan dipimpin oleh sesepuh. Mereka biasa melakukan tapa brata. 

Tata Cara Wilujengan.

Demi mendapatkan keselamatan, Sinuwun Amangkurat Surabaya yang didampingi Pangeran Pekik salalu menjalankan upacara wilujengan di Kali Jagir. Sesaji dan uba rampe disiapkan jangkep genep genah. Terutama untuk arwah leluhur. 

Bulan Mei menjadi waktu istimewa bagi Surabaya. Sesaji itu meliputi jajan pasar. Makanan tradisional jadi sarana sambang sambung srawung. Pembesar Surabaya mengerti tata krama diplomasi. 

Lontong Balap digunakan untuk suguhan kenegaraan. Ratu Wetan pendidik arek Surabaya. Ratu Wetan adalah putri Pangeran Pekik Bupati Surabaya. Ibunya bernama Ratu Pandansari. Beliau memang ahli kuliner. 

Pernah melakukan pelatihan bikin lontong balap di tepi kali Jagir. Setelah dewasa Ratu Web menikah dengan Sinuwun Amangkurat I raja Mataram tahun 1645 - 1677. Sebagai garwa prameswari, Ratu Wetan melahirkan Gusti Raden Mas Rahmat Kuning. Kelak dinobatkan sebagai raja Mataram sejak tahun 1645. Dengan gelar Sinuwun Amangkurat II atau Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. 

Prestasi gemilang telah diukir. Amangkurat Surabaya Pelopor menejemen budaya kota. Beliau selalu belajar pada kejayaan nenek moyang. Misalnya sejarah Kerajaan Majapahit. 

Kerajaan Majapahit yang berdiri sejak tahun 1292 menjadikan pelabuhan Tanjung Perak sebagai garda depan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Raden Wijaya seorang pemimpin yang amat paham terhadap seluk beluk bisnis, politik, ekonomi, budaya, sosial dan hukum. Pengelolaan pelabuhan Tanjung Perak berlangsung dengan penuh dinamis dan kreatif.

Peran strategis kota Surabaya dimainkan oleh Raden Wijaya tahun 1293. Konsolidasi awal kerajaan Majapahit melibatkan Arya Wiraraja, tokoh penting masyarakat Madura. Dari Surabaya inilah kerajaan Majapahit akhirnya berdiri sebagai negara yang besar dan jaya. Bahkan mendapat predikat sebagai kerajaan nasional. 

Tokoh Surabaya dalam bidang spiritual juga perlu dikemukakan. Kanjeng Sunan Ampel adalah Wali Sanga yang berdomisili di kota Surabaya. Dulu menjadi pengasuh utama Raden Patah, raja Kasultanan Demak Bintara. Bersama dengan Kanjeng Sunan Bonang pada tahun 1478 Kasultanan Demak Bintoro berdiri sebagai kerajaan Islam di Tanah Jawa. 

Tak ketinggalan istri Sunan Ampel, yaitu Nyi Ageng Maloka adalah wanita Sholehah yang turut mendidik Raden Patah yang bergelar Sultan Syah Alam Akbar Patah Jimbun Sirullah.

Semangat dakwah Islamiyah yang dipelopori Sunan Ampel dan Nyi Ageng Maloka pada tahun 1482 itu merupakan sebuah keteladanan. Syiar Islam menggunakan pendekatan budaya. Arab digarap, Jawa digawa. Hasilnya adalah keselarasan sosial. Pelopor keagamaan kota Surabaya ini berpegang teguh. ajaran Rahmatan Lil Alamin.

Kraton Demak Bintara menggantikan posisi kerajaan Majapahit. pengelolaan pelabuhan Tanjung perak semakin maju. Perdagangan malah semakin meluas sebanyak pedagang dan gujarat dari timur tengah yang menggunakan jasa dari pengelola pelabuhan Tanjung Perak. 

Arek Surabaya membuat sejarah agung. Prestasi gemilang pemimpin Surabaya yang pantas dicatat dengan emas adalah Adipati Pangeran Pekik. Bupati Surabaya ini menikah dengan Ratu Wandansari, putri Prabu Hadi Hanyokrowati Khalifatullah Panetep Panotogomo yang menjadi raja Mataram.

Ratu Wandansari juga adik kandung Kanjeng Sultan Agung. Dari pernikahan ini lahir Kanjeng Ratu Kencono. Beliau ibunda Kanjeng Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. 

Pangeran Pekik dan Ratu Wandansari mendidik sang cucu, Raden Rahmat. Kelak Raden Rahmat pada tahun 1677 dinobatkan menjadi raja Mataram dengan gelar Kanjeng Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. Saat itulah Pangeran Pekik menjadi arsitek perpindahan ibukota Mataram dari Plered ke Kartasura.

Perpindahan ibukota Mataram ke Kartasura itu ditangani oleh ahli dari Makasar, Madura dan Surabaya. Pangeran Pekik menyokong dana besar besaran. Arsitektur utama diserahkan kepada putra Surabaya yang bernama Sawungggaling. Beliau tokoh kenamaan Surabaya yang amat disegani. 

Selama tenggang waktu tahun 1677-1708 sesungguhnya kebijakan kerajaan Mataram sangat dipengaruhi pakar dari Surabaya. Wajar sekali karena Bupati Surabaya, Pangeran Pekik adalah perancang sekaligus sponsor utama pembangunan ibukota Mataram Kartasura.

Donatur utama perjuangan Untung Surapati berkaitan erat dengan Pangeran Pekik. Sebelum menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung wiranegara tahun 1684, Untung Surapati bermukim di Surabaya. Memang dia anak buah Pangeran Pekik. Maka hubungan dengan Sri Susuhunan Amangkurat Amral terlalu dekat. Jaringan kerja yang tersusun rapi.

Pelabuhan Tanjung Perak sangat maju pada masa pemerintahan Sinuwun Amangkurat Amral 1677- 1703. Raja Mataram ini memang asli arek Suroboyo. Barang, jasa, produk kerajaan Mataram banyak yang disalurkan lewat pelabuhan Tanjung Perak. Bahkan pelabuhan Tanjung Perak memiliki kantor cabang di kota Kartasura. 

Kerjasama dengan para penguasa surabaya dilakukan dengan sangat baik oleh pengelola pelabuhan Tanjung Perak. Pewaris nilai agung pernah diberi kesempatan untuk memimpin Surabaya. Mereka adalah orang yang sangat terhormat dalam lintasan sejarah peradaban. Kali Jagir dijaga supaya tetap bersih sehat rapi. 

1. Radjamin Nasution 1945

2. Soerjadi, 1945-1950

3. Doel Arnowo, 1950-1952

4. Moestadjab Soemowidagdo, 1952-1956

5. Istadjab Tjokrokoesoemo, 1956-1958

6. R. Satrijo Sastrodiredjo, 1958-1963

7. Moerachman, 1963-1965

8. Raden Soekotjo, 1965-1974

9. Raden Soeparno, 1974-1979

10. Moehadji Widjaja, 1979-1989

11. Poernomo Kasidi, 1989-1994

12. 10. Soenarto Soemoprawiro, 1994-2002

13. Bambang Dwi Hartono, 2002-2010

14. Tri Rismaharini, 2010-2020

15. Eri Cahyadi dan Wakil wali kota Armudji 2021 - 2024.


Para pemimpin Surabaya itu selalu memancarkan kawidadan kawibawan kamulyan dan karaharjan. Nilai kepahlawanan menjadi inspirasi untuk mengabdi.


Surabaya Kota Pahlawan 

Surabaya kuthane Jawa Timur. Tlatahe katelah dadi kutha pahlawan. Sura wani baya pakewuh cethane. Dadi pawitan revolusi bangsane.

Sepuluh Nopember patang puluh lima. Cilaka dur angkara. Digempur lebur luluh.

Pranyata gedhe kaprawirane. Pra mudha kasudirane arek Surabaya. Sura wani baya pakewuh cethane. Dadi pawitan revolusi bangsane.

Singasari Majapahit nyata agung. Pangajab dadya tepa palupi ing ngaluhur.

Mbata rubuh surake, tur gumuruh swarane. Pambarisan pahlawan Surabaya. 


Kepahlawanan arek Surabaya pantas diteladani. Sunan Amangkurat Surabaya merintis garis perjuangan luhur. Beliau kerap laku wilujengan di tepi Kali Jagir. 


Rek Ayo Rek 


Rek ayo rek mlaku mlaku neng Tunjungan. 

Rek ayo rek rame rame bebarengan. 

Cak ayo cak sapa gelem melu aku. 

Cak ayo cak golek kenalan cah ayu. 

Ngalor ngidul liwat toko ngumbah mata.

Masi ngomong nyenggal nyenggol dadi lega.

Sapa ngerti nasib awak lagi mujur. 

Kenal anake sing dodol rujak cingur.

Jok dipikir masiya ra duwe sangu. 

Jok dipikir angger padha gelem mlaku. 

Mangan tahu jo dicampur karo limun. 

Malem minggu gak apik dienggo nglamun. 


Lagu ini terkenal di wilayah Surabaya Jawa Timur. Dialek khas Surabaya memang terkenal sebagai bahasa yang lugas dan terbuka. Namun tampak dekat dan akrab serta segar bila didengar.

Saat orang merantau ke Surabaya sering menyanyi lagu Ayo Rek. Lantas ingat para perantau. Mereka barisan urbanisasi arek Surabaya. Semoga berhasil memperbaiki nasib. Kota yang dibangun leluhur Sinuwun Amangkurat Surabaya memberi harapan besar. 


Surabaya Ngumandhang


Ngumandhang kutha Surabaya.

Aduh jan dhuwur tugu pahlawan.

Pembangunan sengkut sesawangan runtut,

Endah tur piguna jalan raya mayangkara.

Kagunan gardhu kang wus kajegub. 

Wonokromo kebun binatange. 

E tobil pepak isen isene. 

Nyata pancen kondhang ngumandhang ing Surabaya. 


Begitu dilantik menjadi raja Mataram pada tahun 1677, Raden Rahmat Kuning giat membangun. Bengawan Solo sebagai sarana transportasi Solo sampai Surabaya. Pelabuhan Tanjung Perak ramai jaya makmur. 

Kemajuan pelabuhan Tanjung Perak sudah terbukti dalam rentetan sejarah. Lelagon di atas memberi warna bahwa kota Surabaya sebagai pusat pemerintahan dan bisnis selalu berjalan dengan dinamis. Warga dari segala lapisan masyarakat bekerja di kota Surabaya dengan aman dan nyaman.

Kenangan manis pelabuhan Tanjung Perak terjadi pada tahun 1788. Saat itu pelabuhan Tanjung Perak mendapat tenaga trampil dari Raden Ajeng Sukaptinah, putri Bupati Pamekasan Madura. Sebagai komisaris pelabuhan Tanjung Perak Raden Ajeng Sukaptinah sangat mumpuni dalam manajemen pelayaran. 

Kelak Raden Ajeng Sukaptinah menjadi garwa prameswari Sinuwun Paku Buwana IV raja Kraton Surakarta Hadiningrat. Dengan gelar Kanjeng Ratu Kencono Wungu. Pelabuhan Tanjung Perak dalam perjalanan historis memiliki kenangan manis.

Babad Amangkurat Surabaya layak digunakan untuk bacaan bermutu tinggi. Buat pendidikan anak negeri. Arek Surabaya ditulis dengan tinta emas sejak tahun 1677.

Masa gemilang bagi arek Surabaya diperjuangkan oleh Raden Rahmat Kuning. Arek Surabaya menjadi raja Mataram Kartasura. 

Kembul bujana andrawina tanggal 31 Mei 1669. Dhaharan lontong balap disajikan untuk menghormati tamu kenegaraan. Juru masak diambil dari daerah Tambaksari, Tambakrejo dan Genjeran. 

Bertapa menjadi sarana mesu budi. Meskipun demikian, para Pangarsa negari itu tetap menjalankan ritual adat. Bertempat di Kali Jagir. 

Tapa Ngeli ing Kali Jagir. 

Wiwit rumiyin kali Jagir dados papan tata cara adat. Pangeran Pekik tapa Ngeli ing Kali Jagir. Nulat lekasing para leluhur. Para nata ing Karaton Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram ngadani wilujengan. 

Ing pangajab sami pinanggih rahayu lestari. Warga, santana dalah Kawula kaangkah ayem tentrem. Gesang tebih saking godha rencana.

Bupati Surabaya Pangeran Pekik karem sanget kaliyan dhaharan Lontong Balap. Wiwit kuna makuna raosipun eca.

Lontong balap dados piranti sambung srawung. Negari Mataram kartasura sangsaya arum kuncara. Raden Rahmat Kuning winisuda Jumeneng nata. Para kawula nyengkuyung keprabon dalem. 

Raden Rahmat Kuning ugi katelah Rahmat Jene. Kapernah wayah dalem Pangeran Pekik Bupati Surabaya. 

Garwa Pangeran Pekik asma Ratu Pandansari. Rayi dalem Kanjeng Sultan Agung Hanyakra Kusuma, narendra gung binathara ing kraton Mataram tahun 1613-1645.

Ingkang Rama Raden Rahmat Kuning anenggih Sinuwun Amangkurat Banyumas utawi Amangkurat I. Ngedhaton ing negara Mataram tahun 1645 - 1677. Saben tanggal 31 Mei sami kepyakan pesta raja ing Jawi Wetan.

Leluhur Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya saestu trahing kusuma rembesing madu. Amangkurat II nglintir keprabon ibg Kraton Mataram wiwit tahun 1645. 

Kang winarna Kangjeng Sunan Ngampel denta. Minangka leluhur Sinuwun Amangkurat Surabaya ing negari Mataram Kartasura. Ingkang ibu asma Kanjeng Ratu Wetan, putrinipun Pangeran Pekik bupati Surabaya. Patutan kalayan Retno Pandhansari rayi dalem Kanjeng Sinuwun Sultan Agung Hanyakra Kusuma.

Bilih Sultan Agung kapernah raka kaliyan Ratu Pabdhansari.

Kitha Surabaya lumampah kanthi tata emating patitis. Seda kasarekake ing Ngampel ugi kagantosan Pecat Tonda Terung, lajeng kagentosan kang putra. Pangeran tundhung musuh kang seda ing awar awar sedayeng kagentosan kang putra. Pangeran Harya lena, dalem ing dhusun Rangkah seda kagentosan kang putra. Pangeran Jabuk, dalem ing dhusun Kates seda kagentosan kang putra Pangeran Wanakrama, dalem ing dhusun Wanakrama ugi seda kagentosan kang putra. 

Panembahan Rama, dalem ing dhusun Tombok seda kasarek ing Ngampel, kagentosan kang putra. Pangeran Surataya seda kasarekake ing Ngampel kagentosan kang rayi Pangeran Sunjaya. Nunten kaselanan sanes tiyang siti Sorapringga, nanging mambet turunan saking Kangjeng Sinuwun Ngampel, saking ing tuturun kaping walu, sangking Sunan Ngampel. Pangeran Pekik, putrane Panembahan ing Kedhiri kapernah canggah layan Pangeran Demak kang kantun, seda kagentosan.

Umbul sawelas jajeneng sangking Surakarta : Ariya Kertasana, Ki Nisraya, Demang Singayuda, Rongga Patracana, Ki Naladita, Ki Neter, Ki Suradipa, Ki Pulangjiwa, Ki Silingsingan, Ki Demang Tanujaya, Ki Tondya Jamudra. Punika kang sama nguwasani ing surapringga, lajeng kagentosan.

Ki Onggawongsa juluk Kanjeng Tumenggung jangrana, kang peparing kangjeng Sinuwun Amangkurat, sarta sadhereke kang sepuh nami Kanjeng Tumenggung Onggajaya, jumeneng ing Pasuruan, mila Kanjeng Tumenggung Onggajaya, kalih Kanjeng Tumenggung Jangrana keparingan ganjaran nagari, sebab lami gening ngabdi dados kemagangan wonten ing kertasura, nalika panjenengane kangjeng Sinuwun Tegal Arum, saha nalika Kangjeng Sinuwun Amangkurat maksih nami Pangeran Adipati, ngantos jumeneng Prabu Amangkurat Surabaya, kawuningan temen temen pangawulanipun saha damele sahe, mila kaganjar negari, sareng Kanjeng Tumenggung Jangrana seda, kagentosan kang putra.

Ki Adipati Panatagama kang seda ing Laweyan Kertasura. Ing ngriku lajeng kagentosan kang rayi kalihan sami putrane Kanjeng Tumenggung Jangrana, Onggawongsa, punika awite ing surapringga bupati kalih, kasepuhan sisiyan layan kanoman, nalika punika panjenengane Kangjeng Sunan Mangkubuwana Sinuwun Puger kang damel bupati kalih, kasepuhan Kanjeng Tumenggung Ariya Panji Jaya Puspita, kagentosan Kanjeng Tumenggung Suryawinata, priyayi magang ing Kertasura, seda wonten Surapringga. 

Kagentosan Kanjeng Tumenggung Suradirana, priyayi magang ing Kertasura, seda kagentosan Kanjeng Tumenggung Surengrana, priyayi magang ing Kertasura, maksih sisiyan layan Kanjeng Tumenggung Secadirana, kagentosan Kanjeng Tumenggung Secanegara, asal tiyang Surapringga, kapernah wayahe Kanjeng Tumenggung Jangrana Onggawongsa, lajeng dipun langsur, kagentosan kang putra. Lepen Jagir papan tata cara. 

Pangeran Surabaya. 

Kanjeng Pangeran Surabaya ugi katelah Raden Mas Surapringga. Kanjeng Tumenggung Secanagara Cebolang, kang wau nami Ngabei Wirasraya, lajeng ngaman Tumenggung Endranata, mila misuwur ing kathah nami Tumenggung Secanegara, Cebolang, ing ngriku lajeng dipun bujeng Kumpeni, mlajeng ngili dhateng Kedhiri, kagentosan kasepuhan.

Kanjeng Tumenggung Candranegara, Putrane Kanjeng Tumenggung Onggajaya, Kang jumeneng ing Pasuruan, Dados kapernah kapenakan layan Kanjeng Tumenggung Jangrana Onggawongsa mongka lereh sebab sepuh, kagentosan kang putra.

Raden Tumenggung Cakranegara, seda, kagentosan kang putra, Raden Tumenggung Panji Cakranegara. Maksih sisiyan layan Mas Tumenggung Panji Jayadirana. Sareng dhatenge prasman, Raden Tumenggung Panji Cakranegara, kapangkat nami Raden Adipati Panji Cakranegara, serta mas Tumenggung Panji Jayadirana, kapangkat nami mas Adipati Panji Jayadirana, mongka lami-lami mas Adipati Panji Jayadirana seda, waktu punika kang ngawuningani ing Surapringga Raden Adipati Panji Cakranegara, boten antawis lami seda boten wonten kang gantosi ing ngriku, kang jumeneng ing Kanoman ngrangkep Kasepuhan pindah.

Tumenggung Ripni, nami Raden Tumenggung Kramajaya Hadirana, putrane Kyai Ngabei Kramawijaya, Patih Kanoman Surapringga, dados kapenakan layan Mas Adipati Panji Jayadirana. Bupati Kanoman lami-lami kapangkat nami Raden Adipati Kramajaya dirana, punika awitipun ing Surapringga Bupati setunggal malih, sareng seda kagentosan kang rayi. 

Raden Adipati Kramajaya Adinegara, Bupati ing Bangil kapindhah dhateng Surapringga, antawis kawan taun lereh, kagentosan Raden Tumenggung Panji Cakranegara, putrane Kanjeng Raden Adipati Cakranegara, antawis wolung taun lereh kagentosan. 

Raden Tumenggung Krama Jayadirana, putrane Raden Adipati Krama Jayadirana. 

Nalika jumeneng kinten kinten taun 1837/38. Lami-lami kapangkat nami Raden Adipati Kram Jayaadinegara, ing taun 1859, lereh, sareng pecahe Surapringga, layan Sidaarja, kagentosan kang putra.

Raden Tumenggung Suryaadikusuma, lajeng kaparingan nami raden Tumenggung Kramajayadirana, nalika jumeneng taun 1859, sareng taun 1862 kalerehaken kagentosan.

Raden Tumenggung Panji Pramuwijaya, putrane Kanjeng Raden Adipati Cakranegara, Bupati ing Prabalingga. Kang sampun seda kang wau bupati Surapringga. Nalika jumenenge raden Tumenggung Panji Pramuwijaya puniki tanggal 20 September 1863, sareng taun 186.. kapangkat nami Raden Tumenggung Panji Cakranegara, kapangkat nami Kanjeng Raden Adipati Cakranegara gaganjar medhali jeni,kaganjar songsong jeni. Waosan Amangkurat Surabaya sae sanget. 

Ki Tepasana ing Balambangan, putra tiga, kang sepuh nami Kanjeng Adipati Dermayuda, jumeneng Pasuruwan. Kang panengah nami Ki Sutaprana, kang seda prang ing laut. Kang anem gentosi, kang raka jumeneng Pasuruwan inggih nami Kanjeng Adipati Dermayuda, inggih maron kang balela ing ratu. 

Nunten dipun gentosi kang putra, inggih nami Kanjeng Adipati Dermayuda, kang seda prang ing padhusunan, aputra Ki Dermayuda, Wedanane mantri ing Surapringga, aputra Raden Ngabei Kramawijaya, kapundhut Mas Adipati Panji Jayadirana, Bupati Kanoman ing Surapringga, pinanggihake sadherekipun, saha kadamel pepatih ing Surapringga, aputra Raden Adipati Kramajaya Adinegara, gentosi jumeneng Surapringga aputra Raden Tumenggung Kramajayadirana, jumeneng ing Surapringga. 

Priyagung kadipaten Surabaya sami tapa kungkum ing kali Jagir. Rumiyin kajagi dening Ki jagatirta. 

Boten lami lereh, lajeng kagentosan Kangjeng Kanjeng Raden Adipati Cakranegara, putrane Kangjeng Raden Adipati Cakranegara, Bupati Prabalingga kang sampun seda. Wondeni Raden Tumenggung Kramajayadirana kang lereh wau boten lami lajeng jumeneng bupati ing Lamongan seda kagentosan kang putra nami Raden Tumenggung Jayadirana. Kapundhut mantu layan Kangjeng Kanjeng Raden Adipati Cakranegara Bupati Surapringga, kang sinare ing pasareyan Ngampel Surapringga.

Ingkang Sinuwun Amangkurat Surabaya meguru lumantar sejarah. Kang wonten lebet ruji : Kangjeng Sinuwun Makdum, maksih timur nami Raden Rakmad, putrane Seh Maulana Ibrahim Asmara, ing Arab, kang ibu putri ing Cempa, wau Raden Rakmad, dipun kengken tinjo kang uwa dhereke ibune kang dipun garwa ratu Majapahit, nami Brawijaya kang wekasan, keparingan rencang sanake nami Seh Abu Arerah, sareng dhateng Majapahit dipun genah wonten Ngampel Denta, mulang agami Islam akrama putrane Arya Teja ing Tubin nami Nyai Ageng Manila, Nyai Ageng Manyura, Nyai Ageng Meloko, Mas Sriti, juru ladose Sinuwun Makdum.

Perlu kawuningan menggah leluhuripun Gusti Raden Mas Kuning saking Surabaya. Lembu Peteng putrane Ratu Majapahit wonten jawine ruji, Lembu Sura, sentanane ratu Majapahit, dados prajuritan, wonten kilene pager tembok, sebab wau Lembu Peteng, Lembu Sura, kautus ratu Majapahit niliki kawontenane Sinuwun Makdum, sareng waktu Subuh Sinuwun malebet ing kulah badhe mendhet toya wulu dipun adhang wonten jawine kulah, sumeja dipun cidra, Lembu Peteng Lembu Sura, sami dhemapok boten saget obah. 

Sareng Sinuwun medal saking kulah Lembu Peteng Lembu Sura, matur nuwun tobat, nuwun sepunten, saha nuwun malebet agami Islam ugi dipun sepunten, Lembu Peteng Lembu Sura, lajeng waras walya kadi kang sampun, sarta sami malebet agami Islam manggen ing Ngampel pindhah. Langkung rumiyin tapa kungkum ing Kali Jagir. 

Pecat Tondha Terung wonten kilene ruji. Sinuwun Kalijaga wonten cungkup kidule pasareyan. Ki Ageng dalem, wonten jawine pager wetane pesareyan. Ki Ageng Mukamat Saleh wonten jawine pager. Panembahan Rama, Pangeran Surabaya, Pangeran Pekik, kubur panjang wonten cungkup kidul.

Kanjeng Sri Susuhunan Amangkurat Surabaya maos sejarah. Kang sinare ing Pasareyan Batu Putih : Jaka Brondong, juluk Ki Lanang Dhangiran, putrane Menak Kedhawung, juluk Pangeran Tawang Alun, kang jumeneng ing Blambangan. Sareng Blambangan risak dipun bedhah Sultan Mentaram, Ki Lanang Dhangiran tapa ambayur ing seganten Belambangan antawis lamine tigang taun. 

Wonten telenge seganten, lajeng ngeli mentas ing pasisir Tajung Pangkah Sedayeng, kesarah dhateng Ki Bima Cili, ing ngriku kapendhet mantu pindhah pinanggihaken dhereke nem, lami lami Ki Lanang Dhangiran dhadhekah ing Alas Bata Putih, gadhah putra 7, kang 2 jaler, nami Lanang Gelangsing juluk Ri Onggajaya, Lembu Miluhur juluk Ki Onggowongso, kang 5 sami estri boten kacriyos ngriki. 

Syekh Akbar, Kanjeng Tumenggung Onggawongsa, Jangrana Bupati Surapringga, Kanjeng Tumenggung Onggajaya Bupati Pasuruan. Kang sinare ing pasareyan kapasan : Seh Abu Arerah, embane Kangjeng Sinuwun Makdum ing Ngampel. Kang sebab ing Primbon kawontenane Kangjeng Sinuwun, Seh Makdum ing Ngampel Denta.

Nalika rawuhipun ing nusa jawi, nuju gemahe nagari Majapahit, sinengkalan Pendhawa Tunggal Anjalla Wulan, taun jawi :1315. Nalika seda sareng risake Majapahit, sinengkalan Trus Wiwaraning Mantri Tunggal taun jawi, 1399, dados panjenengane lamine 84 taun, kawilis rawuhe taun 1315, dumugi ing mangke taun 1822, lamine sampun 507 taun. Sedane taun 1399, dumugi ing mangke taun 1822, lamine sampun 423 taun.

Patuladan minulya kagem Gusti Raden Mas Rahmat Kuning. Wonten malih primbon kasebat nalika bedhahe Majapahit taun 1400, nalika sedane Kangjeng Sinuwun Ngampel taun jawi, 1403, kawilis dumugi ing mangke taun 1822, lamine sampun 419 taun, klayan primbon nginggil puniki slisir 4 taun. Para arek Surabaya perlu sumerep. 

Amangkurat Surabaya pikantuk patuladan. Wonten malih primbon kasebat nalika bedhahe Majapahit sengkalan warsa jawi, Sirna ilang kartining bumi, nalika sedanipun Kanjeng Sinuwun Ngampel taun, Je sengkala warsa jawi, ngulama ngampel Lena masjid.

Sinuwun Amangkurat Surabaya minangka lajur lajer darah nata Mataram saestu sampun paring wulangan, wejangan, wedharan. Ing pangangkah sagung para kawula dasih sami manggih rahayu lestari, ginanjar basuki. Sak margi margi manggih kamulyan. 

Punika kalawau Babad Kadipaten Surabaya ingkang nyariosaken lelampahanipun leluhur Sri Susuhunan Amangkurat Amral, ingkang angedhaton ing negari Metaram Kartasura Hadiningrat.

Tata Kota Surabaya. 

Surabaya memegang peran utama sepanjang masa. Dari Kerajaan Medang, Kahuripan, Jenggala, Daha, Kediri Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram dan Surakarta Hadiningrat. Kota Surabaya selalu memberi kontribusi positif. Turut urun dalam menganyam peradaban besar. 

Makanan lontong balap menu utama bagi Arek Surabaya yang memang hebat. Raden Rahmat Kuning atau Amangkurat Surabaya jadi raja Mataram Kartasura tahun 1677. Selama memimpin Kerajaan Mataram Kartasura, rakyat hidup makmur aman damai. Lontong balap jadi suguhan favorit. 

Jasa dan perjuangan Raden Rahmat Kuning sangat besar. Raden Kuning atau Amangkurat Surabaya pantas menjadi suri teladan.

Kepahlawanan arek Surabaya selalu cemerlang. Raden Rahmat Kuning atau Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya adalah arek Surabaya yang memiliki kepribadian yang mengagumkan.

Ratu Pandansari sebagai istri Pangeran Pekik begitu dicintai warga Surabaya. Arek Surabaya bikin kagum. Seperti sejarah hidup Raden Rahmat Ning. Beliau penggemar makanan tradisional di pinggir jalan. 

Lontong balap Wonokromo menu kesayangan para Pangarsa Surabaya. Termasuk Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari. Pimpinan dan rakyat duduk lesehan sambil menikmati lontong balap. Masalah kemasyarakatan dibicarakan di warung makan.

Tapa di Kali Jagir dilakukan Pangeran Pekik demi mendapatkan ketajaman spiritual. Kali Jagir mengalir dengan tenang. Tretek ijo jadi piranti penyeberangan. Dengan danyang Prangmuko yang menunggu daerah aliran air di Surabaya.

Pangeran Pekik sebagai keturunan Sunan Ampel punya jasa berlimpah ruah. Masyarakat Surabaya mengingat jasa besar untuk suri tauladan. Pahlawan besar Surabaya ini mewariskan kejayaan. Lewat Ratu Mas, putri kesayangan yang menikah dengan Amangkurat Agung Surabaya kopen kajen. Puncaknya pada masa pemerintahan Amangkurat Amral tahun 1677 - 1703.

Kota Surabaya memang megah indah mewah. Tanggal 31 Mei 1678 menjadi tonggak historis. Raden Rahmat Kuning yang bergelar Amangkurat Amral meresmikan tata kota Surabaya Jawa Timur. 

Kadipaten Surabaya

Kota Surabaya punya kedudukan penting dalam sejarah peradaban Nusantara. Pangeran Pekik merupakan keturunan langsung Sunan Ampel.

Kanjeng Ratu Mas Panggung adalah putri Sunan Ampel yang menjadi garwa permaisuri Raden Patah Syah Alam Akbar, raja Demak Bintara. Dari Ratu Mas Panggung ini menurunkan raja Pajang, Mataram dan Bupati Bang Wetan Surabaya.  Dengan demikian Pangeran Pekik memang trahing kusuma rembesing madu. 

Untuk memperkokoh kekerabatan, Pangeran Pekik menikah dengan Ratu Pandansari. Putri linuwih ini adik Sultan Agung Hanyakra Kusuma, raja Mataram tahun 1613 - 1645. Pernikahan ini atas kesepakatan para sesepuh kerajaan Mataram dan kadipaten Surabaya. Bertujuan demi ngumpulke balung pisah. 

Pernikahan Pangeran Pekik dengan Ratu Pandansari melahirkan Kanjeng Ratu Hemas Wetan. Putri Pangeran Pakik ini menikah dengan Sinuwun Amangkurat Agung raja Mataram tahun 1645 - 1677. Lahir Raden Mas Rahmat Kuning. Kelak menjadi raja Mataram tahun 1677-1703. Beliau bergelar Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. 

Terlebih dulu Pangeran Pekik mengajari Raden Rahmat Kuning tentang makhluk halus di sekitar wilayah bang wetan. Semua Danyang membantu Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari sebagai pemimpin Surabaya. 

Bagian hulu Kali Jagir dijaga oleh Danyang Prangmuko. Mahluk halus ini diutus oleh Prabu Airlangga raja Kahuripan. Tiap bulan Suro diadakan upacara sesaji wilujengan. Dipersembahkan untuk Danyang Prangmuko. Upacara adat ini dipimpin oleh Empu Kanwa.

Upacara wilujengan dengan membaca kidung mantra sakti yang berasal dari Kakawin Arjuna Wiwaha. Pembacaan kidung mirip dengan Begawan Ciptowening di Pertapan Gunung Indrakila. Treteg Ijo dibangun oleh Prabu Inu Kertopati saat Surabaya dipimpin Kraton Jenggala. Sinuwun Prabu Inu Kertopati mengutus Danyang Tunjungputih untuk menjaga lingkungan kretek Ijo. 

Empu Panuluh melakukan upacara larungan. Utusan kerajaan Jenggala membaca kidung mantra sakti yang dipetik dari kitab adiparwa. Sastra piwulang ini berisi tentang kepribadian luhur. 

Hilir kali Jagir dijaga oleh danyang Abur Abur. Mahluk halus ini utusan Prabu Brawijaya. Danyang Abur Abur menguasai jenis iber iberan. Seperti burung, kupu dan kinjeng. Upacara pandongo wilujengan dipimpin oleh Empu Tantular. Utusan Majapahit ini membaca kidung mantra sakti dari kitab Sutasoma. 

Tata cara adat berlangsung terus. Pemimpin Surabaya menghormati adat warisan nenek moyang. Pada jaman Bupati Pangeran Pekik, upacara adat makin tertib. 

Wajar jika cucunya menjadi raja Mataram. Yakni Cak Ning atau Cak Rahmat Kuning. Nanti bergelar Sinuwun Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya. Semanggi Surabaya, Lontong balap Wonokromo. 

Lagu ini amat terkenal. Lontong balap menu favorit warga Jawa Timur. Asal usul lontong balap dipelopori oleh Cak Rahmat Ning atau Cak Aning. Pada tahun 1669 Cak Ning datang di rumah Nyi Sakirah. 

Dulu Nyi Sakirah menjadi Pegawai dapur kadipaten Surabaya. Nyi Sakirah ahli masak lontong yang bikin semangat untuk maju. Cak Ning menamakan lontong balap. Supaya penggemar punya semangat balap. Yakni balapan untuk kerja. 

Cak Ning adalah sebutan untuk Gusti Raden Mas Rahmat Kuning. Arek Surabaya ini cucu Bupati Surabaya, Pangeran Pekik. 

Raden Rahmat Ning Sebagai Arek Surabaya memang terkenal pintar, trampil, ramah, tamah, berbudi luhur, berjiwa besar. Tiap hari memberi dana jasa pada sesama. 

Kelak Rahmat Kuning atau Cak Ning jadi Raja Mataram. Bergelar Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya. Beliau memindahkan Ibukota dari Plered ke Kartasura.

Siapakah Sunan Amangkurat Surabaya itu?

Amangkurat II disebut juga Sunan Amangkurat Surabaya atau Amangkurat Amral. Beliau menjadi raja Mataram yang beribukota di Kartasura tahun 1677 – 1703. Beliau lahir di kota Surabaya. Ibunya bernama Kanjeng Ratu Wetan atau Kanjeng Ratu Mas, putri Pangeran Pekik Bupati Surabaya. 

Nama asli Amangkurat II  yaitu Raden Rahmad Kuning. Orang umum juga menyebut dengan julukan Rahmat Ning. Lebih populer disebut Cak Ning. Ayah Raden Rahmat Ning bernama Sri Susuhunan Amangkurat Agung raja Mataram yang beribukota di Pleret tahun 1645 – 1677. Ibu Rahmat Kuning bernama Kanjeng Ratu Wetan. Garwa prameswari raja Mataram ini pintar dan kawentar. 

Sejak kecil Raden Rahmad Kuning atau Rahmat Ning diasuh oleh kakeknya yang bernama Pangeran Pekik bupati Surabaya. Bersama dengan neneknya yang bernama Ratu Pandansari Raden Rahmad Kuning dididik dan dibesarkan sebagaimana arek Surabaya. Maka disebut Sunan Amangkurat Surabaya. 

Secara historis biografi Raden Rahmad Kuning atau Sri Susuhunan Amangkurat  Amral atau Amangkurat Surabaya tertulis dalam Kitab Babad Tanah Jawi. Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram oleh Sri Susuhunan Amangkurat II  atau Amangkurat Surabaya tahun 1677. Letak Kartasura amat strategis. Terhubung langsung dengan jalur penting kota di pesisir dan pedalaman. Umbul Cakra dan Pengging mengalir ke Kartasura dan bertemu di Kali Larangan. Tanah subur di bawah kaki Gunung Merapi Merbabu. Mata air dari Gunung  Sewu mengalir sampai selat Madura.

Pada masa kejayaan Kraton Mataram Kartasura, berkembang pesat kesusasteraan, kesenian dan kerajinan. Kitab kitab Jawa klasik diolah menjadi sastra dengan metrum macapat. Babad Tanah Jawi, Serat Menak, Serat Kandha dan Serat Panji diproduksi besar besaran. Kurun waktu antara tahun 1677-1745 Kartasura menjadi pusat pembelajaran seni kerawitan, tari dan pedalangan. Kerajinan gamelan dan wayang diekspor sampai ke Asia Timur, Selatan, Barat, dan Tengah. Sebagian dipasarkan di negeri Eropa.

Puncak puncak kebudayaan gagrag Kartasura berkontribusi besar terhadap peradaban global. Dunia berhutang budi pada produktivitas, kreativitas dan aktivitas kebudayaan Kartasura. Warisan luhur yang mendapat apresiasi. Ibukota Mataram Kartasura dibangun oleh  Sri Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya pada tahun 1677. Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram karena letaknya sangat strategis. Jalur utama yang menghubungkan kawasan penting di Pulau Jawa. Arah utara menuju kota Semarang. Arah barat menuju ke daerah Yogyakarta. Arah timur menuju kota Surabaya. Sejak dulu kala Kartasura menjadi pusat bisnis terbesar di Jawa bagian Selatan.

Itulah alasan Sinuwun Amangkurat II atau Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya menjadikan Kartasura sebagai pusat pemerintahan Mataram. Bila mata memandang ke arah barat, tampak megah gunung Merapi dan gunung Merbabu. Dua gunung kembar ini berdiri kokoh seolah olah gapura jagad. Waktu orang bangun tidur pada pagi hari gunung Merapi dan gunung Merbabu begitu indahnya. Ganjaran Tuhan yang besar dan mengagumkan.

Tatapan mata ke arah timur kelihatan begitu agung anggunnya gunung Lawu. Berbeda dengan gunung Merapi dan gunung Merbabu, suasana gunung Lawu tampak lebih angker, magis, mistis. Di sinilah Raden Gugur putra Prabu Brawijaya bertapa dan muksa. Maka orang banyak menjalankan tapa brata, semedi dan meditasi di Gunung Lawu. Sri Susuhunan Amangkurat Amral atau Amangkurat Surabaya tiap bulan Sura memimpin upacara ritual di Gunung Lawu. Beliau bermeditasi beserta para pengawal kerajaan.

Gunung Sewu sebagai mata air Bengawan Solo tampak dari arah selatan. Sri Susuhunan Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya berkunjung ke Kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Beliau lelaku tapa brata untuk meneruskan tradisi yang dijalankan Panembahan Senopati. 

Semua makhluk halus yang ada di sepanjang gunung Sewu tunduk para raja Mataram. Bahkan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa pantai selatan pun dan bala tentaranya berserah diri pada raja Mataram beserta keturunannya.

Saat menghadap ke utara terlihat pegunungan Kendheng. Di sini tokoh Mataram banyak dijumpai. Misalnya Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Penjawi. Makam tokoh mulia ini sangat dihormati oleh keluarga Mataram. Betapa kayanya gunung Kendheng. Ada kayu jati, batu kapur, minyak tanah, gas bumi, pari gaga dan burung perkutut. Semua berkualitas ekspor. Dunia berebut untuk menguasai gunung Kendheng. Kekayaan dunia yang berlimpah ruah. Kerajaan Kartasura turut membangun Gunung Kendheng.

Raden Rahmat Kuning atau Raden Rahmat Ning bergelar Sinuwun Amangkurat II atau Amangkurat Surabaya. Segera melakukan pembangunan di segala bidang.


Dhandhanggula


Kang cinatur sejarah Matawis, 

Wusnya Nata Agung Hamangkurat, 

Surut haneng Galwangine, 

Kuthagara Kedhatun, 

Pleret dinulu wus lawas sami, 

Marma tan pantes dadya, 

Pusering praja gung, 

Sigra Sang Baginda arsa, 

Ngalih amrih. lumastariya kang negri, 

Rinembak lan pra Patya.


Tan tinulis panitiking siti, 

Kang pinangka hangalih nagara, 

Padene dhatulayane, 

Pindahnya wus tinamtu, 

Hawit dene hanguciwani, 

Titi sajumenengnya, 

Amral kang Sinuhun, 

Mapan wus wineceng jangka, 

Tamat babad Pleret bawa boyong wukir, 

Tilar tilas tan kocap.


Yen sinungging pra bebedra sami, 

Sengkut bikut genya nambut karya, 

Datan ngungak reriwene, 

Hamangkurat jejuluk, 

Ping dwi wus purna hangyasani, 

Kadhaton wanakarta, 

Tuhu sinengkuyung, 

Sing pra hangadhep Jeng Sunan, 

Kukuh bakuh tanggap cobaning, Hyang Widi, 

Hagal halus  dhumawah.


Begitulah usaha arek Surabaya membangun ibukota Kraton Mataram Kartasura. Raden Rahmat Kuning atau Raden Rahmat Ning telah dinobatkan sebagai raja Mataram sejak tahun 1677. Daratan yang menjadi sumber air abadi. 


Cakra Pengging


Gumrojog banyu bening, 

tuking gunung umbul Cakra Pengging, 

mili ngetan tumuju Kali Larangan, 

Kartasura Surakarta, sakbanjure mili neng bengawan gedhe. 


Lagu ini cukup jelas menggambarkan lingkungan Kartasura. Daratan luas yang subur terbentang dari wilayah Prambanan, tepat sebelah timur Kali Opak. Dari hulu Gunung Merapi mengalir Kali Dengkeng yang bergabung dengan Bengawan Solo. Sawah dengan kualitas terbaik menjadikan kanan kiri Kartasura sebagai lumbung beras. Sepanjang sejarah padi terus menerus berbuah. Kebun tembakau, teh, duren, palawija beraneka rupa.

Ciri khas orang Kartasura adalah pandai masak. Kuliner dari yang murah sampai paling mahal jelas tersedia. Jajanan memanjakan lidah. Lauk pauk berjenis-jenis. Ragam minuman berkelas pasti ada. Dalam hal makanan orang Kartasura terlalu sensitif. Harus enak, gurih dan nyamleng. Dari dulu sampai sekarang prinsip itu dipegang teguh. Biar orang mlarat sekalipun, soal makan tetap harus enak. Justru karena miskin, maka harus pintar bikin bumbu. Supaya bahan sederhana pun tetap enak gurih.

Sepanjang jalan Kartasura ramai jualan makanan. Nasi liwet, timlo, cabuk rambak sarana dhahar eca lan sekeca.


Oleh  Purwadi. 

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara - LOKANTARA. 

Hp. 087864404347

Tidak ada komentar:

Posting Komentar